Ketika jam telah menunjukkan pukul 3 sore, sudah masuk waktunya asar ternyata. Akan tetapi, di pantai ini kami tidak perlu khawatir. Sudah tersedia musala yang bersih, lengkap dengan tempat wudhu dan toiletnya. Eits, jangan ditanya rasa airnya ya, agak asin maklum dekat laut.
Letak musalanya cukup jauh dari bibir pantai, sehingga aman dan jamaah bisa khusyuk menjalankan salat. Mungkin hanya suara motor dan mobil yang mencari parkir atau suara pengunjung yang ramai-ramai makan bareng di warung makan seafood yang akan sedikit memecah fokus.
Uniknya, beberapa warung makan seafood disini punya sistem penamaan yang hampir mirip.
Sepertinya semua pemilik warung makan seafood disini merupakan ibu-ibu. Habis gimana, kalau tidak memakai kata "Mbak", ya "Yu". Contohnya warung makan seafood "Yu Kasmini", "Yu Pesek", "Yu War" dll.
Mungkin itu juga yang membuat nama warungnya memakai nama si ibu, karena si bapak pekerjaan utamanya mencari ikan sebagai bahan pokok usaha warung seafood. Dasar cocoklogi.
Sementara tak jauh dari warung seafood, ada deretan penjual ikan di pasar ikan dan tempat pelelangan ikan yang paling ramai suasananya ketika pagi hari.
Sayangnya, inilah salah satu masalah utama kehidupan pantai dan laut dari kami kecil. Kami pernah mendengar pemda akan membuat tempat pelelangan ikan yang layak dan modern. Memang ada perubahan tapi ya sama saja.
Kami berdua kembali ke pantai idola masa kecil kami ketika dewasa. Ketika kami berdua beranjak dewasa, Pantai Dewa Ruci Jatimalang juga mendewasakan dirinya. Sayang, pemerintah daerah setempat belum juga dewasa kebijaksanaannya.