Dalam proses penentuan menjadi pengungsi, para pencari suaka harus terlebih dahulu registrasi dan daftar di UNHCR. Setelah melewati proses tersebut, pencari suaka akan dilakukan tes wawancara per individu. Proses wawancaralah yang menentukan para pencari suaka ini berhak dapat status pengungsi atau tidak.
Proses penentuan pencari suaka menjadi pengungsi hanya dapat dilakukan satu kali. Apabila permintaan menjadi pengungsi ditolak, pencari suaka berhak mengajukan banding satu kali. Demikian proses penentuan yang dilakukan UNHCR sangatlah ketat.
Perlukah Indonesia meratifikasi Konvensi tersebut.
Apabila Indonesia telah meratifikasi Konvensi 1951 dan Protokol 1967, maka pemerintah tidak perlu meminta bantuan UNHCR dalam proses penentuan status pengungsi. Jika hal itu terjadi, Indonesia memerlukan Undang-Undang yang lebih komprehensif guna memberikan perlindungan yang lebih maksimal.
Apabila sekali waktu Indonesia kedapatan konflik internal, kemudian banyak warga berlarian ke luar negeri. Mereka akan mendapatkan perlindungan yang sama dengan perlindungan yang ada di Indonesia. Sebab, mereka meratifikasi konvensi tersebut.
Oleh sebab itu, dewasa ini konflik yang terjadi di Papua jangan sampai menjadi konflik yang berkepanjangan sehingga dapat menimbulkan konflik lainnya di daerah. Kondisi iklim politik serta krisis identitas bisa memicu konflik dalam negeri. Dengan meningkatkan persatuan dan persamaan hak antar sesama menjadi sangat penting.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H