Mohon tunggu...
Irhamna  Mjamil
Irhamna Mjamil Mohon Tunggu... Apoteker - A learner

Pharmacist | Skincare Enthusiast | Writer Saya bisa dihubungi melalui email : irhamnamjamil@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kisah Kambing Pak Karim dan Keserakahannya

20 Juli 2021   15:55 Diperbarui: 20 Juli 2021   15:56 471
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Juragan kaya tersebut sedang duduk di teras depan rumahnya. Ia terlihat sedang santai sembari meminum secangkir kopi hitam kesukaannya. Sesekali ia mengambil gorengan yang telah disiapkan istrinya. 

Pak Karim adalah seorang juragan kambing yang sangat terkenal di desa ini. Kekayaannya bahkan sudah tak mampu dihitung lagi. 

Lihat saja rumahnya. Di desa yang notabene adalah rumah sederhana. Berbeda dengan pak Karim yang membangun rumah dengan mewah. 

Halaman rumah cukup mewah dengan beraneka ragam bunga yang ditanam istrinya. Di dalam rumah kita akan terpana dengan interior rumah yang bagus. Ada kolam renang di tengah-tengah rumah yang menambah keindahan interior dalam rumah. 

Anak-anaknya juga dikenal cerdas. Si sulung sudah bekerja di ibu kota. Perusahaannya tempat bekerja sangatlah bagus. 

Si tengah sedang berkuliah di salah satu kampus negeri di kota K. Tak terlalu jauh dari desa namun, hanya anak-anak cerdas yang mampu bersekolah di sana. 

Si bungsu pun sedang berkuliah di luar negeri. Lebih tepatnya di negeri seberang yang terkenal dengan teknologinya. Tak tanggung-tanggung si bungsu juga mendapat beasiswa. 

Memiliki istri yang cantik, anak-anak yang cerdas, dan harta yang banyak tak membuat pak Karim bersyukur. Ia sangat sombong dan pelit. Bahkan ia tidak pernah membayar zakat selama hidupnya. 

"Buat apa aku membayar zakat ? Jika orang miskin ingin kaya maka mereka harus bekerja keras seperti aku " katanya setiap ada petugas zakat yang datang ke rumah. 

Ia sangat menjaga harta dengan baik. Setiap hari ia selalu mengecek jumlah kambing yang dijual. Tak lupa menghitung penjualan yang tak boleh kurang seribu rupiah pun. 

Di samping rumah pak Karim, ada rumah pak Rahmat yang kondisinya bak langit dan bumi. Rumah pak Rahmat berdinding kayu. Lantai rumahnya terbuat dari semen yang jika diinjak sangat kasar dan menyiksa kulit kaki. 

Di dalam rumah juga tak terdapat peralatan apa pun. Hanya kasur kayu tempat ia dan istrinya tidur serta kasur yang sudah usang di kamar anak-anaknya tidur. 

Ada dua kursi kayu di ruang depan sebagai pelengkap jika ada tamu datang. Satu-satunya harta berharga yang ia miliki adalah seekor kambing yang dirawat dengan sepenuh hati. 

Sehari-hari ia bekerja sebagai petani dan menggarap kebun orang. Upahnya hanya cukup untuk makan sehari-hari. Pak Rahmat tidaklah pelit. Justru ia sangat rajin bersedekah. 

"Kau bersedekah itu tak mampu membuat hartamu banyak berkali-kali lipat Rahmat. Kau hanya menghabiskan hartamu saja" sindir pak Karim suatu hari.

" Aku bersedekah sebagai ucapan rasa syukur, bukan ingin kaya" 

Bulan berganti bulan. Tersiarlah kabar kepala negeri ini sedang mencari seekor kambing yang sangat lezat. Kambing tersebut akan dibayar dengan harga yang sangat mahal. 

Tentu saja pak Karim sangat girang mendengar kabar tersebut. Ia yakin sekali kambingnya yang akan dibeli oleh kepala negeri ini. Harganya cukup mahal dan bisa membeli 100 kambing lainnya. 

Ketika utusan kepala negeri datang ke desa mereka. Ia langsung memperlihatkan semua kambingnya. Kambing yang ia anggap berkualitas tinggi. 

Sangking serakahnya pak Karim ia tak memperbolehkan warga desa lain untuk menunjukkan kambing mereka. Jika ada ia tak segan-segan untuk memarahi dan tidak akan memberi pinjaman bagi warga tersebut. 

Pak Karim memang memberi pinjaman bagi para penduduk desa dengan bunga 10 persen dari pinjaman. Ia berkata bahwa bank di kota-kota juga menerapkan aturan seperti ini. 

Hingga kambing yang terakhir ditunjukkan, utusan kepala negeri tak tertarik membelinya. Kambing-kambingnya gemuk namun, entah mengapa terlihat tak menarik. 

Ketika hendak pamit, utusan kepala negeri tersebut tak sengaja melihat kambing pak Rahmat. Ia langsung tertarik dan mendatangi kediaman pak Rahmat. 

"Rahmat, kau tak usah berharap kambingmu yang akan dibeli. Jika kambing itu yang dibeli, aku akan memberikan semua kambingku padamu" ucap pak Karim di hadapan semua warga yang sedang melihat dengan nada meledek. 

Tak disangka ternyata utusan kepala negeri membeli kambing tersebut. Pak Karim nampak depresi dengan omongannya. Sayang omongan tak bisa ditarik. Sehari sesudah memberikan seluruh kambing tersebut, ia jarang keluar rumah lagi. Tak ada yang tahu bagaimana nasib pak Karim yang serakah bagaimana.

Nenek selesai menceritakan dongeng padaku tepat di lebaran haji kali ini. Dongeng ini dibaca sebagai pengingat untuk tidak serakah dan selalu bersyukur meskipun dalam keadaan sulit seperti pandemi kali ini. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun