Mohon tunggu...
Irgie Ardiansyah
Irgie Ardiansyah Mohon Tunggu... Lainnya - Berekspresi Melalui Puisi

.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Berekspresi melalui Puisi

21 Juni 2021   14:36 Diperbarui: 21 Juni 2021   16:01 1160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Puisi adalah cara manusia menciptakan fatamorgana dengan tenggelam di dalam nirwana. Mungkin dengan kalimat sederhananya adalah puisi merupakan cara manusia mengekspresikan emosi melalui kata-kata dengan memposisikan diri kita didalam posisi tersebut. Posisi yang seperti apa? Seperti ini, misalnya kita memposisikan diri seakan-akan kita yang paling sengsara, paling terluka, paling sedih, paling bahagia untuk bisa menciptakan suasana yang kental didalam kata-kata yang akan kita rangkai nantinya.

Menurut saya menulis puisi bukan hanya perihal merangkai kata, namun tentang bagaimana cara kita agar rangkaian kata tersebut dapat diubah menjadi sebuah rasa dan emosi yang disalurkan penulis kepada para pembaca, agar para pembaca dapat memaknai tulisan tersebut tanpa harus diberi penjelasan oleh si penulis. Dan semua orang bisa menulis puisi dengan ciri khas mereka masing-masing.

Bagi para kalangan remaja biasanya ide akan sangat cepat dieksekusi menjadi puisi ketika mereka sedang mengalami putus cinta, rindu kepada pasangan, ataupun saat sedang kasmaran. Tanpa sadar mereka mengubah hal tersebut menjadi sebuah karya puisi.

Bagaimana tahapan menulis puisi?

Menulis puisi sebenarnya tidak sulit dan seperti yang saya katakan sebelumnya, semua orang dapat menulis puisi dengan gaya mereka masing-masing. Ada beberapa tahapan yang harus dilalui setiap penulis dalam menulis puisi seperti:

  • Tahap Menemukan Ide

Penulis biasanya akan membangun ‘suasana’ agar ide tersebut akan cepat didapatkan, seperti mencari tempat yang tenang, mendengarkan musik, meredupkan ruangan, merenungkan pengalaman yang pernah terjadi sebelumnya ataupun mengamati lingkungan sekitar. Setiap penulis mempunyai caranya tersendiri untuk membangun ‘suasana’.

  • Tahap Penulisan

Pada tahap ini dibutuhkan kreativitas, imajinasi serta intuisi penulis agar menciptakan suasana yang kental. Namun bukan hanya itu, pemilihan kata-kata dan diksi yang tepat akan mendukung dalam proses penulisan.

  • Tahap Perbaikan/Revisi

Penulis biasanya akan membaca kembali puisi yang telah diciptakan untuk merevisi beberapa kata yang sekiranya dianggap ‘kurang pas’ untuk mendapatkan suasana tersebut.

Beberapa Contoh Puisi

  • Bermula Di Atas Usia

Bagai mesin motor baru yang menderu

Tanpa sadar kau telah melangkah maju

Melangkah maju menuju periode ambigu

Garis waktu yang mungkin saja memupuk sendu

Atau mungkin bahagia dan tawa yang baru

Tirta amarta masih berada di ujung asumtif

Hirap langkah diburu pemikiran primitif

Dengan bangga kau meneriakkan pasif

Sedang lanun demagogi untuk subversif

Apa harimu mulai muram dan temaram?

Ini baru saja permulaan namun begitu kejam

Kau berjalan di atas lampu semesta yang kelam

Melangkahlah perlahan, nadir begitu curam

Mengapa kau duduk termangu di tepian jenggala?

Berlagak pilon seakan kakimu di ujung aksa

Kini semesta semakin gila dan anggara

Kemarilah, dan mulai bertarung dengan para perompak buana

  • Laju Permulaan

Delusi dan halusinasi semakin hari semakin liar

Pelik menggagahi langkah kaki menuju asumsi samar

Ilusi dan imaji di kepala entah mengapa begitu nanar

Teriak gonjak frustasi sayup-sayup merdu terdengar

Rangkuman asa menjelma segenggam mata belati

Bak lembu pincang di pecut bapak tua berpedati

Demagogi para perompak buana acap kali mengintimidasi

Angan dan kenyataan selalu saja membuahkan diskrepansi

Para nekrofagus bermuka dua dengan keras menampik

Merasa hebat dengan menjadikan semua satu titik

Murka di atas tatanan anggara meski hanya sekedar penilik

Kicauan ambisi bersenandung tangis dibawah alunan musik

Sebongkah harapan pupus bertemankan awan hitam

Seakan tak puas kehidupan menebar seribu hantam

Gejolak asa bangkit lalu kembali tertimbun kata “suram”

Langkah gontai kembali mengiringi cahaya tapak buram

Tak bosan-bosan bentala selalu berhasil membuatku naik pitam

  • Agnosia

Derap langkah mengantarku menuju gerbang kesunyian

Kala langit menghitam berlatar dansa para awan

Gonjak para merpati menusuk hampa relung kehidupan

Menyeret angan termangu mendamba sebuah tatapan

Malam temaram begitu indah kala dipandang

Bunyi yang sunyi berlumang di balik naungan malang

Kontradiksi jiwa dan raga bertengkar dengan tenang

Gagah berdiri dan menanti garis waktu yang bimbang

Senyap nan sepi bergaung di atas kepala seorang introver

Memendam hasrat yang terukir dalam sebuah folder

Diriku hanya sebatas gurauan komplementer

Imaji masih saja bergumam caci dalam gelombang atmosfer

Bilur tak sudah-sudah berhenti memangsa

Wajah hipokritku sangat mahir memainkan sebuah drama

Renjana samar-samar ku pendam dengan paksa

Namun apa daya angau selalu bisa membuatku nelangsa

  • Amerta

Bu, aku memulai langkah baru menuju dunia nyata

Seperti apa rasanya menjadi dewasa

Apakah dipenuhi warna warni atau hanya hitam dan putih

Aku tak sabar menyambut hari silih semilih

Bu, ternyata menyenangkan menjadi dewasa

Tidak lagi terikat pada bangku pendidikan yang menyiksa

Sudah tak harus bangun pagi untuk belajar

Tidak ada lagi tugas yang tak letih-letih mengejar

Bu, ternyata aku salah

Kini aku lebih mudah untuk sumarah

Hidup bukan lagi perihal tugas dan remedial

Namun tentang berhasil atau gagal

Bu, aku tak sanggup

Ragaku mulai letih dan jiwaku mulai sayup

Semua kawan sudah tak lagi mendampingi

Aku tetap mencoba tegar diatas kaki sendiri

Berusaha berjalan namun tetap saja stagnasi

Bu, aku ingin segera menyudahi

Dunia dipenuhi jutaan jiwa namun aku merasa sendiri

Langkahku mulai tertatih tanpa ada yang menyemangati

Bolehkah aku berhenti sejenak untuk berkontemplasi?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun