Mohon tunggu...
Irma Susanti Irsyadi
Irma Susanti Irsyadi Mohon Tunggu... -

hanya seorang pecinta kata-kata

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Fakta Versi Dan Brown

14 Januari 2018   23:11 Diperbarui: 15 Januari 2018   03:18 2564
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut saya, itu namanya ngeles.

Sampai hari ini, memang tidak ada hukum yang mengikat secara penuh perihal penyajian fakta dalam fiksi. Sebab namanya saja fiksi. Dibuat-buat, didramatisasikan.

Pun begitu, pembaca yang pintar tentu ingin juga mendapatkan riset fakta yang lengkap, meskipun yang mereka baca adalah fiksi.

Fakta bisa meliputi apa saja, dari yang rumit hingga sederhana seperti kondisi tempat. Jika Anda menulis sebuah karya fiksi dengan latar tempat di luar negeri, misalnya, pastikan bahwa tempatnya memang betulan ada. Latar tempatnya kota Milan, tapi nama gerejanya Notre Dame, tentu pembaca akan berkerut keningnya, sebab Notre Dame adanya di Paris, bukan Milan.

Itu, tentu saja contoh sederhana. Contoh yang lebih rumit disajikan oleh banyak penulis terkenal. Tak hanya setting tempat dan kondisi, melainkan juga budaya yang mereka masukkan ke dalam tulisan. Ketika Andrea Hirata menuliskan budaya menjemur batu baterai radio supaya baterainya terisi kembali, saya sebagai pembaca langsung tersenyum dan membayangkan jejeran batu baterai yang ditaruh di atap rumah. Generasi sekarang mungkin tidak mengenal kebiasaan itu, namun bagi kami yang sempat mencecap kehidupan tahun 80-an, tradisi menjemur batu baterai adalah benar adanya.

Jika memang fiksi wajib disertai fakta yang lengkap, sejauh mana fakta tersebut layak disajikan?

Dan Brown bukan satu-satunya penulis yang pernah mengalami pencekalan atas karyanya. Harry Potter karya J.K Rowling pun sempat disebut-sebut menyesatkan sebab mengajarkan sihir kepada anak, sesuatu yang dilarang oleh ajaran agama.

Lolita (1955), novel fiksi karangan Vladimir Nabokov, juga masuk ke dalam daftar buku kontroversial. Lolita mengetengahkan jalinan hubungan 'tak sepantasnya' antara seorang pria paruh baya dengan seorang anak perempuan di bawah umur. Banyak kalangan menilai buku ini menularkan kecenderungan seksual pedofilia, yaitu kecenderungan hasrat seksual kepada anak kecil.

Buku-buku lainnya yang juga pernah dinilai kontroversial adalah The Communist Manifesto, The Catcher in The Rye, Huckleberry Finn, The Lord of Flies, dsb. Di tanah air sendiri, buku-buku Pramoedya Ananta Toer pernah dilarang peredarannya, sebab dinilai memuat ajaran komunisme. Larangan ini kemudian hilang sendirinya sejak peristiwa reformasi tahun 1998.

Fiksi seringkali dipandang sebagai bacaan 'bohongan' dan ditujukan sebagai hiburan. Namun fiksi, seperti halnya genre nonfiksi, juga wajib padat dan bergizi, dengan memasukkan unsur fakta secara jelas dan bernas. Seorang penulis bertanggungjawab penuh atas apa yang dituliskannya, fakta maupun fiksi. Sebab boleh jadi pembaca akan terpengaruh melakukan apa yang ia tuliskan dalam bukunya.

Sementara pembaca, selain menikmati karya fiksi maupun nonfiksi, seyogyanya menjadi pembaca yang kritis dan cerdas. Apapun yang kita baca, selalu ada dua sisi baik dan buruk. Penulis menunaikan tugasnya dengan melakukan riset, berpikir dan menulis. Pembaca, melaksanakan tugasnya dengan membaca, berpikir dan mencerna.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun