Kita juga ingat kan, walau sudah dilarang pemerintah dan kepolisian, masih banyak orang yang tetap melakukan demonstrasi saat pandemi Covid-19. Kita juga tahu kan kalau suporter klub lokal sangat dikenal fanatik, bahkan fanatik buta. Akan sulit mengatur kelas suporter yang demikian.
Mungkin para suporter tidak masuk ke dalam stadion, tapi siapa yang bisa menjamin mereka tidak datang ke area sekitar stadion atau malah memenuhi kota yang ditunjuk untuk menggelar Liga 1. Kepolisian tak hanya harus berkoordinasi dengan klub, tapi juga kelompok suporternya.
4. Rawan berbenturan dengan kebijakan pemerintah setempat
Sempat ada wacana bahwa Liga 1 akan menerapkan sistem bubble jika jadi bergulir. Sistem bubble akan membuat para pemain dan ofisial menjalani karantina di tempat yang ditentukan dan tidak diperkenankan keluar dari zona tersebut.
Seumpama Liga 1 diizinkan kickoff dan format bubble diterapkan di suatu wilayah, bisa saja kebijakannya akan berbenturan dengan kebijakan pemerintah setempat. Jadi, bergulirnya Liga 1 bukan cuma urusan PSSI, PT LIB, dan Kemenpora saja, tapi juga pemerintah selaku pembuat kebijakan. Â
Apabila uraian di atas benar dan juga dipakai oleh kepolisian sebagau bahan pertimbangan untuk tidak menerbitkan izin keramaian kepada Liga 1, maka saya terpaksa mengucap kata setuju bahwa Liga 1 sebaiknya tidak jalan dulu. Â
Saya berpendapat bahwa me-lockdown seluruh kompetisi olahraga dalam negeri, termasuk Liga 1 untuk sementara waktu adalah pilihan terbijak saat ini. Mau Pra-PSBB, PSBB, PSBB Transisi, PSBB Ketat, atau PPKM percuma saja, bila kegiatan yang menimbulkan kerumunan masih diberi izin.
Maaf sepak bola Indonesia, ada baiknya kita bersabar lagi. Sebagai penikmat sepak bola, saya juga kesal dan kesabaran saya juga sudah habis. Tapi apa hendak dikata, PSSI dan PT LIB, bahkan Kemenpora saja tidak jelas sikapnya, lempar sana lempar sini.
Lalu, pertanyaannya sekarang, apakah insan persepakbolaan kita sudah siap di-lockdown lagi?
Untuk para suporter, saya rasa sudah banyak yang lupa kepada kompetisi liga lokal. Di kampung-kampung, tarkam masih jalan, tidak jadi masalah kan. Lagian, ini masih pandemi, ekonomi masih suram, sehingga urusan perut dan dapur mengepul masih lebih penting.
Saya menduga, kaum yang tidak siap di-lockdown adalah mereka yang 100% menggantungkan hidupnya dari dunia sepak bola Indonesia. Saran saya, kalau boleh dan didengar, bagi pemain muda ada baiknya terima saja tawaran bermain di klub luar, sudahlah jangan harapkan kompetisi kita akan segera bangkit.
Bagi yang masih di usia sekolah, selesaikan dulu pendidikanmu. Kalau sudah masuk usia kuliah, cobalah cari dan berusaha masuk perguruan tinggi. Sungguh, ijazah akademis di luar karier sepak bola akan sangat menolong di masa depan.