Tanggal 8 Maret diperingati sebagai International Women's Day atau hari perempuan internasional. Tema yang diangkat pun #ChooseToChallenge. Tema ini dipilih agar perempuan dapat menyuarakan ketidaksetaraan gender yang dialaminya.Â
Sebagai seorang perempuan tentu saya punya ada harapan di hari perempuan internasional 2021. Harapannya semoga tak ada lagi diskriminasi perempuan di bidang apapun. Tak ada lagi kalimat " perempuan itu tugasnya hanya di dapur, kasur, dan sumur".Â
Teman saya bernama A (25) mengalami kesulitan saat mencari pekerjaan dikarenakan statusnya sudah menikah. Padahal di persyaratan tidak ditulis syaratnya belum menikah namun, ketika wawancara pertanyaan sudah menikah atau belum selalu ditanyakan. Hal yang sama juga terjadi pada saya ketika mencari pekerjaan.Â
Kasus serupa juga pernah diungkapkan selebgram Rachel Vennya. Di masa kecil ia harus hidup terpisah dengan sang ibu. Dikarenakan sang ibu bekerja dan perusahaan tempat ibunya bekerja tak mau menerima perempuan yang telah memiliki anak. Sehingga sang ibu berbohong agar bisa membiayai hidup mereka.Â
Saya kira kasus ketidaksetaraan gender ini hanya terjadi di negara berkembang dan negara miskin. Pikiran saya berubah setelah saya menonton drama Korea 18 again. Sang tokoh utama mengalami diskriminasi dikarenakan usia dan sudah memiliki anak padahal ia memiliki kemampuan yang sangat baik.Â
Korea Selatan sebagai negara maju ternyata memiliki masalah dengan diskriminasi perempuan. Di Korea Selatan gaji perempuan lebih sedikit dibandingkan dengan perempuan.Â
Perusahaan di sana menerima karyawan perempuan karena beberapa faktor, diantaranya adalah 1) gaji karyawan perempuan lebih sedikit dibandingkan dengan lelaki sehingga cost perusahaan tak besar, 2) perempuan memiliki penampilan yang menarik dan enak dipandang mata, dan 3) perusahaan ingin dianggap sebagai perusahaan maju yang tak mendiskriminasi perempuan.Â
Sayangnya kerika memutuskan untuk menikah dan mempunyai anak, perempuan harus keluar dari perusahaan tersebut. Jika pun ia diterima lagi maka kemungkinan gaji yang diperoleh lebih kecil dari gaji pertama yang ia terima.Â
Speak up dan pengawasan yang tepat adalah kunci untuk mengatasi masalah diskriminasi di Indonesia. Di zaman digital sudah sangat mudah untuk berpendapat akan suatuhal. Contoh dari speak up ini adalah kasus pelanggaran buruh yang dilakukan oleh pabrik eskrim Aice.Â
Pabrik eskrim tersebut dianggap melakukan diskriminasi terhadap buruh perempuan. Buruh perempuan yang hamil terpaksa bekerja. Selain itu, beberapa buruh perempuan juga dipaksa untuk mengangkat beban berat. Sarinah, Juru Bicara Federasi Serikat Buruh Demokratik Kerakyatan (F-SEDAR) mewakili buruh Aice mengatakan bahwa di tahun 2019 terdapat 15 kasus keguguran dan 6 bayi yang dilahirkan dalam kondisi tak bernyawa.Â
Adanya kasus ini membuat masyarakat mulai memboikot eskrim tersebut. Sayangnya kasus ini belum juga diutus tuntas oleh pemerintah. Undang-undang ketenagakerjaan dan undang-undang penghapusan diskriminasi terhadap ras dan etnik memang telah ada dalam regulasi pemerintah. Sayangnya pemerintah belum mampu melakukan pengawasan yang tepat terhadap masalah diskriminasi perempuan.Â
Semoga masalah diskriminasi perempuan ini dapat diatasi oleh pemerintah dengan dukungan dari banyak pihak. Bangsa yang hebat dimulai dari perempuan yang hebat. Happy International Women's Day 2021. Â
Referensi:Â
Konstruksi Sosial Budaya dan Ketidakadilan Gender di Korea Selatan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H