Di daerah perkotaan sangat sulit menemukan rumah dengan harga terjangkau. Rata-rata rumah di daerah perkotaan memiliki harga yang mahal namun, luasnya sangat kecil. Teman-teman saya banyak yang beralasan jika membeli rumah haruslah sekali seumur hidup sehingga, harus sesuai dengan keinginan.Â
Biaya juga berpengaruh terhadap rumah impian. Kebanyakan rumah impian para kaum anak muda memiliki luas yang standar, ada juga yang bermimpi memiliki rumah dengan halaman yang luas.Â
Rumah impian tersebut sangat sulit didapat di daerah perkotaan dengan harga yang terjangkau, namun sedikit lebih mudah didapat di daerah pedesaan.Â
Sayangnya banyak yang tak mungkin tinggal di daerah pedesaan karena alasan jarak dan juga pekerjaan. Alasan biaya sangat berpengaruh pada milenial muda yang ingin memiliki rumah impian.Â
Gaya hidup milenial muda yang konsumtif menambah "sulitnya" membeli rumah di masa depan
Siapa yang masih mau membantah kaum milenial muda bukan generasi konsumtif? Saya yang termasuk milenial muda setuju sekali jika kaum muda memiliki gaya hidup konsumtif.Â
Ketika saya masih semester 5, saya terkejut ketika mendapati banyak teman saya yang memiliki tabungan di bawah 3 juta, padahal jika dijumlahkan uang jajan mereka jauh di atas saya. Tentu saja bisa ditebak ke mana saja uang jajan mereka dihabiskan selama ini. Gaya hidup dan seringnya membeli minuman kekinian adalah penyebab uang mereka ludes.Â
Banyak juga teman yang ketika saya tanyakan berapa jumlah uang yang berhasil ditabung untuk pernikahan, mereka banyak menjawab kurang dari 5 juta. Tentu saja saya terkejut karena teman yang saya tanyakan sudah bekerja kurang lebih dua tahun.Â
Gaya hidup konsumtif dapat dilihat dari banyaknya kaum milenial muda yang duduk di warung kopi kekinian. Kebanyakan milenial muda akan memilih cafe yang bagus dan instagramable.Â
Jika saya jumlahkan biaya sekali duduk sekitar 50 ribu - 100 ribu. Tentu saja jika dijumlahkan dalam sebulan biaya ini sangat besar dan jarang disadari oleh banyak milenial.Â