Mohon tunggu...
Irma Inong
Irma Inong Mohon Tunggu... lainnya -

aku, ada

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Bapak

6 Juli 2015   11:21 Diperbarui: 6 Juli 2015   11:21 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

@ 2 Ramadan Tahun Pertama

Hidup ini seperti sepak bola, harus memainkan peran masing-masing sebaik mungkin untuk membuat gol sebagai tujuan. Jangan jadikan peranmu menjadi beban. Kamu dan saudara-saudaramu harus saling membantu dan menghargai. Pemain sepak bola tak akan bisa membuat gol kalau tak ada kerja sama. Begitupun dengan kamu dan saudara-saudaramu. Bapak tak tahu sampai kapan akan terus bersama kalian.

@ Sepuluh Ramadan Tahun Pertama

Bukannya ingin membebanimu dengan tanggung jawab yang berat padamu sebagai anak sulung tapi karena bapak percaya padamu bahwa kau dan adik-adikmu bisa menjadi seperti tim sepak bola yang tangguh setelah bapak nggak ada. Jagalah ibumu, saudara-saudaramu dan harga diri keluarga.

@. Tiga Puluh Ramadan Tahun Pertama

Ifat, maafkan bapak…Bapak sangat menyayangimu. Ditengah gema takbir mengangkasa mengagungkan asma Yang Maha Kuasa, bapak tersudut dalam ruangan gelap karena kehilanganmu, anakku.

@ Satu Ramadan Tahun Kedua

Ramadan ini adalah kali keduaku menjalaninya tanpamu, anakku

Kepergianmu telah mengajarkanku betapa indahnya kasih sayang

Bapak merindukan candamu kala menggoda adik-adikkmu

Menjadikan perihnya hati

Kalau sudah begini

Aku ingat do’a anak yang sholeh betul adanya

Untuk kebahagiaan orang tua, apakah kau masih mendo’akan bapak?

Bapak akan selalu merindukanmu

@ Tiga Puluh Ramadan Tahun Kedua

Masih sama, bapak sayang kamu Ifat. Maafkan bapak, untuk kali kedua di hari fitri ini kau tak pulang bahkan kabar kedaanmu pun tak kau berikan. Sikap kerasmu kepalamu adalah sikap keras kepala bapak. Kenapa dulu bapak tak mengalah demi cita-citamu, dan kenapa penyesalan selalu di akhir.

@ Lima Ramadan Tahun Ketiga

Bapak tak tahu, darimana biaya kuliahmu selama ini. tapi bapak yakin kau bisa mengatasinya. Dengan kepandaianmu, beasiswa takkan sulit kau dapat.

@ Tujuh Belas Ramadan Tahun Keempat

Bapak bangga padamu, kau masuk PTN pilihanmu tanpa tes. Ucapan selamat pun tak sempat bapak sampaikan.

@ Dua Puluh Satu Ramadan Tahun Keempat

Ifat, apa kau rindu bapak? Atau kau sudah menganggap bapak tak ada? Kalau memang pertentangan kita dulu membuat sakit hati yang dalam hingga kau menghukum bapak seperti ini, apa yang bapak harus lakukan untuk menebus semua ini? Bapak rindu padamu, Ifat.

@ Lima Ramadan Tahun Kelima

Akhir-akhir ini dada bapak sering nyeri, mungkin kecapaian. Hanya satu yang membuat bapak bisa menahan nyeri itu, yaitu bapak ingin jumpa denganmu Ifat walau sekali saja sebelum bapak pergi meninggalkan kalian semua.

@ Tiga Puluh Ramadan Tahun Kelima

Serangan nyeri itu semakin sering datang. Atau itu efek menahan beban salah yang bapak tanggung atasmu, Ifat? Kalau ya, bapak minta maaf yang sangat padamu.

@ Satu Syawal

Bisa saja bapak menemukanmu dengan bekal nama, jurusan dan nama PTN tempat kau belajar untuk menebus segala kesalahan bapak, tapi tak tahu kenapa itu berat rasanya. Bapak minta maaf…

*****

Sehari usai pemakaman bapaknya, ibunya memberikan sebuah buku penuh catatan bapaknya. Perang dingin antara Ifat dan bapaknya dimulai sejak lima tahun lalu. Kondisi ini belumlah cair hingga kabar yang sangat mengguncang jiwa Ifat. Bapaknya meninggal karena serangan jantung. Dan itu yang kini menjadi penyesalan Ifat.

Sebenarnya Ifat sudah merencanakan pulangnya kali ini adalah untuk pembuktian kepada bapaknya bahwa jurusan pilihannya taklah salah. Sebulan setelah kelulusannya, ia diterima sebagai asisten manager pabrik perkebunan sawit ternama. 

Lima tahun lalu, setelah kelulusan SMA Ifat berkeinginan melanjutkan ke fakultas teknik sedangkan bapaknya ingin Ifat melanjutkan ke fakultas keguruan jurusan MIPA. Bapaknya bersikeras Ifat harus menjadi guru seperti profesi bapaknya, Ifat kukuh dengan pilihannya. Sedangkan bapaknya bukanlah orang yang banyak bicara tapi perkataannya bagaikan titah raja yang harus dilaksanakan.

Karena saling kukuh dengan pendirian masing-masing, Ifat nekat pergi dari rumah begitu ia diterima di sebuah PTN sesuai jurusan pilihannya. Bahkan keangkuhannyalah yang menahan rasa rindu dan bersalah kepada bapaknya selama lima tahun. Sedangkan bapaknya tak ada keberanian untuk memulai mencairkan situasi.

*****

@ Tiga Syawal Tahun Kelima

Bapak, kepulangan Ifat ini bukanlah untuk menghadiri pemakaman bapak tapi untuk mengabarkan bahwa Ifat sudah keterima kerja, bapak bahagia kan? Ifat akan mengambil alih tanggung jawab keluarga, ibu dan adik-adik. Selama lima tahun Ifat memendam rindu dan rasa bersalah yang besar kepada bapak. Ifat terlalu angkuh untuk itu semua. Ifat sudah durhaka kepada bapak.

Terlambatkan Ifat memohon maaf atas semua itu? Kini, hanya do’a yang hanya Ifat persembahkan untuk bapak. Maafkan anakmu yang durhaka ini…

*****

Dengan isak tangis yang tertahan,  Ifat menutup buku yang masih penuh catatan bapaknya selama lima tahun. Ifat juga sayang bapak, maafkan anakmu…

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun