Tak ada yang salah dengan perjodohan. Bagi saya yang salah adalah niat dan pemaksaan.Â
Orang tua saya adalah salah satu dari banyak pasangan yang menikah karena dijodohkan. Tentunya kehidupan orang tua sekarang bahagia. Orang tua saya adalah salah satu bukti bahwa menikah dengan dijodohkan tetap bisa bahagia.Â
Berbeda zaman tentu gaya hidup juga berbeda. Di zaman saya menikah dengan cara dijodohkan agak aneh terdengar. Bukan perjodohan yang biasa saya dengar namun, dicomblangin. Status mak comblang sangat bahagia rasanya jika pasangan yang dicomblangin berhasil menikah.Â
Ada teman saya yang menikah karena dijodohkan. Awalnya menolak namun, seiring dengan berjalannya waktu tiba-tiba rasa benci jadi cinta. Kalau sudah cinta maka perkara menikah bukanlah hal yang sulit.Â
Ada senang tentu juga ada kisah sedih soal perjodohan. Sepupu jauh saya mengalami hal yang buruk terkait perjodohan. Sebut saja nama sepupu saya N.Â
N sebenarnya adalah perempuan yang cerdas. Usia kami terpaut beda dua tahun. Sayangnya N tak sempat mengecap pendidikan tinggi hingga sarjana. Selain karena persoalan ekonomi, stereotip yang melekat di desa memang masih terdengar kuno.Â
Singkat cerita ibu N ini mendengar dari salah satu kerabat tentang lelaki kaya yang sedang mencari istri. Sebenarnya dari personal branding yang ada, saya melihat lelaki ini adalah lelaki yang baik. Ia memiliki usaha design interior yang maju di tempat kami.Â
Ibu N yang kebetulan janda berniat menjodohkan anaknya dengan lelaki tersebut. Tentu saja niatnya untuk memperbaiki taraf kehidupan. Awalnya N menolak karena alasan ingin melanjutkan pendidikan hingga ke kuliah namun, ibu N beralasan tak punya uang untuk membiayai pendidikan anaknya.Â
Tak tega dengan orang tua adalah alasan pertama N akhirnya mengalah untuk dijodohkan lalu menikah. Alasan kedua mengapa ia menikah karena sang calon suami memberikan izin untuknya kuliah lagi.Â
Sayangnya janji hanya tinggal janji. Setelah menikah, N tak diizinkan untuk sekolah lagi. Suami N yang diharapkan sang ibu bisa meningkatkan taraf kehidupan ternyata tidak bisa. Suami N sangat pelit terhadap keluarga N namun, sangat berbeda dengan keluarganya sendiri. Usut punya usut ternyata suami NÂ adalah tulang punggung keluarga sehingga memiliki kewajiban untuk membiayai adiknya bersekolah.Â
Jika ditanya bagaimana kehidupan N sekarang. Saya akan menjawab dia sudah ikhlas dengan jalan hidupnya. Saya rasa yang sangat menyesal menjodohkan N dengan lelaki tersebut adalah ibunya. Kaya tidak, N pun tidak bisa bersekolah. Padahal jika N bersekolah, saya yakin kehidupan mereka akan jauh lebih baik. Â
Tentunya ada pelajaran berharga yang dapat dipetik dari kisah sepupu saya. Saya tidak menentang perjodohan. Bagi saya cara orang memperoleh jodoh boleh saja berbeda-beda, salah satu caranya adalah dijodohkan.Â
Berkaca dari kasus N, saya belajar bahwa perjodohan itu bukanlah memaksa. Sebelum memutuskan menikah atau tidak, tentu mereka yang dijodohkan harus saling mengenal.
Jika pada akhirnya mereka merasa tidak cocok, jangan memaksa untuk harus tetap cocok. Pernikahan yang bahagia bukan hanya soal cinta dan materi namun, soal kesamaan visi dan misi dalam menjalani hidup.Â
Ketika visi misi menjalani hidup berbeda dan banyak orang berdalih bahwa di zaman dulu banyak yang bahagia meskipun menikah dijodohkan. Menurut saya berbeda, di zaman dahulu teknologi dan media sosial belum semaju sekarang. Bagi saya teknologi dan media sosial berpengaruh terhadap pernikahan di era sekarang. Jadi, jika dari awal tidak sesuai dengan visi misi lebih baik berhenti daripada lanjut yang berakibat pada perceraian.Â
Saya juga belajar untuk tidak menggantungkan harapan terhadap orang lain. Dalam kasus ibu N yang menjodohkan anaknya berharap taraf kehidupan naik dan hasilnya nol besar. Dari peristiwa tersebut saya belajar bahwa hanya kitalah sendiri yang bisa menentukan bagaimana masa depan.Â
Semoga kasus N bisa memberi pelajaran yang berharga tentang pernikahan yang dijodohkan. Mohon maaf jika ada kesalahan dalam tulisan ini.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI