Pertumbuhan ekonomi di Indonesia sungguh sangat semu, tidak akan mencapai angka 5%. Agenda permasalahan besar yang dihadapi Indonesia ialah ekonomi. Said Didu mengatakan bahwa, khususnya hutang Indonesia hampir mendekati 6 ribu triliun.Â
Artinya, negeri kita sedang berada pada posisi yang sangat berat. Keadaan yang dilema ini, tentu harus dicarikan solusi yang realistis. Bahkan uang APBN sudah memiliki nafas sedikit, karena desifit kita sudah mencapai 650 triliun, angka tersebut bukanlah jumlah yang kecil.
Selanjutnya bahwa pemerintahan saat ini sedang menggenjot di bidang infrastruktur, oleh karena itu infrastruktur dibagi tiga, yang pertama adalah infrastruktur dasar diantaranya jalan desa, puskesmas dan lain sebagainya. Yang kedua infrastruktur ekonomi, yakni mengenai pembangunan ekonomi nasional. Yang terakhir adalah infrastruktur komersial, ini dilakukan secara komersial.
Kendati demikian, jangan sampai ada istilah ketua partai yang sebetulnya menentukan segala sesuatu di negara ini. Sebab, oligarki kekuasaan di negara Indonesia masih cukup kental. Sehingga masyarakat jangan sampai di nina-bobokan oleh narasi publik seolah-olah hutang negara kita aman-aman saja.Â
Menurut hemat penulis, sebaiknya partai politik yang ada di Indonesia ini di biayai oleh negara. Asumsi dasar itu adalah hal yang paling mendasar atau fundamental.
Tetapi, yang perlu dipikirkan saat ini adalah tentang hutang negara dan kemampuan membayar hutang negara sudah sejauh mana? Bukan hanya mengemukakan indikator-indikator mengenai presentase PDB, karena hal itu nampak sering digunakan.
Politik dengan ekonomi merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, karena keduanya saling berkaitan satu sama lain. Justru, yang perlu menjadi diskursus ke depannya ialah sejauh mana peran negara dalam pengembangan sistem ekonomi kerakyatan?
Visi "Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur" merupakan gagasan besar dan komitmen penyelenggaraan negara dalam mewujudkan Indonesia yang berdaulat, kuat, mandiri, modern, berkeadilan dan berkeadaban serta berkesejahteraan. Visi ini merupakan kerangka dasar dan strategis dalam menjabarkan tujuan negara khususnya di bidang ekonomi sebagaimana yang di amanatkan konstitusi, yakni UUD 1945.
Pada prinsipnya, berdasarkan uraian di atas bahwa sesungguhnya peran negara sangat besar untuk menerapkan sistem ekonomi kerakyatan sebagaimana yang dikehendaki oleh pasal 33 UUD 1945. Oleh karena itu, pembahasan secara komprehensif mengenai reformasi terhadap sistem ekonomi kerakyatan harus menyentuh terhadap sub-sistem yang dibutuhkan dalam penyelenggaraan perekonomian berbasis rakyat.
Mengutip dari perkataan Said Didu bahwa ada enam piring kotor yang perlu di bersihkan, di antaranya adalah yang pertama tentang kohesifitas sosial, ini berkenaan dengan persatuan dan kesatuan rakyat Indonesia, kesenjangan yang ada perlu dicarikan solusi serta formulasi yang komprehensif.
Yang kedua yakni tentang keadilan, dirasa hukum kita masih tumpul terhadap penguasa tetapi tajam terhadap masyarakat lemah.Â
Yang ketiga adalah tentang BUMN yang perlu segera di benahi, jangan sampai pihak-pihak swasta yang mendominasi atau yang menguasai aset BUMN.Â
Yang keempat ialah mengenai hubungan internasional, Indonesia wajib mengambil peran di dalam persaingan global saat ini, jangan sampai daya saing produk lokal kita itu terkikis akibat perang dagang Amerika dengan Tiongkok.Â
Yang kelima yakni ekonomi, ekonomi kita saat ini sedang tidak baik-baik saja. Artinya, cukup sulit nampaknya untuk bisa tembus ke angka 5%.Â
Yang keenam adalah pengembangan SDM, ini merupakan syarat wajib bagi semua negara yang ingin maju harus memperhatikan kualitas SDM-nya.
Jangan sampai kita terlena atau bangga dengan kekayaan SDA saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H