Mohon tunggu...
Irhamna  Mjamil
Irhamna Mjamil Mohon Tunggu... Apoteker - A learner

Pharmacist | Skincare Enthusiast | Writer Saya bisa dihubungi melalui email : irhamnamjamil@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Ibu, Mengapa Aku Dijodohkan dengan Lelaki Kaya?

20 Mei 2021   22:15 Diperbarui: 20 Mei 2021   22:16 548
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi sedih, Foto dari Pixabay oleh Pexels

Tak tega dengan orang tua adalah alasan pertama N akhirnya mengalah untuk dijodohkan lalu menikah. Alasan kedua mengapa ia menikah karena sang calon suami memberikan izin untuknya kuliah lagi. 

Sayangnya janji hanya tinggal janji. Setelah menikah, N tak diizinkan untuk sekolah lagi. Suami N yang diharapkan sang ibu bisa meningkatkan taraf kehidupan ternyata tidak bisa. Suami N sangat pelit terhadap keluarga N namun, sangat berbeda dengan keluarganya sendiri. Usut punya usut ternyata suami N  adalah tulang punggung keluarga sehingga memiliki kewajiban untuk membiayai adiknya bersekolah. 

Jika ditanya bagaimana kehidupan N sekarang. Saya akan menjawab dia sudah ikhlas dengan jalan hidupnya. Saya rasa yang sangat menyesal menjodohkan N dengan lelaki tersebut adalah ibunya. Kaya tidak, N pun tidak bisa bersekolah. Padahal jika N bersekolah, saya yakin kehidupan mereka akan jauh lebih baik.  

Tentunya ada pelajaran berharga yang dapat dipetik dari kisah sepupu saya. Saya tidak menentang perjodohan. Bagi saya cara orang memperoleh jodoh boleh saja berbeda-beda, salah satu caranya adalah dijodohkan. 

Berkaca dari kasus N, saya belajar bahwa perjodohan itu bukanlah memaksa. Sebelum memutuskan menikah atau tidak, tentu mereka yang dijodohkan harus saling mengenal.

Jika pada akhirnya mereka merasa tidak cocok, jangan memaksa untuk harus tetap cocok. Pernikahan yang bahagia bukan hanya soal cinta dan materi namun, soal kesamaan visi dan misi dalam menjalani hidup. 

Ketika visi misi menjalani hidup berbeda dan banyak orang berdalih bahwa di zaman dulu banyak yang bahagia meskipun menikah dijodohkan. Menurut saya berbeda, di zaman dahulu teknologi dan media sosial belum semaju sekarang. Bagi saya teknologi dan media sosial berpengaruh terhadap pernikahan di era sekarang. Jadi, jika dari awal tidak sesuai dengan visi misi lebih baik berhenti daripada lanjut yang berakibat pada perceraian. 

Saya juga belajar untuk tidak menggantungkan harapan terhadap orang lain. Dalam kasus ibu N yang menjodohkan anaknya berharap taraf kehidupan naik dan hasilnya nol besar. Dari peristiwa tersebut saya belajar bahwa hanya kitalah sendiri yang bisa menentukan bagaimana masa depan. 

Semoga kasus N bisa memberi pelajaran yang berharga tentang pernikahan yang dijodohkan. Mohon maaf jika ada kesalahan dalam tulisan ini. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun