Mohon tunggu...
IrfanPras
IrfanPras Mohon Tunggu... Freelancer - Narablog

Dilarang memuat ulang artikel untuk komersial. Memuat ulang artikel untuk kebutuhan Fair Use diperbolehkan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Terancamnya Budaya Jagongan dan Cangkrukan Bila Pengguna Kata "Anjay" Terancam Dipidana

6 September 2020   16:56 Diperbarui: 6 September 2020   16:45 491
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Coba deh bayangkan, ada 4 anak muda nongkrong bareng di warung kopi. Tiba-tiba ketika ngobrol ada satu anak yang mengatakan “anjay”. Eh, ada satu anak yang tak terima terus menghubungi polisi lalu si anak yang mengatakan kata “anjay” ditangkap dan dipidana, kan ga lucu.

Yang tadinya mau nongkrong santai berubah jadi arena pidana. Yang tadinya mau cangkrukan melepas kangen justru jadi musuhan. Apakah pernyataan Komnas PA soal ancaman pidana terhadap pengguna kata “anjay” ini justru bisa merusak budaya nongkrong, cangkruk, atau njangong?

Kalau menurut pandangan saya pribadi, bila ada yang tersinggung, merasa di-bully dengan kata “anjay” dan sejenisnya, maka orang itu yang salah. Salah, sebab Ia telah salah memilih teman pergaulannya. Ingat, cangkrukan, jagongan, atau tongkrongan terbentuk secara natural, sukarela, tidak ada batasan, semua duduk sama rata sehingga seharusnya bila ada masalah bila ada gesekan kan bisa diselesaikan baik-baik tanpa melibatkan pengadilan.

Seorang yang bijak pernah berucap, “Kita tidak bisa mengatur omongan orang lain terhadap diri kita, kita hanya bisa mengatur sendiri reaksi kita terhadap omongan orang lain.”. Intinya, mau tersinggung, sakit hati, atau baper bukan murni kesalahan orang lain, tapi ada andil reaksi diri kita sendiri di sana.

Pahamilah apakah Anda seorang yang sensitif atau easy going. Pilihlah sendiri sedari dini lingkup pergaulan Anda agar tidak mudah terbawa suasana.

Lucunya, Komnas PA justru mau masuk ke ranah ini, mengatur omongan orang lain. Lucu, sebab mereka tidak sekalian saja semua kata yang bisa berkonotasi negatif atau berupa pisuhan dilarang.

Ingat, kata Khrisna Pabhicara, “anjay” hanyalah ranting yang muncul dari dahan bernama “anjir” yang asalnya dari pohon bernama “anjing”. Pun sama dengan “bajindul”, yang mungkin saja buah dari pohon bernama “bajingan”.

Kalau kata Sri Wangadi, lebih penting untuk mengurusi 4 kata lain yang lebih pantas dilarang penggunaannya bersifat bullying verbal yang sering dipakai untuk merendahkan orang lain, seperti goblok, aneh, jelek, kapan.

Intinya, saya pribadi sedikit setuju dengan pres rilis Komnas PA soal himbauan untuk hati-hati menggunakan kata “anjay”. Akan tetapi, nanggung bila hanya “anjay” saja yang dilarang. Belum lagi saya merasa baik pelapor dan Komnas PA sepertinya tak paham pergaulan masa kini.

Dengar-dengar, setelah “anjay”, kata “anjir” juga mau diproses. Bisa jadi nih, tebakan saya akan ada pres rilis lagi dan lagi-lagi netizen ramai-ramai memviralkan dan lagi-lagi muncul kosakata umpatan atau pisuhan lain. Mati satu tumbuh seribu, tidak selesai-selesai urusannya.

Bila ingin meluruskan dan menyelamatkan generasi milenial, seseorang harusnya paham situasi terkini dalam pergaulan milenial. Seperti filosofi cangkrukan, tidak akan terbentuk diskusi atau obrolan sehat apabila ada yang berdiri lebih tinggi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun