Mohon tunggu...
IrfanPras
IrfanPras Mohon Tunggu... Freelancer - Narablog

Dilarang memuat ulang artikel untuk komersial. Memuat ulang artikel untuk kebutuhan Fair Use diperbolehkan.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Nanti Kita Cerita Tentang European Super League Ini

21 April 2021   09:46 Diperbarui: 21 April 2021   10:01 388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nanti Kita Cerita Tentang European Super League Ini. | sumber: Twitter.com/FcbVij via bolasport.com

Drama European Super League (ESL) yang didirikan 12 klub besar Eropa telah memasuki babak baru. 48 jam pasca diumumkan atau per pagi hari ini (21/4) WIB, ESL yang diketuai Florentino Perez terancam bubar.

Bergulirnya ESL menjadi simpang siur pasca 6 klub Premier League kompak putar haluan. Diawali oleh Manchester City, kelima klub Inggris lain, yakni Manchester United, Chelsea, Arsenal, Tottenham, dan Liverpool mengumunkan diri menarik keikutsertaannya dari ESL.

European Super League yang menimbulkan banyak kontroversi dan pro kontra ini akhirnya layu sebelum mekar. Bagaimana tidak, "the big 6" Premier League adalah mega bintang di kompetisi super tersebut. Mereka adalah kunci dari ESL dan punya bargaining position paling tinggi dibanding klub Spanyol ataupun Italia.

Menyusul klub-klub Premier League yang mundur, kini tinggal tersisa 3 klub La Liga dan 3 klub Serie A. Namun, tunggu dulu. Sebab, menurut pakar transfer yang juga koresponden The Athletic, David Ornstein mengatakan bahwa AC Milan juga keluar dari ESL.

Dari sumber lain, yakni Cadena SER, Inter Milan mengkonformasi bahwa ketiga klub Serie A akan memutuskan masa depan mereka di European Super League bersama-sama. Bila Milan saja mundur, kemungkinan tim Italia ikut mundur sangat besar.

David Ornstein bukanlah jurnalis biasa. Anda tahu Fabrizio Romano kan? Nah, Ornstein adalah versi Inggris dari Romano, bahkan keduanya saling mengagumi berita A1 yang mereka sampaikan.

Dugaan ESL yang batal sepertinya bukan isapan jempol belaka. Pasalnya, drama ESL tak cuma soal klub-klub Premier League yang secara serentak menyatakan mundur. Gejolak juga terjadi di jajaran direksi klub pendiri ESL.

Ed Woodward, vice chairman MU menyatakan bakal mundur dari jabatannya di akhir musim nanti. Ini sudah bukan rumor lagi, sebab MU sendiri yang mengkonfirmasi hal tersebut. Mundurnya Woodward terjadi pasca Bruno Fernandes dan Luke Shaw jadi juru bicara ketidakpuasan tim terhadap ESL. Sebelum ini, kapten MU, Harry Maguire juga protes kepada Woodward karena para pemain tak diberi tahu soal ESL sebelumnya.

Situasi ESL makin chaos. Menurut beINSPORTS_news, Andrea Agnelli, vice chairman ESL dikabarkan baru saja mundur dari jabatannya sebagai presiden Juventus. Besar dugaan bahwa mundurnya Agnelli punya motif yang sama dengan Woodward, apalagi Agnelli juga mundur dari jabatannya sebagai ketua European Club Association (ECA).

Namun, melalui La Republicca, Agnelli membantah rumor pengunduran dirinya dari presiden Juventus. Inilah pentingnya kita tetap tenang, sabar, dan menunggu momen yang pas sebelum memposting artikel soal ESL. 

Dan benar saja, baru saja, tepatnya pada 21 April 2021 pukul 06.41, Fabrizio Romano mengabarkan bahwa ESL telah resmi ditangguhkan.

Pernyataan resmi terakit penangguhan ESL. | sumber: Twitter @FabrizioRomano
Pernyataan resmi terakit penangguhan ESL. | sumber: Twitter @FabrizioRomano
Rangkaian drama di atas itulah yang membuat saya urung menulis artikel soal ESL di kompasiana. Saat banyak kompasianer turun gunung dan ramai-ramai menulis soal ESL bahkan membagikan pandanganan pro kontranya, saya memilih untuk menunggu.

ESL yang awalnya begitu heboh sampai-sampai diancam dan diboikot oleh UEFA, FIFA, FA, RFEF, FIGC, Premier League, dan Serie A bakal segera menemui akhir ceritanya yang anti klimaks. Ini juga penyebab saya sebagai fans enggan menentukan sikap sesegera mungkin soal ESL.

Awalnya, saya juga kecewa dengan keputusan 12 klub mendirikan ESL, khususnya AC Milan, klub yang saya dukung. Bagi saya, keputusan membentuk sebuah liga super yang cuma berisi klub kaya saja jelas telah mencederai "the beautiful game".

Akan tetapi, kecurigaan saya bukan berawal dari situ, tetapi dari fakta bahwa beberapa klub tetap berlaga di kompetisi domestik pasca mengumumkan diri bergabung ke ESL. Tak cuma itu, klub seperti Milan dan Inter yang baru akan bertanding tengah pekan ini juga tetap menjalankan latihan secara normal seolah tak terjadi hal luar biasa.

Awalnya, saya juga terganggu dengan pemberitaan ESL yang makin lama makin chaos. Banyak dugaan bertebaran di media sosial termasuk ESL yang digulirkan sebagai protes klub kaya terhadap UEFA yang korup. ESL juga diduga cuma jadi ladang bisnis baru untuk klub-klub kaya.

Well, jujur saja saya risih soal banyaknya pendapat orang-orang yang pro dengan ESL apalagi yang kontra dengan ESL, sungguh menjijikkan dan munafik! Saya juga sudah menulis artikel soal ESL versi saya yang niatnya akan saya terbitkan kemarin di kompasiana. Namun, bukannya absen, saya justru bimbang.

Saya sudah mencoba untuk menulis artikel soal ESL, tetapi akhirnya saya berhenti di tengah jalan karena mendapati bahwa tulisan tersebut terlalu panjang. Ada beberapa bahasan yang tadinya hendak saya sertakan, seperti beban utang 12 klub pendiri ESL, korupsi di Liga Champions UEFA, model bisnis dari ESL, bagaimana fans harus menyakipi ESL, dan fakta bahwa ESL hanyalah pengulangan sejarah yang akhir kisahnya selalu berujung damai.

Begitu banyak bahasan soal ESL bukan? Saya bukan berniat sok tahu, tetapi role model saya adalah Tifo Football -pecinta bola harusnya tak asing dengan mereka-. Sekelas Tifo saja cuma bikin video singkat tentang ESL di channel YouTube mereka dan sekadar membahas format dari ESL saja. Sisanya, mereka bahas di podcast karena memang begitu banyak yang harus disampaikan secara utuh agar tidak salah persepsi.

Banyak yang bilang kalau batalnya ESL adalah kemenangan fans, kemenangan "the beautiful game" sepak bola terhadap kekuatan uang yang mencederai olahraga paling populer di dunia ini. Pernyataan tersebut tak ada salahnya, tapi harusnya jadi pembelajaran bersama.

Kita sebagai penonton dan fans sepak bola, apabila di masa depan terjadi situasi yang sama seperti ESL ini, mestinya kita benar-benar bersikap sebagai fans sejati, bukan konsumen dari pertandingan sepak bola. Selagi kita terus bersikap sebagai konsumen, ya sampai kapanpun sepak bola bakal terus dikomersialisasi oleh orang-orang yang serakah.

Lucu, kala mereka yang kontra dengan ESL justru berdiri berdampingan dengan UEFA. Padahal keduanya sama saja. Sama-sama mencari keuntungan. Sama-sama memburu cuan dari keindahan sepak bola yang menjadikan pemain sapi perahnya dan suporter sebagai konsumen yang tak berdaya.

Tahukah Anda, Mundo Deportivo mengabarkan bahwa klub Premier League mundur setelah ditawarkan sejumlah uang oleh UEFA. Kabar dari media Spanyol itu menguat setelah dalam pengumuman resminya, ESL bilang kalau klub Premier League mundur karena adanya tekanan dari luar.

Perlu diketahui pula, pasca ESL digaungkan, UEFA juga mengumumkan format baru Liga Champions yang akan resmi dipakai di musim 2024/2025. Pengumuman ini keluar lebih cepat dari yang direncanakan. Bahkan sejatinya, klub-klub Eropa belum paham dengan format baru tersebut.

Sekilas yang saya tahu, dalam format baru tersebut jumlah peserta ditambah. Format grup juga diubah dan menjamin peserta lebih banyak memainkan laga. Ujungnya, Liga Champions berjalan lebih lama, yang artinya banyak laga terjadi, banyak slot untuk sponsor, dan tujuan akhirnya sama dengan ESL, menambah keuntungan finansial. 

ESL memang menjanjikan keuntungan besar kepada para pesertanya. Modal awal yang diinvestasikan JP Morgan kepada ESL saja 6 miliar dollar AS. Pasca kabar ini mencuat, apa yang dilakukan UEFA? UEFA sedang berdiskusi dengan Centricus Asset Management soal paket pembiayaan 6 miliar euro (7,2 miliar dollar AS) untuk merombak Liga Champions demi menyaingi ESL. Hal ini menunjukkan bahwa apapun akhirnya, konklusinya ya soal bagi-bagi kue yang makin besar.

Inilah yang saya maksud dengan pengulangan sejarah. Pasalnya, ide sejenis bukan kali ini saja. Serie A dan Premier League lahir dari ide yang sama, yakni ketidakpuasan klub-klub kuat terhadap liga yang dikelola federasi. Hal tersebut jelas tak akan saya bahas di sini, sebab bakal panjang ulasannya.

Yang terpenting, sekarang kita tahu bahwa perlu kepada dingin untuk menyikapi peristiwa panas semacam ESL. Sebab, ide-ide semacam Liga Super ini tak hanya terjadi di 5 liga top eropa. Di luar penguasa itu, klub kasta kedua Eropa juga punya rencana yang sama. Asia juga, sempat ada wacana liga super, bahkan ASEAN juga punya ide serupa.

ESL juga telah menunjukkan kepada kita wajah sepak bola modern. Yang terjadi bukan adu prestasi, melainkan adu kompromi antar pemilik klub dengan federasi sepak bola agar semua pihak merasa sama-sama untung dari sepak bola. 

Apa yang ditunjukkan fans di eropa sana juga patut dijadikan pembelajaran untuk kita bahwa klub tak boleh dibiarkan dijalankan oleh orang-orang serakah yang tak menghormati hukum, sejarah, dan nilai kultural sebuah tim.

Plakat berisi pesan menentang European Super League (ESL) terpasang di luar stadion Elland Road jelang pertandingan Liga Premier Inggris Leeds United vs Liverpool, pada Senin (19/4/2021). | sumber: AFP PHOTO/PAUL ELLIS via kompas.com
Plakat berisi pesan menentang European Super League (ESL) terpasang di luar stadion Elland Road jelang pertandingan Liga Premier Inggris Leeds United vs Liverpool, pada Senin (19/4/2021). | sumber: AFP PHOTO/PAUL ELLIS via kompas.com
Terakhir, jadikanlah ESL ini pembelajaran kita bersama. Secara luas, kita sebagai fans tak boleh terpancing jebakan para petinggi sepak bola dunia yang serakah yang tengah mengadu domba fans sepak bola di seluruh dunia.

Akhirnya, kini kita sama-sama tahu kan konklusi dari ESL dan kompetisi Liga Champions UEFA? Mau pro atau kontra, ujungnya sama, duit! Cukup sekian, nanti kita cerita lagi tentang European Super League ini. Sebab, kisah drama ESL ini masih mungkin berlanjut hingga berjilid-jilid.

@IrfanPras

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun