Mohon tunggu...
IrfanPras
IrfanPras Mohon Tunggu... Freelancer - Narablog

Dilarang memuat ulang artikel untuk komersial. Memuat ulang artikel untuk kebutuhan Fair Use diperbolehkan.

Selanjutnya

Tutup

Raket Pilihan

Indonesia Dipaksa Mundur dari All England 2021, BWF Mesti Belajar dari Federasi Olahraga Lain

18 Maret 2021   12:02 Diperbarui: 18 Maret 2021   14:39 470
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Marcus Fernaldi Gideon/Kevin Sanjaya Sukamuljo jadi salah satu atlet Indonesia yang sudah memastikan diri lolos ke babak 16 besar, tapi dipaksa mundur dari All England 2021. | foto: Dok. PBSI via kompas.com

Menyakitkan. Tak ada ungkapan lain yang mampu menggambarkan betapa emosionalnya keputusan pengunduran diri tim bulutangkis Indonesia dari ajang All England 2021. Masalahnya, Indonesia tidak mengajukan pengunduran diri, tapi dipaksa mundur.

Seperti yang sudah banyak diekspos media, keputusan tersebut keluar sebagai imbas dari instruksi National Health Service (NHS) agar pemain Indonesia diwajibkan menjalani isolasi mandiri di Crowne Plaza Birmingham City Centre.

Instruksi NHS itu keluar menyusul temuan adanya penumpang positif Covid-19 dalam pesawat yang mengangkut kontingen Indonesia dari Istanbul ke Birmingham (13/3). Dengan instruksi yang disebar NHS via surel itu, maka tim Indonesia mesti stay 10 hari di hotel untuk menjalani isolasi.

Atas keputusan tersebut, BWF dan panitia All England mengaku tak bisa berbuat apa-apa karena keputusan tersebut keluar langsung dari perwakilan pemerintah Inggris (NHS). Imbasnya, pemain Indonesia secara otomatis dinyatakan WO dan tak bisa melanjutkan turnamen All England 2021.

Lucunya, melansir dari jawapos.com (18/3), NHS hanya mengirim surel kepada 20 anggota tim Indonesia saja. Terdapat 4 anggota tim yang tidak menerima surel instruksi dari NHS untuk menjalani isolasi mandiri. Keempatnya adalah Mohammad Ahsan (pemain ganda putra), Irwansyah (asisten pelatih tunggal putra), Iwan Hermawan (kasubid sport science PP PBSI), dan Gilang (massuer).

Entah tracing seperti apa yang dilakukan NHS. Lha wong mereka saja tidak mengungkap siapa penumpang yang positif Covid-19 dan berapa jumlah kasus positif yang terlacak dalam pesawat yang mengangkut kontingen Indonesia. Dalam pesawat tersebut juga terdapat pemain tunggal putri Turki, Neslihan Yigit dan anehnya dia tidak dinyatakan WO. Mungkin saja, dia seperti Ahsan yang tidak menerima surel instruksi dari NHS.

Kini, kritik dan komentar pedas tengah diarahkan kepada panitia All England dan khususnya BWF selaku federasi bulutangkis dunia yang seharusnya memayungi seluruh insan yang terlibat di dunia bulutangkis ini, termasuk pemain Indonesia yang sudah rela terbang dan berjuang di ajang All England 2021.

BWF Wajib Tanggungjawab

Di Twitter, tagar #BWFMustBeResponsible tengah jadi trending topic. Netizen, khususnya yang berasal dari Indonesia ramai-ramai menyerbu akun resmi BWF, @bwfmedia. Tidak hanya melayangkan protes, cacian dan makian, tapi juga tudingan negatif yang menuduh BWF tak becus mengurus turnamen hingga tak mampu mengantisipasi kejadian luar biasa ini.

Perwakilan PBSI sendiri sudah mengeluarkan pernyataan resminya lewat akun twitter-nya @INAbadminton dan lewat akun instagram @badminton.ina. Intinya, jelas kecewa dan sakit. "Hal ini merupakan kejadian luar biasa menyakitkan dan mengecewakan bagi kami semua," begitu kata Ricky Subagja, manajer Timnas Indonesia di All England 2021 dalam siaran pers PP PBSI.

Penonton saja kecewa dan sakit hati, apalagi para pemain yang sudah mulai bertanding di sana. Melaui akun IG pribadinya, pemain seperti Greysia Polii, Fajar Alfian, Marcus Gideon, dan Anthony Sinisuka Ginting tak mampu menyembunyikan kekecewaan mereka, khususnya kepada BWF.

Desakan kepada BWF untuk bertanggungjawab sudah menggema dari berbagai arah. Pemain, pelatih, dan seluruh kontingen Indonesia yang berada di Birmingham, serta PP PBSI jelas sudah meminta pertanggungjawaban BWF. Penulis pribadi juga meminta agar Kemenpora juga turun tangan dalam kejadian ini, tidak ujug-ujug muncul dan menyatakan bahwa keputusan NHS sudah tepat.

Bila takada langkah positif yang ditempuh BWF, takutnya muruah federasi tertinggi bulutangkis dunia itu tercoreng. Ingat, netizen Indonesia itu ganas. Tudingan negatif seperti BWF tidak adil, timnas Indonesia sengaja dipaksa mundur agar tidak juara, hingga konspirasi agar juara All England berasal dari Eropa sudah memenuhi kolom komentar akun resmi BWF.

Tudingan semacam itu sudah tak terbendung lagi dan hanya bisa diredam jika BWF mau bertanggungjawab. Seperti kata Greysia Polii di akun IG-nya, minimal berlaku adil dan berilah perlindungan kepada atletnya. Ironisnya, isu ini muncul setelah semalam tagar #StopAsianHate menggema kala orang Asia dituding jadi penyebab adanya virus corona.

Wahai BWF, Belajarlah dari Federasi Olahraga Lain

Satu keanehan yang tidak saya pahami adalah, mengapa turnamen sekelas dan seketat All England tidak diberlakukan sistem bubble? Ini aneh, sebab di turnamen seri Asia yang diadakan di Thailand, Asosiasi Bulutangkis Thailand (BAT) selaku tuan rumah memakai sistem bubble dalam penyelenggaraan turnamen YONEX Thailand Open, TOYOTA Thailand Open, dan BWF World Tour Finals yang berlangsung di bulan Januari kemarin.

Sekelas BAT saja mawas dengan keamanan dan kesehatan para atlet bulutangkis dunia yang berlaga. Seharusnya, langkah BAT bisa dijadikan rujukan oleh panitia All England, khususnya BWF dan Federasi Bulutangkis Inggris (Badminton England) selaku tuan rumahnya.

Sudah tahu diadakan di Inggris yang punya protokol kesehatan ketat, bisa-bisanya All England diadakan tanpa menggunakan sistem bubble. Keputusan karantina 10 hari yang menimpa timnas bulutangkis Indonesia di All England 2021 sudah sesuai regulasi pemerintah Inggris dimana bila ada seseorang yang dinyatakan positif Covid-19 dalam sebuah pesawat, maka penumpang lain yang melakukan perjalanan yang sama diharuskan mengisolasi diri selama 10 hari sejak tanggal penerbangan masuk.

Regulasi itu pula yang membuat federasi sepak bola Eropa, UEFA memutuskan memindah venue beberapa laga kandang klub-klub Inggris yang berlaga di kompetisi Eropa, seperti Liga Champions dan Liga Europa. Beberapa negara Eropa, seperti Jerman dan Portugal melarang penerbangan ke Inggris terakit merebaknya varian baru virus corona dari Inggris. Hal itu yang membuat UEFA sadar diri dan memfasilitasi klub Inggris agar menggelar laga kandangnya di negara lain yang bebas hambatan.

Bulutangkis memang tidak seperti sepak bola yang selesai dalam 90 menit. Dalam satu turnamen bulutangkis, jarak antarpertandingan mepet, di bola hal tersebut tak mungkin dilakukan. Sehingga satu turnamen bulutangkis bisa selesai dalam tempo beberapa hari saja. Jadi, mungkin membandingkan bulutangkis dengan sepak bola rasanya tak adil.

Namun, bagaimana bila dibandingkan dengan bola basket dan tenis? NBA saja menggunakan sistem bubble dan hal itu ditiru oleh hampir semua asosiasi bola basket di seluruh dunia, termasuk Perbasi yang menggelar IBL dengan sistem bubble. Lihat saja IBL, saat ada kasus Covid-19 yang terungkap, mereka tak panik dan sudah mempersiapkan segala keperluan bila kemungkinan tersebut terjadi.  

Bagaimana dengan tenis? Bukankah bulutangkis dan tenis banyak kesamaannya? Mari kita tengok dari penyelenggaraan turnamen Australian Open, Februari lalu. Turnamen tersebut memang sempat molor dari jadwal awal, 18-31 Januari dan baru terlaksana pada 8-21 Februari 2021.

Autralian Open 2021 diadakan di Melbourne, Negara Bagian Victoria. Di sana terdapat kebijakan karantina, di mana pemerintah Negara Bagian Victoria mewajibkan karantina 14 hari kepada atlet yang terlibat sebelum turnamen digelar. Negara Australia sendiri juga punya aturan pembatasan karantina.

Regulasi pemerintah tersebut diakali oleh panitia dengan mengadakan pertandingan kualifikasi di luar negeri untuk mengakali aturan pembatasan karantina Covid-19 di Australia. Pertandingan kualifikasi akhirnya digelar di Doha, Qatar dan Dubai, UEA dari 10-13 Januari. Di samping itu, aturan karantina 14 hari juga tetap dipatuhi dan seperti yang kita ketahui, turnamen Australian Open terlaksana dengan aman dan lancar tanpa drama dipaksa mundur.

Beberapa contoh kasus di atas layak dijadikan pembelajaran untuk BWF kedepannya. Yang disayangkan, BWF dan Badminton England seperti kurang langkah preventif, padahal tahu kalau Inggris menerapkan aturan ketat terkait protokol kesehatan selama pandemi Covid-19.

Yang pasti, sekarang timnas bulutangkis Indonesia jadi pihak yang paling merugi dan dikecewakan. Bayangakan betapa hancurnya atlet kita yang sudah dan siap berlaga di turnamen All England 2021. Semua jerih payah latihan dan persiapan kandas. Mereka gugur bahkan sebelum bertanding.

BWF benar-benar harus belajar dari kasus ini, termasuk belajar dari federasi lain yang sepertinya lebih profesional dan mawas diri. Bila menilik kronologi dipaksa mundurnya timnas Indonesia di All England 2021, maka anggapan BWF tidak adil memang ada benarnya.

Selain atlet tungal putri Turki yang masih boleh berlaga, beberapa waktu lalu, sebelum All England dimulai, terdapat 7 orang yang positif Covid-19. Mereka berasal dari India, Thailand dan satu lagi adalah asisten pelatih Denmark. Lucunya, setelah dites ulang selang sehari, mereka dinyatakan negatif dan boleh lanjut. Masa iya, dalam 24 jam langsung hasilnya negatif?

Menyakitkan pula saat perwakilan Kemenpora, Gatot S. Dewa Broto, mengelurakan pernyataan bahwa keputusan NHS sudah tepat. Lewat Gatot, Kemenpora mengaku memahami keputusan tersebut dan menilai keputusan tersebut tidaklah diskriminatif.

"Kemenpora bisa memahami kondisi ini dan tetap berharap agar Timnas tetap semangat. NHS (National Healt Service) tidak diskriminatif dalam menerapkan aturan ini. Meskipun sebelum berangkat sudah divaksin dua kali di Jakarta dan saat datang juga negatif saat di swab, tetapi karena hasil tracing mengindikasikan pernah satu pesawat dengan orang yang diduga terpapar COVID-19, maka sesuai aturan, terpaksa harus terkena karantina tambahan.", kata Sekretaris Menpora, Gatot S Dewa Broto dikutip dari kumparan.com (18/3).

Pernyataan Kemenpora menurut saya pribadi jelas kontradiktif. Realitasnya, selain atlet Turki yang satu pesawat dengan timnas Indonesia yang masih boleh tanding, ada 3 anggota tim bulutangkis Indonesia yang tidak menerima surel instruksi untuk isolasi mandiri. Lalu, timnas sudah 4 hari di sana, dan ada 3 sektor yang sudah tanding.

Kemudian, tiba-tiba diminta isolasi dan dipaksa mundur. Siapa yang tidak sakit dan kecewa? Lucunya lagi, BWF menyatakan bahwa undian tidak diubah dan All England akan tetap dilaksanakan sesuai jadwal. Kalau kita jeli, bukankah kontingen Indonesia sudah kontak dengan banyak pihak selama 4 hari di Birmingham, Inggris?

Semoga saja ada keadilan bagi atlet bulutangkis kita yang berlaga di All England 2021. Sebab, sulit membayangkan perasaan para atlet yang dipaksa mundur dengan realitas bahwa turnamen yang mereka ikuti tetap berjalan.

Semoga saja semua kontingen tim bulutangkis Indonesia diberi kesehatan dan keselamatan selama menjalani karantina di Inggris. Salam.

@IrfanPras   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun