Per hari ini (12/1) ada penambahan jumlah kasus baru positif Covid-19 sebanyak 10.047 kasus. Dilansir dari Asumsi, kini jumlah total kasus positif Covid-19 di seluruh Indonesia mencapai 846.765 kasus dengan jumlah kasus aktif sebanyak 126.313 kasus. Â
Selain itu, tingkat keterisian rumah sakit makin meningkat bahkan di beberapa daerah sudah hampir penuh. Dilansir dari merdeka.com (12/1), tingkat keterisian rumah sakit rujukan di DKI saja sudah di atas 80%.
Isu kondisi rumah sakit yang overload itu juga jadi salah satu landasan pemerintah memberlakukan PPKM. Selain tingkat kasus positif aktif di atas rata-rata, saat ini tingkat kematian karena Covid-19 sudah di atas 3%, sementara tingkat kesembuhan masih di bawah rata-rata nasional, yaitu 82%.
Meningkatnya jumlah kasus positif di Indonesia terjadi usai adanya hajatan pilkada dan libur panjang selama Natal dan Tahun Baru yang justru dihujani diskon pariwisata di mana-mana. Semua fenomena itu sudah pasti menimbulkan kerumunan.
Saya yakin bahwa situasi pandemi Covid-19 di Indonesia yang belum reda dan justru makin parah ini juga dipakai pihak kepolisian sebagai landasan untuk menolak menerbitkan izin keramaian untuk Liga 1. Sepak bola adalah olahraga yang butuh banyak orang dan untuk menyelenggarakan satu pertandingan saja butuh puluhan bahkan ratusan orang. Sudah pasti kerumunan sangat mungkin terjadi bukan? Â Â Â
2. Biaya operasional tetap besar
Seumpama kepolisian memberi izin PT LIB untuk menggelar Liga 1. Pertanyaannya, apakah modalnya sudah ada? Lalu, apakah setiap tim sudah siap secara finansial?
Untuk menjalankan sebuah liga, butuh biaya sangat besar. Sekali lagi, sepak bola belum jadi industri di Indonesia. Kasus Persipura yang bubar karena sponsornya, yaitu Bank Papua tak lagi mencairkan dana operasional jadi bukti bahwa masih ada klub Liga 1 yang bermasalah di pendanaan.
Bila Liga 1 ternyata jalan, apakah klub dan PT LIB sudah siap menjalankan protokol kesehatan yang disyaratkan? Jika meniru Korea, Jepang, atau Eropa, maka baik ofisial, pemain, dan seluruh pihak yang terlibat sebuah pertandingan harus menjalani Tes PCR rutin setiap bulannya.
Beberapa bulan lalu, Gugus Tugas Covid-19 sempat menjamin akan memfasilitasi Tes PCR untuk setiap klub. Jika rencana ini nantinya dijalankan, sebagai masyarakat Indonesia saya pribadi merasa keberatan. Ada isu moral dan empati di situ. Â Â
Sebagian besar masyarakat Indonesia saja masih harus membayar sendiri untuk melakukan Tes PCR. Banyak di luar sana yang menurut saya lebih berhak menerima hak tersebut. Bahkan mungkin ada baiknya dana untuk Tes PCR dipakai untuk segera menyembuhkan mereka yang positif Covid-19.
3. Keamanan yang tidak terjamin
Seperti yang kita ketahui, kepolisian belum memberi izin keramaian walau PT LIB sudah bolak-balik mengantarkan surat permohonan. Seperti yang sudah disinggung, sebuah kompetisi sepak bola butuh dijalankan banyak orang dan dengan begitu akan timbul banyak kerumunan.
Saya paham, kepolisian akan dibuat repot dengan kondisi tersebut. Masalahnya bukan pada klub Liga 1-nya, melainkan para suporternya. Masih banyak suporter lokal yang merasa bahwa datang dan langsung mendukung ke stadion adalah sebuah hal yang keren, tak peduli bagaimana situasi dan kondisi.