Perlawan pun segera dilancarkan hingga Komando Langkat Area berhasil menguasai kembali kota Stabat, meskipun hanya bertahan selama 6 jam. Pada hari yang sama di wilayah lain, tepatnya di Binjai terjadi pertempuran yang tak seimbang karena laskar rakyat kalah jumlah.
Akibatnya, para tentara terpaksa mundur dan meninggalkan kota Binjai menuju ke arah Bekiung. Belanda yang mengetahui tempat pelarian tentara pun tak berdiam diri. Satu hari kemudian, pada 25 Juli 1947, mereka bergerak ke arah Bekiung, menyerang tentara dengan persenjataan lengkap.
Tentara yang tak memiliki persiapan apa-apa untuk menghadapi serangan penjajah pun terkepung. Mereka ditembaki tanpa ampun hingga jiwa-jiwa berguguran. Belanda terus bergerak berusaha merebut seluruh wilayah.
Aksi membumi-hanguskan kota
Menurut sejarawan Irini Dewi Wanti dalam "Peristiwa Bumi Hangus Pangkalan Brandan", wilayah-wilayah dari Kuala dan Tanjung Pura melakukan aksi bumi-hanguskan kota karena khawatir kota akan jatuh ke tangan Belanda dan menjadi kantong-kantong musuh.
Kabar pun mulai tersiar bahwa Belanda bergerak ke arah Pangkalan Brandan. Oleh karena itu, pada 6 Agustus 1947 diadakan pertemuan darurat untuk menyatukan seluruh kekuatan di bawah satu komando, yakni Komando Langkat Area sebagai benteng terakhir yang menghalau Belanda memasuki Pangkalan Brandan dan Pangkalan Susu, dua tambang minyak yang jadi incaran mereka.
Namun demikian, komando tersebut kalah persenjataan. Mengingat Belanda akan datang dengan pasukan yang banyak dan melakukan serangan besar-besaran ke Pangkalan Brandan, akhirnya komando menitahkan sebuah perintah untuk membumi-hanguskan Pangkalan Brandan.Â
Gagasan tersebut mendapat dukungan dari organisasi politik, badan perjuangan, dan rakyat Teluk Haru, mengingat sumber minyak Pangkalan Brandan merupakan incaran utama Belanda.Â
Lalu pada 12 Agustus 1947 dikeluarkan lah seruan kepada rakyat untuk mengosongkan daerah Pangkalan Brandan sejauh radius tiga kilometer dengan menggunakan kereta api dan truk angkutan yang disediakan oleh pasukan tentara.Â
Akhirnya, tepat pada 13 Agustus 1947 pukul 03.00 pagi, saat orang-orang sedang tidur nyenyak, tambang minyak pun dibakar, yang dimulai dengan tangki-tangki raksasa, fondasi penyulingan minyak, bangunan kilang, dan gedung perusahaan tambang minyak.
Aksi pembakaran tersebut menghasilkan kepulan asap hitam yang membumbung tinggi hingga 5.000 kaki ke udara. Api mulai menjalar ke pelabuhan dan barak tentara hingga pagi hari.Â