Â
Menenun Kebaikan di Hari Raya Nyepi
Memperingati Hari Raya Nyepi yang jatuh pada tanggal 3 maret 2022, seolah-olah kalau hanya berlaku bagi umat Hindu saja, penulis kurang setuju. Sebab dalam perayaan nyepi, terdapat hal-hal yang memungkinkan bagi  seluruh elemen bangsa untuk melakoni bentuk falsafah dalam Nyepi.Â
Hari Raya Nyepi yang umumnya dirayakan umat Hindu pada pergantian tahun baru Saka serta identik dengan upacara pensucian diri seharusnya juga menjadi bentuk peribadatan bagi seluruh elemen bangsa untuk terus berusaha memperbaiki diri pada sesama manusia, alam dan tuhan.
Bagi umat Hindu, peribadatan Nyepi dinilai sebagai sesuatu yang sakral. Dianggap skral sebab umat Hindu melakukan beberapa ritual pensucian diri dari segala tindak-tanduk yang lalu dan di kemudian hari.Â
Kalau umat Islam merayakan hari besar, semisal Idul fitri dengan beramai-ramai, bersalam-salaman. Umat Kristiani merayakan hari besar, Kenaikan Isa Al-Masih, dengan pujian-pujian di gereja.Â
Umat Hindu merayakan Nyepi secara individu dalam rumah. Perayaan Nyepi justru menghentikan seluruh aktivitas dan kontak sosial sehingga nampak suasana hening dan sepi.
Selama perayaan Nyepi, Pulau Dewata yang terkenal dengan suasana ingar-bingarnya akan nampak tak bergeming seharian. Masyarakat Bali sengaja melakukan itu untuk berkhidmat secara totalitas dalam perayaan Nyepi.Â
Agama Hindu mewajibkan bagi pemeluk-pemeluknya untuk berdiam diri dalam rumah tanpa melakukan aktivitas sama sekali. Bahkan disebut-sebut dalam perayaan Nyepi tidak diperkenankan ada penerangan; lampu, api dan lain sebagainya. Hal ini dilakukan untuk menyempurnakan salah satu bentuk ritual dalam perayaan Nyepi.
Terdapat beberapa adat dan upacara dalam perayaan Nyepi yang jarang diketahui secara umum. Kalau dilihat-lihat, bentuk adat dan upacara dalam Nyepi dapat dijadikan refleksi bagi tiap-tiap elemen bangsa untuk membangun suatu perubahan, terutama revolusi perubahan secara total menuju visi misi yang lebih baik. Mengingat manusia tidak hidup secara individu, melainkan berdampingan dengan manusia itu sendiri, alam, dan tuhan.
Peribadatan Melasti
Melasti adalah salah satu rangkaian upacara yang mengawali perayaan Nyepi di Bali. Ritual ini bertujuan untuk penyucian diri sebelum peribadatan Nyepi. Melasti juga dikenal sebagai ritual penyucian benda Sakral di pura.Â
Pelaksanaan ritual Melasti biasanya dilakukan dengan mengarak benda Sakral Pura mengelilingi desa hingga sampai di bibir laut. Ritual tersebut digelar untuk menghilangkan kotoran-kotoran bagi pemeluk Hindu dengan air kehidupan.Â
Dalam kepercayaan Hindu, sumber air seperti danau dan laut dianggap sebagai air kehidupan yang mampu menangkal segala bentuk kejahatan. Kegiatan tersebut biasanya berlangsung tiga atau empat hari menjelang peryaan Nyepi.
Dalam Upacara melasti sebagai rangkaian dari perayaan Nyepi oleh umat Hindu seharusnya juga jadi pelajaran penring bagi segenap bangsa ini. Melasti mesti menjadi pondasi kokoh bagi segenap warga Indonesia bahwa mereka lahir di bumi pertiwi ini dalam keadaan bersih dari sang pencipta, berarti kembali dalam keadaan bersih pula.Â
Individu-individu sepatutnya menyadari bahwa bentuk kejahatan seperti diskriminasi, ujaran kebencian, memfitnah dan lain sebagainya tidak sepatutnya dilakukan.Â
Demi menjaga persatuan dan kesatuan, segenap warga Indonesia haruslah menjaga kesucian marwah bangsa. Menjaga kesucian dari kotoran-kotoran fanatik, egosentris, dan tindakan sewenang-wenang.
Tawur Kesanga
Setelah Melasti, Rangkaian perayaan Nyepi dilanjutkan dengan Tawur Kesanga atau Meracu. Tradisi ini dilaksanakan H-1 dan digelar di Pura Agung Bekasih menjelang perayaan Nyepi.Â
Upacara ini identik dengan pawai festival ogoh-ogoh. Umat Hindu menganggap ogoh-ogoh sebagai bentuk representasi dari segala sifat jahat dan buruk manusia.Â
Tujuan Tawur Kesanga bagi pemeluk hindu bertujuan untuk membersihkan Jagad Bhuana Alit dan Buana agung berdasarkan konsep Tri Hita Karana, menyelaraskan hubungan manusia dengan manusia manusia dengan alam dan manusia dengan tuhan.Â
Karena itu, di akhir perayaan, patung ogoh-ogoh kemudian dibakar sebagai simbol pembersihan sifat dan prilaku jahat manusia dalam perayaan Nyepi.
Dalam Tawur Kesanga, setidaknya ada tiga pelajaran penting bagi segenap warga Indonesia.Â
Pertama, menjaga keurukunan sosial. Menumbuhkan sikap toleransi dan terima pandangan perlu dihidupkan kembali. Toleransi berperan untuk menerima perbedaan dari segala unsur. Menerima pandangan menjembatani manusia untuk merawat pentingnya keanekaragaman.Â
Kedua, merawat Alam, ekoteologi belakangan ini nampaknya tidak terhindarkan. Bencana tsunami, gempa, dan gunung meletus seharusnya menjadi perhatian lebih bagi manusia untuk menghentikan pencederaan alam.Â
Ketiga, Tuhan, nampaknya belakangan ini manusia tidak lagi menempatkan tuhan sebagai segalanya. Mereka lebih memilih tindakan yang menguntungkan untuk menghindari eksistensi tuhan.Â
Bukti nyata dari hal ini adalah banyak pemuka dan pemimpin Indonesia sudah disumpah atas nama tuhan, masih saja melanggar, bahkan mengabaikan adanya tuhan.
Ngembak Geni
Khidmah perayaan Nyepi di Bali terakhir adalah Ngembak Geni. Upacara ini digelar sebagai penutupan dari serangkaian upacara Nyepi. Menurut kepercayaan umat Hindu, Ngembak artinya 'bebas' dan Geni artinya 'api', jadi Ngembak Gani berarti diberlakukanya kembali aktivitas secara normal.Â
Umat Hindu dalam Ngembak Geni biasanya akan saling berkunjung ke sanak saudara atau melakukan dharma santhi. Mereka akan saling bermaaf-maafan dan cium-mencium untuk mempererat persaudaraan dan keakraban antar umat hindu.
Ngembak Geni sepatutnya tidak hanya berlaku bagi umat Hindu. Segenap bangsa perlu menumbuhkan sikap persaudaraan dan keakraban. Mengingat sejarah kemerdekaan NKRI mulai 1930-1945 didasari atas pentingnya tali persaudaraan.Â
Keakraban antar golongan, kepercayaan, etnis dan lain sebagainya juga menjadi latar belakang terbentuknya kemerdekaan Indonesia. beberapa pemuka agama juga senada bahwa persaudaraan dan keakraban menjadi konsep dasar dalam membentuk suatu peradaban.Â
Tanpa adanya persaudaraan dan keakraban, seluruh umat manusia Indonesia mungkin tidak dapat menikmati Indonesia sebenarnya. Bisa jadi negara Indonesia dan warganya tidak jauh beda dari zaman Jahiliah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H