Mohon tunggu...
Hanumi Amalyh
Hanumi Amalyh Mohon Tunggu... Mahasiswa - Akun penikmat huruf yang bukan rumus

Seorang yang menyentuh apapun lalu menjadikannya baper dan galau

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Berhitung

6 Desember 2021   20:06 Diperbarui: 6 Desember 2021   20:33 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Hujan itu mengambil tiga per tujuh kesadaran.

Bulir-bulirnya bertebaran di sekitarku yang perlahan 

menyisir rambutnya dengan jari. 

Kami mendengar yang tak mungkin didengar.


"Hidup kita pagi nanti akan berhenti mengerjap. Barangkali, kau penyair, bisa tidak meredakannya."


Aku mengangguk ketika dia tersenyum 

dengan mata basah yang menolak karena hujan.


Sebermula pada 'kucing yang jatuh dari ketinggian',

realita kami menunggu di balik pintu. 

Melebat basah kami, 

ketika kemarin dan saat ini 

saling menghantam. Bahwa sementara aku berjalan semenjana 

untuk kami yang besoknya mengapung di permukaan air mata.


"Puan, kau cantik sekali."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun