Puisi merupakan karya sastra yang rumit tapi indah. Puisi disusun dari kata-kata pilihan. Setiap kata dapat memberikan banyak arti dan makna bagi kehidupan. Untuk itu kita harus berpuisi untuk merenungi kehidupan dunia yang sedang dilanda covid-19 yang diakibatkan dari kerusakan lingkungan.
Membaca puisi juga kegiatan meditatif yang dapat menenangkan jiwa. Para pencipta puisi membaca alam sekitar untuk ditumpahkan ke dalam bait-bait puisinya.
Seiring perkembangan zaman puisi juga terus berinovasi. Mulai dari sajak AB-AB sampai puisi yang katanya tidak jelas. Puisi tersebut sering disebut puisi kontemporer.
Di bawah ini akan saya bagikan kumpulan puisi yang bisa menemani hari-harimu yang lelah. Simak puisi yang bertemakan Kehidupan, Covid-19 dan Lingkungan.
- Aku Wabahmu
Kalau kau tidak melirikaku
Akan kucungkil bola matamu
Kalau kau tidak memberi remah,
akan ku ambil dari perutmu
Kalau kau tidak memikirkan ku,
Ku datangi setiap mimpimu atau
menggerogoti tenangmu.
Aku di rumhamu
Lebih baik di belenggu, atau
mati menunggumu
aku mennggumu memberi kartu
rancu, tapi malah membebaskan
rekan-rekanku dan siap menjadi wabah baru
Ku sembunyikan lapar ku dalam saku
Tapi anak istri tak terbendung
Aku wabah mu,
Wabahmu melambai-lambai
dengan belati,
Bermain-main di uung sepi,
Atau menikam diri sendiri,
Menunggu
- Periferal
Telah kutangguhkan kesepianmu
Sisanya hanya ada cinta dan frustasi
Setelah itu disingkirkan hasratku
Maksudku, maksudmu bukan tepatnya
Buaian bualan hapus termangu
Manusia-manusia yang seharusnya mati
Kini tergeletak lesu membisu
Izinkan hamba tuk menuliskan sajak
Untuk manusia-manusia yang seharusnya mati
Manusia-manusia yang seharusnya mati
dia sang periferal
Yang menitipkan rindunya
Kala sang malam jadi bencana
Rindu itu mengguncang
- Untaian Pelacur Ibu Kota
Â
Dia lelah
Hingga kini pasrah
Menghamba pada jalan raya
Beralih pada komersialisasi media
Bukan tanpa sebab
Kami hidup di Bumi Munafik
Tempat manusia mencaci manusia
Saat bersamaan mereka menebar benih surga
Senyumnya hanya untuk sang putra-putrinya
Yang ia sesali adalah
Telat mendefinisikan soal cinta
Tipu daya dan cinta yang frustasi
Mengubur semua ekspektasi
- Arah
Dilewatinya lembah berapi
Suara air mengalir dari dahan benalu
Dia petik sebuah sajak
Sajak kuno tentang perjalanan pulang
Kemana langkah itu menjenguk pasi
Kamar sudah berantakan
Kau tinggali
Kembali dan masih berantakan
Sajak kuno itu dia libatkan
Dikhutbahkannya dari bawah gorng-gorong,
Dia ucapkan kata "Amin"
Masih saja bisu dan bertanya
Kemana arah jalan pulangku?
Itulah kumpulan puisi yang menggambarkan tentang kehidupan, covid dan lingkungan. Teruslah berkarya sampai engkau dianggap ada oleh karyamu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H