Mohon tunggu...
Irma Susanti Irsyadi
Irma Susanti Irsyadi Mohon Tunggu... -

hanya seorang pecinta kata-kata

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Dilan dan Tuduhan Syiah (yang Perlu Ditelaah Kembali)

2 Februari 2018   22:04 Diperbarui: 4 Februari 2018   15:38 9481
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Falcon Pictures

Tokoh Dilan, dituduh pro-Syiah, sebab dalam bukunya (Dilan, Ia adalah Dilanku Tahun 1990), di halaman 206, ada adegan ketika Milea masuk ke kamar Dilan didampingi Ibunda Dilan. Milea melihat dua poster besar, Mick Jagger (vokalis The Rolling Stones) dan seorang lelaki bersorban dan berjanggut. Oleh Ibunda Dilan, Milea diberitahu bahwa itu adalah Ayatullah Khomeini, pemimpin revolusi Iran.

Potongan adegan dalam buku ini kemudian membuat beberapa orang melayangkan tuduhan bahwa Dilan pro-Syiah, sebab Khomeini (kebetulan) adalah tokoh Syiah yang dikagumi di dunia.

Siapa itu Khomeini?

Yuk, belajar sejarah sedikit.

Di rentang waktu 1977-1978, terjadi peristiwa revolusi Iran yang mengguncang dunia. Rezim Shah Reza Pahlevi, penguasa Iran runtuh. Penggerak revolusi adalah dua orang bernama Ali Shariati dan Ayatullah Khomeini. Nama yang terakhir disebut kemudian menjadi pemimpin Iran juga pemimpin spiritual Syiah.

Tahun 1925, Shah Reza Pahlevi naik tahta dengan dukungan para ulama Iran, ndilalah begitu menjadi pemimpin, ia malah pro ke dunia barat. Shah Reza Pahlevi mengubah system pemerintahan dari monarki konstitusional menjadi monarki absolut, memberlakukan kitab hukum barat yang menggantikan hukum Syariah.

Berderet-deret kebijakan Shah Reza yang membuatnya semakin dikenal sebagai pemimpin yang mencintai westernisasi dan memaksa para mullah (ulama) untuk tunduk pada rezimnya. Seusai Perang Dunia II, Shah Reza digantikan oleh putra bungsunya, Muhammad Reza Pahlevi, yang hanya melanjutkan kiprah sang ayah sebagai diktator.

Ayatullah Khomeini tampil sebagai pemersatu rakyat Iran melawan rezim penguasa. Tak hanya itu, ia pun dicintai sebagai ulama besar yang berani menentang Amerika yang begitu diagung-agungkan oleh rezim pemerintah Iran. Perjuangan Ayatullah Ali Khomeini, mirip dengan Hassan Al-Bana dari Mesir yang sama-sama anti westernisasi. 

Perasaan pernah denger ya Hassan Al-Bana? Yap, beliau adalah pemimpin gerakan Ikhwanul Muslimin. Saya katakan "mirip" ya, bukan sama. Sebab khawatir nanti ada yang tersinggung, mengatakan saya menyamakan Khomeini dan Al Bana. Maklum, secara mahzab keduanya bertolak belakang.

Tahun 1990-an, anak-anak muda Indonesia, mengikuti sepak terjang Khomeini melalui siaran "Dunia dalam Berita" pukul 21.00 setiap malam. Saya saat itu, masih duduk di kelas enam SD, tentu tak mengerti politik dan tidak tahu persis Iran itu ada di mana. Saya hanya tahu, sedang ramai perang Iran-Irak, dan sebagian besar masyarakat Indonesia mengidolakan Khomeini dan membenci Amerika.

Ayatullah Khomeini. Sumber gambar: sayyidali.com
Ayatullah Khomeini. Sumber gambar: sayyidali.com
Tentu, tidak semua anak muda zaman itu mengenal Khomeini, sebab ada juga yang lebih mengidolakan Diego Armando Maradona, pesepak bola asal Argentina yang dijuluki "Si Tangan Tuhan". Saya sendiri malah mengidolakan Bastian Tito, yang menuliskan kisah Wiro Sableng.

Pada zaman itu, kami tidak paham apa itu Syiah dan Sunni. Meskipun saya sudah tahu sejak lama bahwa Iran identik dengan Syiah. Mengenai Syiah sendiri, setelah dewasa saya baru "ngeh" dengan perbedaannya.

Sudahkah Anda mengerti maksud saya?

Fakta bahwa seorang Dilan, tokoh rekaan Pidi Baiq, yang hidup sebagai remaja di tahun 1990, dan mengidolakan Khomeini (yang kebetulan Syiah), tidak berarti apa-apa. Justru jika Dilan mengidolakan Nelson Mandela, akan sangat aneh, mengingat tahun segitu anak muda Indonesia belum kenal tokoh pergerakan rakyat Afrika Selatan tersebut.

Bapak dan Ibu yang baik,

Setiap zaman biasanya melahirkan idola baru. Dan bagi anak-anak muda, semakin berani si tokoh, akan semakin ia cintai. Sebab di usia muda mereka, para remaja memang sedang memuncak adrenalinnya. Remaja putra tahun 1990-an pasti malu dan melipir jika dianggap menyukai Amy Search, sebab Metallica atau Sepultura terdengar lebih garang dan macho.

Anda tahu Che Guevara? Ia adalah tokoh pemuda penentang kapitalis kelahiran Argentina yang menjelajah Amerika Selatan dan menyerukan persamaan hak bagi kaum proletar dan sinis terhadap kaum borjuis. Hingga hari ini, saya terkadang masih melihat anak-anak muda mengenakan T-shirt bergambar wajah Guevara, lengkap dengan topi baretnya. Dalam hati saya selalu bertanya-tanya apakah si pemakai T-Shirt beneran mengetahui siapa sesungguhnya Guevara, yang tidak hanya terkenal sebagai tokoh antikapitalis, namun juga promarxis?

Apakah salah, jika seseorang mengaguminya? Tidak. Sebab Guevara patut dikagumi untuk semangatnya menentang kapitalisme. Sama seperti Nelson Mandela yang menentang politik apartheid di Afrika dan seorang Amien Rais yang dulu begitu dikagumi sebagai tokoh pemersatu bangsa di era reformasi.

Terlalu dangkal rasanya jika menuduh sebuah novel percintaan remaja sebagai sebuah produk yang wajib diboikot, hanya karena tuduhan yang tidak beralasan.

Anda harus mengerti konteks tahun 1990 kala itu, untuk paham mengapa seorang Dilan yang digambarkan sangat mencintai kebebasan dan anak geng motor mengagumi seorang Khomeini. Jika Anda sudah membaca bukunya, Anda juga pasti tahu bahwa Dilan juga mencintai Buya Hamka dan sudah membaca tafsir Al Azhar karya beliau (Pidi Baiq, setidaknya yang mungkin sudah membaca).

Tapi kan Dilan ditulis tahun 2014?

Betul, namun setting-nya kan tahun 1990. Tidak lucu jika tiba-tiba ada fragmen mengenai JKT 48 di sana, sebab pada tahun itu, yang sedang hits adalah Slank.

Kok kamu bela-belain Dilan terus sih?

Ini bukan pembelaan, ini pelurusan. Saya sudah bertekad menjadi pegiat literasi. Sebab literasi adalah salah satu modal penting bagi generasi muda jika mau pintar. Bangsa ini sudah sedemikian tertinggal jauh di belakang hanya karena malas membaca. Sehingga, hampir rata-rata berita yang mampir kemudian bisa dengan entengnya di klik dan disebarkan. Padahal kalau mau, kamu mampu kok, menganalisis apakah suatu berita tertentu layak disebarkan atau tidak.

Caranya? Ketik kata kunci dari artikel tersebut dan telusuri di internet, adakah berita sejenis yang sifatnya mendukung berita yang dimaksud? Jika kurang dari sekian banyak (saya biasanya menerapkan jika kurang dari 4-5 situs yang mendukung, maka berita tersebut invalid).

Kenapa ujug-ujug jadi ke sejarah?

Hey, setiap hal yang terjadi di dunia ini ada kisahnya dulu. Memahami latar belakang sejarah dari sebuah peristiwa akan membantu kita lebih kritis menyikapi sesuatu. Jangan malas belajar sejarah. Malu lah kalau kamu tidak tahu sejarah.

Saya lebih respek kepada teman-teman yang menulis bahwa, mereka tidak menyukai tokoh Dilan, karena Dilan anak geng motor yang pernah memukul gurunya sendiri. Ini tentu lebih bisa dipahami. Meskipun saya tidak yakin, anak-anak muda akan meniru gaya nakalnya Dilan. Sebab ini novel percintaan. Yang ada para remaja putri yang klepek-klepek karena romantisnya Dilan.

Semua sah-sah aja berpendapat, namun selalu sertakan fakta yang betul. Jangan memakai asumsi tak beralasan, sebab itu tidak mendidik. Jika kita salah menuliskan sesuatu, dan kemudian banyak orang terpengaruh, kira-kira kita salah tidak? Silakan dijawab sendiri.

Belajarlah terus, dunia ini terlalu luas untuk tidak Anda jelajahi, meskipun hanya lewat membaca. Menulislah, yang benar, dengan fakta yang juga benar.

Belajarlah bertanggung jawab.

Salam literasi!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun