ESL yang awalnya begitu heboh sampai-sampai diancam dan diboikot oleh UEFA, FIFA, FA, RFEF, FIGC, Premier League, dan Serie A bakal segera menemui akhir ceritanya yang anti klimaks. Ini juga penyebab saya sebagai fans enggan menentukan sikap sesegera mungkin soal ESL.
Awalnya, saya juga kecewa dengan keputusan 12 klub mendirikan ESL, khususnya AC Milan, klub yang saya dukung. Bagi saya, keputusan membentuk sebuah liga super yang cuma berisi klub kaya saja jelas telah mencederai "the beautiful game".
Akan tetapi, kecurigaan saya bukan berawal dari situ, tetapi dari fakta bahwa beberapa klub tetap berlaga di kompetisi domestik pasca mengumumkan diri bergabung ke ESL. Tak cuma itu, klub seperti Milan dan Inter yang baru akan bertanding tengah pekan ini juga tetap menjalankan latihan secara normal seolah tak terjadi hal luar biasa.
Awalnya, saya juga terganggu dengan pemberitaan ESL yang makin lama makin chaos. Banyak dugaan bertebaran di media sosial termasuk ESL yang digulirkan sebagai protes klub kaya terhadap UEFA yang korup. ESL juga diduga cuma jadi ladang bisnis baru untuk klub-klub kaya.
Well, jujur saja saya risih soal banyaknya pendapat orang-orang yang pro dengan ESL apalagi yang kontra dengan ESL, sungguh menjijikkan dan munafik! Saya juga sudah menulis artikel soal ESL versi saya yang niatnya akan saya terbitkan kemarin di kompasiana. Namun, bukannya absen, saya justru bimbang.
Saya sudah mencoba untuk menulis artikel soal ESL, tetapi akhirnya saya berhenti di tengah jalan karena mendapati bahwa tulisan tersebut terlalu panjang. Ada beberapa bahasan yang tadinya hendak saya sertakan, seperti beban utang 12 klub pendiri ESL, korupsi di Liga Champions UEFA, model bisnis dari ESL, bagaimana fans harus menyakipi ESL, dan fakta bahwa ESL hanyalah pengulangan sejarah yang akhir kisahnya selalu berujung damai.
Begitu banyak bahasan soal ESL bukan? Saya bukan berniat sok tahu, tetapi role model saya adalah Tifo Football -pecinta bola harusnya tak asing dengan mereka-. Sekelas Tifo saja cuma bikin video singkat tentang ESL di channel YouTube mereka dan sekadar membahas format dari ESL saja. Sisanya, mereka bahas di podcast karena memang begitu banyak yang harus disampaikan secara utuh agar tidak salah persepsi.
Banyak yang bilang kalau batalnya ESL adalah kemenangan fans, kemenangan "the beautiful game" sepak bola terhadap kekuatan uang yang mencederai olahraga paling populer di dunia ini. Pernyataan tersebut tak ada salahnya, tapi harusnya jadi pembelajaran bersama.
Kita sebagai penonton dan fans sepak bola, apabila di masa depan terjadi situasi yang sama seperti ESL ini, mestinya kita benar-benar bersikap sebagai fans sejati, bukan konsumen dari pertandingan sepak bola. Selagi kita terus bersikap sebagai konsumen, ya sampai kapanpun sepak bola bakal terus dikomersialisasi oleh orang-orang yang serakah.
Lucu, kala mereka yang kontra dengan ESL justru berdiri berdampingan dengan UEFA. Padahal keduanya sama saja. Sama-sama mencari keuntungan. Sama-sama memburu cuan dari keindahan sepak bola yang menjadikan pemain sapi perahnya dan suporter sebagai konsumen yang tak berdaya.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!