Mohon tunggu...
irhamna
irhamna Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswi

bermimpilah, karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kebebasan

18 Agustus 2024   17:09 Diperbarui: 18 Agustus 2024   17:35 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Menurutku, keluarga, cinta, dan semacamnya hanyalah usaha manusia untuk memaknai diri sendiri, lama-kelamaan seluruh orang malah terikat dengan dalih hubungan semacam itu" Tanpa sadar, aku melampiaskan kesalahan, kekesalan dalam hidupku pada pertanyaan yang diajukan wanita ini.

"Hubungan antar-keluarga yang sangat buruk justru dianggap normal dalam Masyarakat, aku terjebak dalam kepengecutan dan tutup matanya dunia" Ucap wanita itu melanjutkan. Aku menoleh mendengar suara sedingin esnya.

Sebagai orang yang dianggap aib dalam keluarga, aku selalu berusaha untuk tidak menonjolkan diriku. Apa yang dihadapi wanita ini berbeda dari apa yang kuhadapi- apakah dia ingin bebas sesuai kehendaknya sendiri? Atau bebas dari sesuatu?. Meskipun aku terus berlari luntang-lantung, keluargaku tetap akan membiarkanku begitu saja. Sedang wanita ini terhimpit tekanan dan perhatian berlebihan.

Aku dan dia sangat berlawanan, seperti langit dan bumi.

Ketika terus melanjutkan perjalanan tanpa arah, aku menyadari sekelilingku adalah lorong entah-dimana, lumut dan tanaman merambat ke dinding. Mataku tak bisa menangkap apapun selain kegelapan pekat. Tiba-tiba seorang menarikku secara cepat dan tanpa bisa kehentikan, ia membawaku berlari menjauh dari lorong tersebut. 

Bagaimana dengan dirinya?

Di belakangku masih ada wanita itu, aku mencoba menoleh ketika seutas tali tambang menjerat lehernya. Ia tergantung di langit-langit lorong, lehernya patah dan lidahnya terjulur keluar. Aku terus berlari, dan mata serta kepalaku terus menghadap wanita tergantung itu.

Kepalanya miring seperti orang yang sedang berpikir sesuatu, bentuk kakinya menjinjit seperti seorang penari balet. Seluruh-luruhnya aku melihat tubuh wanita itu, tergantung di kegelapan tanpa ada yang menurunkannya. Kenapa tidak ada yang memotong tali itu? Bagaimana kalau patah lehernya semakin parah?

Seorang mengguncang tubuhku perlahan, hingga mataku tak lagi liar menatap ke belakang lagi, fokus mataku telah kembali. Aku diberikan air penenang oleh bapak masjid, bapak yang menawarkanku seminggu lalu sebagai marbot di masjid ini. Keringatku membanjiri tubuh ketika ia mengatakan aku ditemukan pingsan di lorong tak terpakai, bekas rel kereta yang mati.

Wanita yang ketakutan itu?

"Ia lari ketakutan ketika keluarganya akan menikahkannya secara paksa dengan orang tak dikenal" Bapak masjid menerangkan sebuah peristiwa yang disebut sudah terjadi begitu lama, hingga ujung kehidupan  seperti apa yang kulihat hari itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun