Mohon tunggu...
Irma LamriaTambunan
Irma LamriaTambunan Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Saya adalah

Irma pahlawan bertopeng

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pemerintah Pertimbangkan Sanksi Balasan Atas Uni Eropa

22 Agustus 2019   18:50 Diperbarui: 22 Agustus 2019   18:56 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Biodiesel (ilustrasi oleh liputan6.com)

Bosan dengan kata-kata, mungkin kali ini saatnya ambil tindakan tegas!

Pemerintah Indonesia telah berulang kali menyampaikan tanggapan kepada Uni Eropa (UE) terkait tuduhan subsidi. Salah satu yang digugat adalah berkaitan dengan insentif yang diberikan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) terhadap industri biodiesel.

Berdasarkan dokumen keputusan Komisi UE, pengadu menyampaikan bahwa ada subsidi yang dilakukan pemerintah Indonesia melalui BPDPKS. Subsidi dilakukan dengan memberikan hibah kepada produsen biodiesel Indonesia. 

Dikatakan, BPDPKS membayar jumlah perbedaan antara harga referensi Indonesia untuk biodiesel dan harga referensi untuk minyak diesel. Tuntutan tersebut seharusnya terbantahkan mengingat BPDPKS bukan merupakan bagian dari pemerintah.

Indonesia pun dinilai melakukan intervensi terhadap harga CPO. Intervensi dilakukan dengan mengendalikan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) untuk menjual CPO dengan harga terendah.

Alhasil, UE tetap bergeming. Mereka tetap bersikukuh menerapkan tarif bea masuk atas produk biodiesel asal Indonesia sebesar 8%---18%. Kebijakan itu berlaku provisional alias sementara per 6 September 2019, dan rencananya ditetapkan secara definitif per 4 Januari 2020 dengan masa berlaku selama 5 tahun.

Pemerintah lewat Kementerian Perdagangan (Kemendag) sudah melayangkan surat keberatan ke World Trade Organization (WTO) atas penerapan bea masuk untuk produk biodiesel dari Indonesia ke benua biru. Saat ini Kemendag tengah menunggu balasan surat dari WTO tersebut.

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita bilang, pemerintah juga telah memikirkan opsi untuk melakukan langkah serangan ke negara-negara benua biru. Terutama untuk melihat produk-produk dari Eropa yang masuk ke pasar Indonesia, salah satunya ada produk susu.

Sayang, rencana ini sempat mendapat tantangan dari industri susu lokal yang salah satu sumber mendapatkan bahan baku susu dari Eropa. "Sebenarnya nilainya juga tidak terlalu besar," aku dia.

Sebetulnya ada produk yang punya nilai signifikan saat diimpor dari Eropa ke Indonesia. Produk tersebut tidak lain dan tidak bukan adalah pesawat Airbus, yang berasal dari Prancis. 

Maklum, harga satu pesawat terbang besutan Airbus tergolong sangat mahal. Satu unit pesawat Airbus tipe A330-800 Neo bernilai sebesar US$238,5 juta. Tipe A330-900 Neo bernilai US$259,9 juta, sementara tipe paling besar, A380 harganya mencapai US$445 juta atau lebih dari Rp6 triliun per unit.

Namun ia belum bisa memastikan apakah opsi ini bakal terlaksana atau berbentuk kebijakan yang bisa dikenakan biaya tambahan jika masuk pasar Indonesia. Selain Airbus, ada juga produk lainnya yang masuk ke pasar lokal, yakni radar.

"Tapi itu juga masih sekadar opsi, dan kami tengah mencari cara apa yang bisa membuat radar ini kena bea masuk. Apakah dari sisi kesehatan, misalnya radar bisa mengganggu kesehatan. Ini yang akan kita masih telaah," terang Enggar.

Sumber 1
Sumber 2

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun