Sajadah petang
Aku gelar kelasa ditengah lelapan
Ditengah pulas manusia, ditengah nyanyian hewan
Sunyi bak nadi tinggal di kuburan
Hanya aku dan lembaran-lembaran pengaduan
lengkuk tubuh gerak gerik ke akhir kening
dermaga harapan dan penyesalan
tertumpuk  clotengan dan kapur putih
kutadahkan dengan sedih dan kasih
kutitipkan seru nada pada angin
ingin rasanya kugerayahi samarmu
bertemu nyata meski MUSA tak sanggup
melawan cahaya tertunda gelap
Nada CintaÂ
 Senandung menggetarkan jiwa
Dari pilu-pilu yang menyesak dada
Dari belingsatan yang mendekam kepala
terlalu lama tali temu menanti
Pada lansia bertemu jua
Lentik jemari memetik benang nada
Melodi-melodi itu mengobati segudang rindu
Irama-irama itu membuka penat yang lama terbendung
Syair-syair itu menyejukkan hati yang gersang
Â
Bak mentari pagi sinar harapan
Bak rembulan berdiri tegap di tengah gelap hujan
Tarikanlah nada itu, dendang riangkan
Jangan lagi kenal waktu
Agar aku tak kesepian
Menari ditengah HujanÂ
 Mengapa aku harus berbeda ?
Ditengah manusia bermain bola
Ditengah Pemuda memainkan hedonya
Tertinggal aku dan dua kaki di atas kursi
Mengapa aku begini ?
Apa karena sejarah malam pertama?
Apa karena tuhan tak dapat melihat ?
Atau karena aku sendiri yang tak mengenal diri ?
Saat itu, mereka mengatakan "hai pelumpuh"
Betapa hancurnya hati, betapa keriputnya harapan
Yang aku rasakan:
Kali waktu menabung luka menjerat
Menelan pujian yang berkarat
aku hanya tersenyum bersama tumpukan lara
"Maaf, aku begini kau tidak keberatan kan?" Katanya.
Aku hanya menahan air mata dan ikut tertawa
     Â
       Kau tak pernah berjalan sendiriÂ
Kapanpun kau bergiat
Kau selalu bersama waktu
Kemanapun kau pergi
Kau selalu bersama jejak
Bagaimanapun kau sendiri
Kau selalu bersama sepi
Bagaimanapun kau sembunyi
Kau selalu berteman kegelisahan
Bagaimanapun kau jujur
Kau selalu bersama rasa pahit
Bagaimanapun kau berbohong
Kau tetap bersama kedapatan
Kapanpun, kemanapun dan bagaimanapun
Kau tak pernah sendiri
Selalu ada yang menemani
Sayangnya mereka jarang kau anggap
Sepasang waktuÂ
 Para bocah bermain kerikil dan genteng di teras rumah
Kita dapat saksikan burung-burung bernyanyi
Kita dapat saksikan  tumbuhan jamak tersenyum
kini waktu lengang seketika
Sudah lama, sudah lama kita tak mengenalnya
Diantara waktu purba dan modis
Sepasang waktu bertukar cerita
Aku yang sekarang tidak seperti dulu
Aku yang dulu tidak seperti sekarang
Kita adalah pilihan kita sendiri
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H