"Aku pusing deh na, bisnis aku semenjak pandemi bukannya untung malah buntung, apalagi sebentar lagi karyawan berhak dapat THR. Disaat seperti ini rasanya down sekali".
"Ya sabar aja, kamu harus bersyukur dikala pandemi bisnis masih jalan."
Pernah mendengar ucapan penyemangat seperti itu? Ucapan penyemangat "sabar ya" "kamu harus kuat" atau "jadi orang harus positif thinking". Dulu sih saya manut-manut saja ketika mendapat ucapan penyemangat seperti ini.Â
Dulu saya pernah mendapat masalah yang cukup besar dan membuat saya cukup terpuruk. Saat menceritakannya kepada orang terdekat responnya malah saya disarankan untuk tetap positif pada ujian yang sedang diberikan. Hal tersebut tentu membuat saya bertanya "apa manusia tidak boleh mengeluh?" Atau "apa manusia tidak boleh marah dan meluapkan emosi?" Sejujurnya saya muak disarankan untuk tetap semangat ketika masalah melanda.Â
Saya mendengar istilah ini pertama kali dari video Gita Savitri, seorang youtuber asal Indonesia yang berkuliah di Jerman. Satu kalimat yang saya sukai dari video ini adalah " By having these negative emotions doesn't make you a negative person ".Â
Toxic positivity dilansir dari laman www.verywellmind.com adalah suatu keyakinan dimana sesulit apapun kondisi yang dialami, seseorang tetap harus berpikiran positif. Memiliki pikiran yang positif memang sangat baik untuk kesehatan mental. Akan tetapi bukankah hidup tidak selalu positif?Â
Setiap manusia diciptakan memiliki emosi marah, sedih, tertawa, bahagia, dan lain sebagainya. Terkadang emosi negatif seperti marah, sedih dianggap tak baik. Banyaknya petuah-petuah untuk selalu berpikir positif juga menambah alasan seseorang untuk selalu bertindak atau berpikiran positif.Â
Padahal setiap emosi memiliki manfaatnya sendiri. Terlalu berlebihan akan satu emosi tentu tak baik. Ada beberapa ciri-ciri dari toxic positivity.Â
Pertama, menyembunyikan perasaan yang sebenarnya. Tanda ini pasti sering terjadi bukan di kehidupan sehari-hari. Contoh kecil saja ketika sedang gagal dalam melakukan sesuatu tentu kita ingin menangis bukan? Akan tetapi sebagian besar akan memilih untuk menangis di kamar mandi atau tempat yang sunyi agar tak dilihat orang lain.Â
Kedua, merasa bersalah terhadap perasaan yang dirasakan. Pasti pernah bukan setelah meluapkan emosi kita merasa bersalah karena telah marah atau sedih. Padahal setiap emosi punya porsinya masing-masing untuk dikeluarkan.Â
Ketiga, berusaha menghilangkan rasa sedih dengan quotes atau pernyataan yang positif.Â
Keempat, mencoba memberi saran kepada seseorang jika ia marah atau sedih maka masalah yang dihadapinya akan menjadi lebih buruk. Terkadang seseorang hanya ingin meluapkan emosinya akan permasalahan yang ia hadapi.Â
Kelima, mempermalukan seseorang yang mengekspresikan perasaan negatifnya. Kasus ini pasti sering terjadi bukan di masyarakat. Tak jarang kita mengolok seseorang yang ketahuan menangis di depan kita.Â
Toxic positivity berbahaya bagi kesehatan mental karena dapat membuat emosi yang terpendam menjadi depresi. Emosi yang berusaha untuk ditekan atau disembunyikan akan membuat seseorang lebih gampang cemas. Sejatinya emosi memiliki perannya masing-masing untuk mengatur sehatnya mental seseorang.Â
Toxic positivity juga membuat orang malas untuk menceritakan masalah yang dihadapinya. Alasannya karena bukannya rasa empati yang didapat malah terkesan meremehkan. Sehingga korban dari toxic positivity ini cenderung lebih menyendiri.Â
Menunjukkan sikap empati terhadap orang lain adalah berhenti menyarankan untuk bersikap positif. Kalimat tersebut bisa diganti dengan "Gak papa kok kalau mau nangis, nangis aja" atau "Aku dengerin dan mencoba paham terhadap situasi yang sedang kamu hadapi" .Â
Caranya terhindar dari toxic positivity adalah dengan tidak menyembunyikan emosi yang sedang dirasakan. Jika sedang marah, marah saja. Jika sedang sedih dan kecewa juga luapkan saja. Manusia memiliki emosi dan wajib untuk disyukuri. Kalau kata drama Korea "Its okay to not be okay".Â
Cara lainnya yaitu dengan memilih teman curhat yang tepat. Cara ini membuat kita lebih rileks dan tidak bingung dengan banyaknya pendapat dari banyak orang. Apapun itu mari berhenti untuk menyuruh seseorang selalu berpikir positif. Karena manusia punya emosi negatif juga positif. Semangat!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H