Konsumerisme merupakan budaya masyarakat yang menjalani kehidupan sehari-hari dengan sangat konsumtif. Budaya konsumtif sudah berkembang sejak lama, jauh sebelum puncak kapitalisme pada abad ke-21.
Mengutip pendapat dari seorang sosiologi Inggris Colin Campbell, Konsumerisme adalah pola konsumsi masyarakat yang menjadi menjadi pusat dan menjadi tujuan hidup. Hal itu memungkinkan konsumerisme menjadi fokus utama dari kehidupan.
Jika konsumerisme dikatakan demikian maka masyarakat tidak bisa hidup tanpa konsumsi. Masalah yang muncul saat konsumsi menjadi tujuan hidup adalah masyarakat tidak lagi memikirkan cara produksi. Realitas konsumerisme yang terjadi di masyarakat saat ini seperti itu.
Masyarakat konsumeris menggantungkan semua kebutuhannya pada budaya konsumtif. Seperti membeli sayuran di pasar, membeli pakaian di pasar, dan semuanya ada di pasar. Konsumerisme semakin berkembang dengan adanya pasar digital. Masyarakat tinggal menunggu di rumah saja, lalu barang yang dibutuhkan akan diantarkan.
Mengenai konsumerisme, Jean Baudrillard memberikan pemahaman tentang konsep konsumsi dalam bukunya yang berjudul La Societe de Consommation /Masyarakat Konsumsi (1970). Menurut Baudrillard konsumsi merupakan sistem yang menjalankan urutan tanda dan dapat menyatukan kelompok. Jadi konsumsi bisa jadi moralitas dan sistem komunikasi di masyarakat.
Gaya hidup konsumerisme sudah menyebar ke mana-mana. Setiap negara memiliki tingkat konsumsi yang tinggi di masyarakat. Bea Cukai Indonesia mengatakan Pada tahun 2015, Indonesia menjadi negara paling konsumtif kedua di dunia dan menyerukan pola perubahan konsumtif.
Perubahan masyarakat konsumerisme ini butuh perjalanan waktu yang panjang. Akar konsumerisme juga sangat panjang. Sebelum kapitalisme sistem ekonomi yang berkaitan dengan konsumerisme. Perkembangan modernisme menjadi titik awal masyarakat menjadi konsumerisme.
Dikutip dari History Crunch, gagasan konsumerisme modern dimulai pada akhir tahun 1600-an di Eropa. Dari abad ke abad terjadi peningkatan terhadap gaya hidup konsumerisme. Hingga pada tahun 1800-an, konsumerisme berkembang bersama kapitalisme di seluruh Eropa dan Amerika Utara.
Selama era kolonialisme dari abad ke-15 M hingga ke-18M. Para penjelajah di negara eropa menemukan benua di kawasan Asia dan Australia. Orang-orang eropa menjual hasil bumi di kawasan tersebut dan menjualnya ke orang Eropa.
Hal itu dibuktikan dengan mahalnya harga rempah di Indonesia saat pendudukan VOC. Rempah termahal waktu itu adalah buah Pala. Dari sumber sejarah kebanyakan mengatakan pada masa itu rempah sangat mahal, hampir seharga emas.
Konsumerisme pada era kolonialisme masih seputar hasil bumi di tanah koloni. Perkembangan Revolusi Industri juga menjadikan tanah koloni bagi para kolonialis sebagai pabrik yang memproduksi gula. Eropa merajai pasar pada era ini.
Perkembangan konsumerisme menjadi lebih tinggi ketika memasuki abad ke-20. Pada abad ke-20 barang-barang menjadi lebih murah, semua orang bisa membelinya. Muncul metode pemasaran modern menjadikan distribusi produksi lebih mudah. Orang tidak perlu lagi menanam sawah untuk mendapatkan beras, cukup dengan membelinya. Ini merupakan puncak kejayaan konsumerisme.
History Crunch juga menyebutkan bahwa aspek penting dari konsumerisme yaitu outsourcing. Hal itu dilakukan untuk menekan beban biaya upah pekerja. Konsep tersebut banyak menuai kontroversi.
Dengan melihat perkembangan konsumerisme yang semakin pesat dan tak terbendung. Hal yang seharusnya kita lakukan adalah memilih sesuatu yang kita butuhkan. Jangan terjebak dengan konsep masyarakat konsumerisme.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H