Mohon tunggu...
Irhamna  Mjamil
Irhamna Mjamil Mohon Tunggu... Apoteker - A learner

Pharmacist | Skincare Enthusiast | Writer Saya bisa dihubungi melalui email : irhamnamjamil@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Pengalaman Berada di Ruang Isolasi Selama 12 Hari Membuat Saya Belajar Arti Bersyukur

9 September 2021   20:52 Diperbarui: 11 September 2021   16:42 469
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto oleh Serinus dari Pexels

Bulan Agustus 2021, di saat provinsi lain sedang mengalami penurunan kasus covid-19, sebaliknya kasus di Aceh naik 97%. Dulu hanya melihat ruang pinere dari TV. Tak pernah menyangka akan ada di dalam ruangan tersebut selama 12 hari. Menyaksikan mereka yang berjuang untuk hidup dan melawan covid-19 yang kian hari bermutasi menjadi lebih kuat. 

Ruang Pinere dan Cerita Mereka yang Berjuang Melawan Covid-19

Apakah saya positif covid-19 gejala sedang sehingga harus dirawat di ruang pinere? Jawabannya tidak. Saya hanya menemani ayah saya yang sedang berjuang melawan covid-19. 

Malam itu saya melihat sendiri bagaimana ruang pinere di daerah saya. Pinere yang berasal dari singkatan penyakit infeksi new-emerging dan re-emerging. Ruangan yang dulu saya lihat di televisi kini saya tempati. 

Saya tidak tahu bagaimana prosedur penanganan covid-19 di daerah lain. Di daerah saya, ketika ada pasien yang masuk ruangan ini maka 1 orang keluarga pasien boleh mendampingi. Syaratnya harus tetap tinggal dan tidak boleh keluar hingga pasien dinyatakan sembuh. Jika ditanya alasannya mengapa diperbolehkan. Jawabannya adalah tenaga kesehatan yang tidak cukup. 

Tenaga kesehatan tidak bisa menjaga pasien covid-19 untuk hal-hal kecil dan juga selama waktu 24 jam. Wajar saja pada akhirnya rumah sakit memperbolehkan satu orang pasien didampingi oleh satu anggota keluarga. 

Ruangan yang ditempati oleh ayah saya berisi 3 orang. Ada 2 tempat tidur yang diisi oleh pasien selain ayah. Ayah saya menderita gejala covid-19 sedang sehingga, hanya dirawat di ruangan biasa. 

Berada di rumah sakit pada hari pertama ayah tidak menderita demam maupun batuk lagi. Permasalahan ayah hanya saturasinya yang belum normal sehingga, tidak diperbolehkan pulang. 

Saya merasakan beliau sangat bosan di hari ketujuh dan sempat meminta pulang namun, karena saturasi kami belum mengizinkan ayah pulang. Saya paham sekali mengapa ayah bosan karena selama hidupnya belum pernah menginap di rumah sakit selama ini. 

Selain itu, karena ada salah satu pasien yang cukup berisik membuat ayah tidak bisa tidur. Ayah juga hanya duduk di kasur rumah sakit karena kami belum membawanya keluar untuk berjemur.

Tentu saja beliau yang selama ini beraktivitas dan berolahraga sangat bosan. Di hari berikutnya kami langsung mengeluarkan untuk berjemur agar beliau tidak bosan. Setelah berjemur kondisi beliau semakin membaik dari hari ke hari. 

Lantas apa yang saya pelajari selama 12 hari di ruangan pinere ? 

1. Belajar arti syukur

Saat ada di rumah sakit saya belajar bahwa uang tak bisa membeli sehat. Bersyukur jika saat ini masih diberi kesehatan dan dapat beraktivitas seperti biasanya. 

Di dalam rumah sakit dengan kondisi tak bisa beraktivitas seperti biasanya tentu saja menimbulkan rasa bosan yang luar biasa. Jadi, ketika kita masih diberikan kesempatan untuk beraktivitas seperti biasa maka bersyukurlah. Rasa lelah kita bisa saja dirindukan oleh mereka yang harus berbaring di rumah sakit. 

2. Oksigen adalah Harta yang Luar Biasa

Virus covid-19 yang menganggu sistem pernafasan membuat banyak orang sulit bernafas. Tak heran oksigen adalah hal yang diperlukan bagi pasien. 

Sebagus apapun oksigen yang dibuat oleh manusia tentu saja tak dapat meniru ciptaan Tuhan. Jadi, bersyukurlah jika masih menghirup oksigen tanpa harus menggunakan alat bantu. 

3. Covid-19 adalah Nyata dan Berhenti Menyepelekan

Pelajaran terakhir yang saya pelajari adalah virus covid-19 nyata dan berhenti menyepelekan. Dalam ruangan pinere tersebut saya melihat seorang pasien yang gejalanya bisa dikatakan ringan namun, karena merasa masih muda menganggap bahwa virus ini tidak ada apa-apanya. 

Empat hari sejak berada di ruangan, kondisi beliau memburuk karena tidak nafsu makan. Saturasi terus turun dibawah 90% meskipun telah menggunakan oksigen dan harus dipindahkan ke ruangan ICU untuk mendapat oksigen tekanan tinggi. Sayangnya pasien tersebut telah meninggal di hari ayah pulang rumah sakit. 

Doa saya untuk dunia ini adalah semoga pandemi ini berakhir dan semoga kompasianer semua diberikan kesehatan serta tidak diberikan kesempatan untuk merasakan ruangan pinere. Semoga luka di tahun 2020 dan 2021 diganti dengan kebahagiaan di tahun depan.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun