Mohon tunggu...
Irma Damayanti
Irma Damayanti Mohon Tunggu... -

Students of State Islamic University of Maulana Malik Ibrahim Malang II Social Science Education Department II Institution of Studies, Research and Development for Student II Muhammadiyah Students Association

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Elegi Kasih di Tepian Curam

10 Mei 2016   18:05 Diperbarui: 10 Mei 2016   19:16 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mutiah terperanjat, ia bangun dari tempatnya dan memutar kepalanya ke arah sumber suara. Ia tersenyum getir kemudian tertawa, baru ia akan membuka mulut tiba-tiba terdengar suara yang tak asing di telinganya.

“ kalian salah sangka, bukan pemujaan yang ia lakukan ia hanya… “ Mak Na belum menyelesaikan ucapannya, namun dengan lantang Muti’ah memotong pembelaannya.

“ Yah, aku memang melakukan pemujaan. Pemujaan yang memang pantas untuk dipuja” ia masih tersenyum getir.

Sontak semua yang ada disana terkejut, terutama Mak Na, tak percaya dengan apa yang diucapkan cucunya tersebut.

“IstighfarNak, terlampau jauh kau bertindak, hentikan semuanya sebelum terlambat” ucap Mak Na tertatih.

“ sudahlah Mak, jangan kau bela pendosa ini!!”

“ pergi saja kau dari desa kami, jangan kau kotori desa ini dengan aib mu itu!!”

Warga desa mulai menyudutkan Muti’ah, ia semakin mundur dan mundur dari tempatnya semula berdiri hingga benar-benar berada di tepian jurang yang curam itu. Entah, ilham dari mana yang ia dapatkan, terbesit dalam pikirannya untuk meloncat ke dasar jurang. Dengan ragu ia menatap ke bawah jurang. Curam, hitam pekat menutupi dasarnya hingga tak terjangkau oleh mata. Namun, tak ada pilihan lain, untuk apa mempertahankan hidup jika orang lain tak menerima bagaimana cara ia menjalani kehidupannya. Bahkan mereka menyebutnya pendosa. Mencintai terlalu dalam, pendosakah ia??.

Matanya menyapu ke arah kerumunan warga, mencari sosok tua itu. Disana ia menemukannya, menatapnya dengan tatapan memohon agar ia benar-benar tak menjatuhkan dirinya ke dasar jurang. Muti’ah merasa sangat iba dengan tatapan wanita itu, sejenak ia ragu, haruskah ia melanjutkan tekadnya. Tak ada dorongan yang lebih kuat dari dorongan cintanya,

Kembali ia menatap lembara foto yang sedari tadi digenggamnya, ia yakin dengan keputusannya. Mungkin dengan cara ini ia bisa bertemu dengan Mada, menyatukan alam mereka, menumpahkan kerinduan yang selama ini hanya bisa ia tahan dan mengabadikan cinta mereka.

“ Maaf Mak, tak ada yang lebih penting selain Mas Mada, tak ada yang menerima cara ku untuk bertemu dengan Mas Mada disini, biarlah ini menjadi cara ku untuk bisa berjumpa lagi dengannya, tanpa ada seorangpun yang akan menganggu.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun