Mohon tunggu...
Irhamna  Mjamil
Irhamna Mjamil Mohon Tunggu... Apoteker - A learner

Pharmacist | Skincare Enthusiast | Writer Saya bisa dihubungi melalui email : irhamnamjamil@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Benarkah di Masa Depan Milenial Muda Tak Mampu Membeli Rumah?

13 Juni 2021   10:05 Diperbarui: 15 Juni 2021   17:55 1161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Generasi milenial, segment sasaran terbesar pengembang perumahan (SHUTTERSSTOCK/RUSTLE)

Harga rumah dari tahun ke tahun semakin meningkat. Di tahun 2015, saya masih melihat ada rumah dengan harga yang terjangkau. Di tahun 2020, saya terkejut ketika mendengar rumah yang dibeli harganya mahal namun, tidak begitu luas. 

Semakin banyak anak muda yang tak mampu membeli rumah. 

Survei yang dilakukan oleh rumah123.com di tahun 2019 terhadap 3.007 responden mengemukakan bahwa milenial memiliki kecenderungan untuk menunda pembelian rumah. 

Dalam artikel yang ada di kumparan, memaparkan berdasarkan hasil survei hanya 4,73 persen milenial muda yang berusia 22-28 tahun yang melakukan pembelian rumah. 

Milenial yang berusia 29-35 tahun yang melakukan pembelian rumah hanya sekitar 21,87 persen. Tentu saja artinya masih banyak milenial muda yang belum memiliki rumah. 

Ada survei lain yang juga menunjukkan bahwa sebanyak 52,4% kepala rumah tangga belum memiliki rumah. Dari 52,4 persen tersebut, kaum milenial yang paling dominan belum memiliki rumah. 

Tak hanya berdasarkan survei, di kehidupan nyata ada banyak sekali teman atau saudara saya yang belum memiliki rumah. Padahal umur mereka rata-rata sudah di atas 30 tahun, kebanyakan masih menyewa rumah atau tinggal bersama orang tua.

Ada banyak alasan mengapa milenial belum mampu membeli rumah. 

Ada banyak alasan mengapa milenial muda belum mampu memiliki rumah. Saya setuju berdasarkan data di atas jika banyak milenial yang belum memiliki rumah yang tepat, tentu saja ini berkaitan dengan biaya juga. 

Di daerah perkotaan sangat sulit menemukan rumah dengan harga terjangkau. Rata-rata rumah di daerah perkotaan memiliki harga yang mahal namun, luasnya sangat kecil. Teman-teman saya banyak yang beralasan jika membeli rumah haruslah sekali seumur hidup sehingga, harus sesuai dengan keinginan. 

Biaya juga berpengaruh terhadap rumah impian. Kebanyakan rumah impian para kaum anak muda memiliki luas yang standar, ada juga yang bermimpi memiliki rumah dengan halaman yang luas. 

Rumah impian tersebut sangat sulit didapat di daerah perkotaan dengan harga yang terjangkau, namun sedikit lebih mudah didapat di daerah pedesaan. 

Sayangnya banyak yang tak mungkin tinggal di daerah pedesaan karena alasan jarak dan juga pekerjaan. Alasan biaya sangat berpengaruh pada milenial muda yang ingin memiliki rumah impian. 

Gaya hidup milenial muda yang konsumtif menambah "sulitnya" membeli rumah di masa depan

Siapa yang masih mau membantah kaum milenial muda bukan generasi konsumtif? Saya yang termasuk milenial muda setuju sekali jika kaum muda memiliki gaya hidup konsumtif. 

Ketika saya masih semester 5, saya terkejut ketika mendapati banyak teman saya yang memiliki tabungan di bawah 3 juta, padahal jika dijumlahkan uang jajan mereka jauh di atas saya. Tentu saja bisa ditebak ke mana saja uang jajan mereka dihabiskan selama ini. Gaya hidup dan seringnya membeli minuman kekinian adalah penyebab uang mereka ludes. 

Banyak juga teman yang ketika saya tanyakan berapa jumlah uang yang berhasil ditabung untuk pernikahan, mereka banyak menjawab kurang dari 5 juta. Tentu saja saya terkejut karena teman yang saya tanyakan sudah bekerja kurang lebih dua tahun. 

Gaya hidup konsumtif dapat dilihat dari banyaknya kaum milenial muda yang duduk di warung kopi kekinian. Kebanyakan milenial muda akan memilih cafe yang bagus dan instagramable. 

Jika saya jumlahkan biaya sekali duduk sekitar 50 ribu - 100 ribu. Tentu saja jika dijumlahkan dalam sebulan biaya ini sangat besar dan jarang disadari oleh banyak milenial. 

Jika saya melihat paman dan ayah saya yang duduk di warung kopi, kebanyakan hanya menghabiskan uang Rp 20.000 rupiah. Kebanyakan warung kopi yang dipilih adalah warung kopi sederhana.

Hadirnya e-commerce yang memudahkan untuk berbelanja secara online menambah sulitnya para milenial muda mengatur keuangan. 

Kebanyakan para milenial muda mudah sekali tergoda dengan barang yang ada di internet, adanya media sosial juga menambah masalah baru. 

Tentu banyak para kaum muda yang tidak ingin mengupload fotonya di media sosial dengan baju atau outfit yang sama. 

Lantas apa benar di masa depan milenial muda akan sulit untuk memiliki rumah? 

Ilustrasi nongkrong | Foto oleh cottonbro dari Pexels
Ilustrasi nongkrong | Foto oleh cottonbro dari Pexels
Jika dilihat dari gaya hidup banyak milenial saat ini dan harga rumah yang semakin naik maka ada peluang besar banyak anak muda yang tak sanggup membeli rumah di masa depan. Tentu saja perubahan gaya hidup dan mulai menabung jangka panjang adalah kunci untuk bisa membeli rumah. 

Ada beberapa cara agar banyak anak muda mampu membeli rumah. Pertama, perubahan gaya hidup. Kebanyakan kaum muda senang sekali dengan hiburan, traveling, dan juga mencoba kopi atau minuma kekinian. Sah-sah saja sebenarnya jika suka ketiga hal di atas, namun harus diiringi dengan pengaturan keuangan yang baik.

Ada banyak yang bisa traveling, namun mengesampingkan dana darurat. Ada juga yang hobi minum kopi mahal, namun harus mengutang ke banyak orang. Gaya hidup tersebut bisa dikurangi dengan misalnya hanya membeli minuman kekinian seminggu sekali. Sehingga, keuangan tetap terjaga. 

Kedua, terapkan tujuan dan menabung jangka panjang. Jika ingin memiliki rumah maka menabung jangka panjang adalah kuncinya.

Bagi saya ketika saya ingin mencapai sesuatu maka saya akan membagi alokasi keuangan 60:40. 60 mencakup biaya untuk hidup sehari-hari. 40 adalah dana yang diperuntukkan untuk tabungan. Biasanya jika kita memiliki tujuan menabung akan lebih mudah untuk menahan membeli barang yang bukan kebutuhan. 

Ketiga, cari penghasilan tambahan. Kesulitan banyak kaum muda untuk membeli rumah adalah harga rumah yang semakin tinggi namun, tidak sebanding dengan jumlah gaji yang diterima. Sehingga, mereka sulit berhemat. Menurut saya, jika penghasilan yang saya peroleh tidak cukup maka saya akan memilih untuk mencari penghasilan tambahan dibandingkan berhemat secara ekstrem. 

Keuntungan kita yang hidup di era digital adalah banyak sekali cara untuk menghasilkan uang melalui internet. Jika suka membuat video ada youtube sebagai sarananya. Jika suka menulis ada banyak sekali cara untuk menghasilkan uang. Selama ada kemauan disitu akan banyak jalan. 

Sekian tulisan dari saya, semoga di masa depan saya dan kaum milenial muda lainnya bisa memiliki rumah impian. 

Referensi : satu dua 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun