Mohon tunggu...
Irma Ayu Nara Sulih_PWK_UNEJ
Irma Ayu Nara Sulih_PWK_UNEJ Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa teknik 22

Sosial

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Rumah Melindungi Bukan Membahayakan

5 Oktober 2022   20:28 Diperbarui: 5 Oktober 2022   20:38 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hidup di perkotaan tentunya tidak luput dari berbagai macam permasalahan. Permasalahan itu ada karena manusianya itu sendiri. Permasalahan umum seperti kepadatan penduduk merupakan awal dari permasalahan lainnya, seperti kepadatan transportasi di jalan atau kemacetan, tingkat kriminalitas yang semakin tinggi, masalah lahan yang berkurang akibat kebutuhan  tempat tinggal, dan masalah lainnya. 

Padatnya jumlah penduduk di perkotaan ini umumnya dikarenakan adanya pertambahan jumlah penduduk secara alamiah, urbanisasi, migrasi, dan faktor lainnya.

Semakin banyak orang yang berpindah, maka semakin banyak pula lahan yang digunakanan untuk tempat tinggal atau dibangun rumah -- rumah warga. 

Masyarakat kurang peduli dengan keadaan sekitar rumahnya. Persoalan tempat tinggal yang dirasakan masyarakat yang memiliki ekonomi rendah, yaitu ketidakpastian status hukum penguasaan/penggunaan lahan, menempati lahan yang tidak direkomendasikan sebagai daerah hunian dan lahan publik.

Permasalah ini masih banyak terjadi baik di daerah perkotaan kecil maupun di kawasan metropolitan. Lahan -- lahan tersisa yang berada di tempat yang tidak direkomendasikan untuk dihuni seperti bantaran sungai, penyangga jalan kereta api, bandara, dan kawasan sekitar pembuangan akhir sampah. 

Tempat -- tempat tersebut tidak direkomendasikan karena tidak termasuk kategori pemukiman sehat yang memiliki persediaan air bersih, sistem pengelolaan sampah, sistem pengelolaan air limbah, tatabangunan, saluran air hujan, penanggulangan bahaya kebakaran, serta pencemaran air, udara, dan tanah.

Kasus ini masih sering ditemukan di daerah -- daerah perkotaan. Pada bantaran sungai yang seharusnya diberi jarak 1 meter, tetapi malah dibangun rumah. Pada bantaran sungai ini dilarang membangun bangunan karena akan mempersempit badan sungai yang mengakibatkan terjadinya banjir. 

Tidak hanya itu, jika dibangun rumah di bantaran sungai, maka sungai tersebut juga lama -- lama akan tercemar karena limbah -- limbah yang dihasilkan rumah tangga. 

Tidak jarang mereka yang tinggal disana membuang sampah ke sungai dan tidak hanya satu rumah yang tinggal di bantaran sungai, maka hal tersebut tidak hanya berdampak bagi mereka saja yang tinggal disana, tetapi warga -- warga lain juga ikut terdampak contohnya jika ada banjir. Masalah ini masih perlu tindakan tegas dari Pemerintah agar dampak tersebut masih bisa dikendalikan dan tidak bertambah fatal.

Tinggal di bantaran sungai juga termasuk ke dalam kriteria pemukiman kumuh dan pemukiman tersebut juga tidak layak huni. Kriteria pemukiman kumuh yang dimaksud diantaranya ketidakmampuan mengalirkan limpasan air hujan, ketidaktersediaan sistem pengelolaan air limbah, tercemarnya lingkungan sekitar,ketidaktersediaan sistem pengelola persampahan, tercemarnya lingkungan sekitar oleh sampah, dan lain -- lain.  

Contohnya jika terjadi pencemaran sungai akibat limbah pabrik yang dibuang sembarangan dan limbah rumah tangga, lalu masyarakat sekitar menggunakan air tersebut, maka akan timbul berbagai persoalan penyakit. 

Kurangnya akses terhadap lahan yang layak dan terjangkau menjadi salah satu penyebab dari adanya pemukiman kumuh. Karena itu, masyarakat berekonomi rendah memilih untuk tinggal dimana saja selagi masih bisa untuk ditempati. Penyebab lainnya seperti lemahnya perilaku hidup bersih dan sehat serta lemahnya penegakan hukum pembiaran dalam jangka waktu lama.

Selain di bantaran sungai, bangunan juga tidak boleh dibangun di sempadan rel kereta api. Dalam pasal 178 undang-undang nomer 23 tahun 2007 tentang larangan mendirikan permukiman di sempadan rel kereta api belum berjalan secara efektif disebabkan beberapa faktor diantaranya faktor ekonomi, keterbatasan lahan dan budaya masyarakat. Kurangnya keserasian antara pemerintahan daerah dan PT KAI Indonesia sebagai pemilik lahan jalannya kereta api dalam memiliki visi dan misi yang sejalan, yaitu menhindari adanya pemukiman masyarakat di daerah sepadan rel kereta.

Di dalam Undang -- Undang Nomor 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan kawasan permukiman sudah dijelaskan tentang larangan bagi siapapun untuk membuat permukiman di sepadan rel kereta api, hal ini tertuang dalam pasal 140 yang berunyi: "Setiap orang dilarang membangun, perumahan, dan/atau permukiman di tempat yang berpotensi dapat menimbulkan bahaya bagi barang ataupun orang." seperti yang tertulis dalam Undang -- Undang tersebut mengenai pemukiman yang berpotensi  dapat menimbulkan bahaya, membangun pemukiman di sempadan rel dapat membahayakan orang -- orang yang tinggal di sekitarannya. 

Terlebih lagi jika banyak anak -- anak, tentu hal itu bisa sangat berbahaya jika terjadi kelalaian. Maka dari itu pemerintah menghimbau agar tidak membangun pemukiman di daerah sempadan rel kereta. Akan tetapi, hal tersebut masih sulit untuk dicegah karena masih banyak masyarakat yang ekonominya masih terbilang rendah dan juga lahan pemukiman yang semakin sempit. sehingga, lebih memilih menetap di tempat tersebut

Daerah lain yang berpotensi dapat menimbulkan bahaya yaitu pemukiman di saerah tanah yang rawan longsor. Dari namanya saja mungkin kita sudah bisa mengetahui jika di tempat itu rawan bencana alam. Mungkin hari ini aman saja jika kita tinggal di daerah tersebut, tetapi kita tidak bisa memprediksi jika saat musim hujan tidak ada tempat berteduh lain, selain di rumah tersebut dan rumah yang seharusnya melindungi malah dapat membahayakan.

Hingga saat ini Pemerintah daerah dan BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) masih perlu mengontrol pembangunan pemukiman di daerah -- daerah yang rawan terjadi bencana. Dan juga masyarakat perlu mempertimbangkan jika melakukan pembangunan tempat tinggal, bangun di tempat yang aman, tidak membahayakan, dan bersih untuk keselamatan mereka.

Masih banyak permasalahan -- permasalahan lain terkait perumahan. Untuk mengatasinya dapat kita mulai dari kesadaran diri sendiri dan masyarakat sekitar, memahami tentang perumahan yang sehat. 

Diharapkan juga pemerintah daerah dapat membantu masyarakatnya dalam memiliki pemukiman yang layak huni, dengan meningkatkan kualitas pemukiman layak huni diprioritaskan untuk pemukiman kumuh caranya dengan membangun rumah sewa seperti rusunawa (rumah susun sewa sederhana), menata kembali dan merehabilitasi kawasan pemukiman kumuh, dan dengan memperbaiki sarana dan prasana.

Untuk permasalahan terbatasnya lahan dapat diatasi dengan membangun perumahan vertikal seperti apartemen ataupun rusunawi. Untuk meminimalkan penggunaan lahan untuk tempat tinggal dapat dibangun rumah yang disusun ke atas yang memiliki lebih banyak  kapasitas rumah untuk dihuni tanpa menggunakan banyak lahan. Rumah seperti ini juga dapat lebih baik, aman, dan sehat juga dapat membantu mengatasi permasalahan -- permasalahan perumahan.

Penanganan -- penanganan dalam mencegah dan mengatasi masalah perumahan lainnya adalah penerapan pola hunian berimbang pada perumahan horizontal, pengembangan penataan lingkungan permukiman dan pemantapan standar pelayanan minimal perumahan dan permukiman, pencegahan perubahan fungsi lahan, pelaksanaan analisis dampak lingkungan secara konsisten, dan menerapkan proses perencanaan dan perancangan kawasan permukiman yang partisipatif dan transparan.

Yang perlu kita lakukan selanjutnya adalah membangun rumah sehat agar tercipta kehidupan sehat secara fisik, mental, dan sosial, sehingga seluruh anggota keluarga dapat memperoleh derajat kesehatan yang optimal. 

Rumah sehat merupakan bangunan tempat tinggal yang memenuhi syarat kesehatan yaitu rumah yang memiliki jamban yang sehat, sarana air bersih, tempat pembuangan sampah, sarana pembuangan air limbah, ventilasi yang baik, kepadatan hunian rumah yang sesuai dan lantai rumah yang tidak terbuat dari tanah (Depkes RI, 2003).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun