Mohon tunggu...
IrfanPras
IrfanPras Mohon Tunggu... Freelancer - Narablog

Dilarang memuat ulang artikel untuk komersial. Memuat ulang artikel untuk kebutuhan Fair Use diperbolehkan.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Turun ke Divisi 3 Spanyol, Super Depor Tak Lagi "Super"

28 Juli 2020   07:52 Diperbarui: 1 Agustus 2020   00:51 2317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kabar cukup menyedihkan datang dari sepak bola Negeri Matador. Klub legendaris sekaligus mantan juara La Liga musim 1999/2000, Real Club Deportivo de La Coruna secara matematis baru saja terdegradasi ke Divisi 3 Spanyol.

Bermain di Segunda Divison atau La Liga 2 sejak musim lalu, klub yang memiliki julukan Super Depor ini tak kuat mempertahankan diri di kompetisi Divisi 2 Spanyol itu. Klub yang bermarkas di Estadio Riazor itu hanya menempati peringkat 20 klasemen dari 22 kontestan.

Deportivo La Coruna secara matematis terdegradasi. Mereka hanya mampu mengumpulkan 48 poin dari 41 laga, hasil 11 kemenangan, 15 hasil imbang, dan 15 kali menelan kekalahan.

Jika pun menang di laga terakhir, poin maksimal yang bisa dikumpulkan Super Depor hanya 51 poin. Sayangnya, poin itu tak mampu menggusur Ponferradina dari posisi 18 klasemen, batas aman dari zona degradasi.

Walau jika nantinya memiliki poin sama dengan Ponferradina, Deportivo memiliki selisih gol minus 18 sementara Ponferradina memiliki selisih gol minus 5. 

Jika ingin bertahan di Segunda Division, maka di laga pekan terakhir Deportivo harus menang minimal dengan selisih 13 gol melawan Fuenlabrada. Sebuah hasil nyaris mustahil, maka layak bila Deportivo La Coruna resmi dinyatakan terdegradasi ke Divisi 3.

Apa yang menyebabkan Super Depor terdegradasi?
Ada 2 masalah utama. Yaitu, Super Depor suka bergonta-ganti pelatih. Ironisnya, setiap pelatih yang ditunjuk tak mampu membuat mantan juara La Liga ini menampilkan permainan terbaiknya.

Gonta-ganti pelatih inilah yang membuat Deportivo selalu tampil inkonsisten. Ya, klub yang dulunya terkenal dengan duet Roy Makaay dan Diego Tristan ini tampil inkonsisten dengan penampilan buruknya.

Deportivo dilatih 3 pelatih berbeda musim ini. Di awal musim, Juan Antonio Anquela jadi pelatihnya. Anquela hanya mampu bertahan 10 pekan saja setelah menorehkan tinta hitam. Di bawah asuhannya, Deportivo meraih kemenangan di pekan pertama, namun setelahnya menelan 4 kekalahan dan 5 hasil imbang.

Terjerembab di dasar klasemen, manajemen Deportivo menunjuk Luis Cesar Sampedro sebagai juru taktik anyar. Nahas, Super Depor justru dibawanya makin suram. Super Depor menelan 6 kekalahan dan 4 hasil imbang sebelum meraih kemenangan kedua di liga pada akhir Desember 2019.

Dengan meninggalkan catatan kelam, Deportivo memecat Luis Cesar dan menunjuk Fernando Vazquez sebagai pelatih untuk paruh kedua Segunda Division. Membaik, 6 kemenangan beruntun berhasil diraih Super Depor di bawah pelatih baru. Perlahan, mereka keluar dari zona degradasi.

Sayangnya, seperti klub-klub yang terdegradasi musim ini, pandemi Covid-19 jadi hambatan. Selepas kompetisi dilanjutkan kembali pascavakum, 3 hasil imbang di 3 laga pertama dan 3 kekalahan beruntun di 3 laga terkahir membuat Deportivo kembali masuk zona degradasi dan akhirnya secara matematis mereka terdegradasi.

Sudah jatuh tertimpa tangga. Begitulah kondisi terkini Deportivo sebelum dinyatakan turun kasta. Laga pekan terakhir mereka ditunda otoritas liga dan Federasi Sepak Bola Spanyol (RFEF) setelah beberapa pemainnya dinyatakan positif Covid-19.

Langkah hukum coba ditempuh pihak klub yang merasa dirugikan, namun bisa dilihat bersama bahwa walau mereka menang pun, hasil akhirnya tetap sama, degradasi.

Nasib lebih buruk harus siap dirasakan Deportivo La Coruna. Tak peduli klub dari divisi 1 atau 2, mereka yang terdegradasi harus siap-siap merugi dan ditinggal pergi beberapa pemain andalannya. Bukankah sudah hukum alamnya begitu di dunia sepak bola modern?

BACA JUGA: Budaya Berburu Pemain dari Klub Degradasi di Eropa

Kenangan Manis Super Depor Kini Hanya Tinggal Kenangan

Rekam jejak Deportivo La Coruna. | foto: @IrfanPras/dokpri
Rekam jejak Deportivo La Coruna. | foto: @IrfanPras/dokpri

Mantan juara La Liga ini mulai musim depan akan selevel dengan Barcelona B, Real Madrid Castilla, Celta Vigo B, hingga Getafe B. Sungguh nasib nahas bagi klub yang dulunya pernah jaya di era 90-an dan awal 2000-an ini.

Bagi pembaca yang tumbuh kembang di era tersebut, nama Deportivo La Coruna tidaklah asing di telinganya.

Jika boleh dibandingkan, kisah Deportivo ini mirip dengan klub Parma di Serie A dan Leeds United di Premier League. Ketiganya adalah kuda hitam di masanya, bahkan mereka juga jadi juara dengan dihuni beberapa pemain beken dalam skuatnya.

Pada era tersebut, Parma punya Crespo, Veron, Cannavaro, Thuram, hingga Buffon. Leeds yang kini sedang bergembira pascapromosi ke Premier League dulu pernah punya Eric Cantona, Alan Smith, Harry Kewell, dan Jimmy Floyd Hasselbaink.

Begitu pula dengan Deportivo La Coruna, mereka juga pernah punya skuat menakutkan pada masanya.

Bagi yang besar di era 90-an dan 2000-an awal, Deportivo pernah jadi salah satu kesebelasan andalan di game Winning Eleven PS1. Dulunya, Super Depor ditakuti lawan lewat deretan pemain bintangnya, seperti Juan Carlos Valeron, Djalminha, Sergio Gonzalez, Fran, Joan Capdevilla, Bebeto, dan tentu saja yang paling diingat adalah Roy Makaay dan Diego Tristan.

Bagi yang tahu betapa bahayanya duet pemain ini, Anda sudah tua. (Sumber: Twitter/Bet365)
Bagi yang tahu betapa bahayanya duet pemain ini, Anda sudah tua. (Sumber: Twitter/Bet365)
Dengan deretan pemain itu, prestasi terbaik Super Depor adalah menjuarai Copa del Rey 1995 dan 2002, juara La Liga 2000, dan mencapai semifinal Liga Champions 2004 sebagai puncak kesuksesan mereka di kompetisi klub antar-Eropa. Dahulu, Deportivo La Coruna bukanlah klub abal-abal, kekuatan mereka begitu diperhitungkan.

Laga Deportivo La Coruna di perempat final Liga Champions 2004 bahkan masuk kedalam salah satu laga paling diingat dan paling mengejutkan dalam sejarah. Kala itu, dibawah asuhan Javier Irureta, Super Depor mencatat salah satu comeback terbaik dalam kompetisi.

Di perempat final, Deportivo bersua AC Milan. Leg 1 di San Siro, Super Depor pulang membawa kekalahan 4-1. Namun, siapa sangka, di leg 2 Super Depor membalikkan skor agregat dan lolos ke partai semifinal. Milan yang berstatus juara bertahan dibuat malu di Estadio Riazor dengan skor 4 gol tanpa balas.

Selang beberapa musim kemudian, mantan penggawa Milan yang dikandaskan kala itu justru yang membuat Deportivo degradasi. Musim 2017/2018 mereka terdegradasi dari La Liga dan Clarence Seedorf, mantan penggawa Milan yang pernah dibantai Deportivo, merupakan pelatih klub saat itu. Nama Deportivo pun tenggelam dari kasta tertinggi sepak bola Spanyol.

Namun, hingga kini, laga comeback Deportivo-Milan itu jadi bukti sahih kehebatan Deportivo La Coruna di masa lalu. Ya, di masa lalu sebab kini level mereka tak lagi setinggi itu. Deportivo tak lagi jadi salah satu tim yang merusak dominasi Barcelona dan Real Madrid di La Liga.

Alih-alih menjadi kuda hitam, untuk jadi klub yang sekadar berkompetisi di La Liga saja jalan mereka masih panjang. Deportivo harus memulai dari bawah lagi dan perubahan besar kudu dibuat.

Deportivo memang bukan klub kaya dan mereka juga bukan klub yang punya akademi bagus. Akademi mereka tak setenar milik Barcelona, Real Madrid, Getafe, Celta Vigo, ataupun Real Sociedad. Ini yang jadi masalah, sudah tak punya dana memadai, Deportivo juga tak punya regenerasi instan di akademi mereka.

Kini yang tersisa hanyalah kenangan. Rasanya berlebihan bila mengharap Deportivo bisa segera kembali merusak dominasi Barca dan Madrid atau bahkan kembali mentas di Liga Champions seperti sedia kala. Sembari menunggu datang masa itu, agaknya tidak berlebihan bila julukan Super Depor untuk sementara di tanggalkan dulu.

Super Depor tak lagi "super". Hanya waktu yang bisa menjawab kapan Deportivo La Coruna layak dijuluki Super Depor seperti pada masa jayanya dulu.

Lekas sembuh Branquiazuis.

Sekian. Salam Olahraga.
@IrfanPras

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun