Mohon tunggu...
IrfanPras
IrfanPras Mohon Tunggu... Freelancer - Narablog

Dilarang memuat ulang artikel untuk komersial. Memuat ulang artikel untuk kebutuhan Fair Use diperbolehkan.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Menyoal Aturan UEFA Financial Fair Play, Manchester City Jadi Korban Terbarunya

15 Februari 2020   18:37 Diperbarui: 16 Februari 2020   07:17 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Man. City terancam sanksi FFP dari larangan tampil di Liga Champions hingga denda. (sumber foto: metro.co.uk/Getty images)

Michel Platini ketika menjabat sebagai presiden UEFA membuat gebrakan aturan yang cukup kontroversial tapi cerdas. Sejak musim 2011, akibat aturan yang digagas Platini, klub-klub kaya raya tidak bisa berlaku semena-mena dalam menggelontorkan uangnya demi transfer pemain.

Aturan itulah yang kita kenal dengan UEFA Financial Fair Play atau biasa disingkat FFP. Tujuan Platini membuat aturan tersebut sejatinya snagat mulia. Adanya FFP bertujuan untuk menyehatkan neraca keuangan sebuah klub dan mencegah suatu klub untuk jor-joran dalam transfer pemain. Gagasan FFP juga bermula dari semakin banyaknya miliarder yang membeli klub bola kala itu. Platini percaya bahwa gelontoran uang yang jor-joran dalam sepak bola dapat merusak persaingan kompetisi.

Hasil investigasi UEFA di tahun 2009 menyebutkan temuan bahwa hampir setengah klub di eropa mengalami kerugian. Kerugian tersebut salah satu faktornya adalah pemilik klub yang banyak menggelontorkan uang demi mencapai kesuksesan klub. Sayangnya, cara yang ditempuh tidak sehat sehingga banyak klub kala itu menjadi kolaps akibat beban utang dan jatuh bangkrut.   

Aturan FFP ini juga dibuat untuk mencegah seorang pemilik klub menggunakan dana pribadi secara berlebihan untuk biaya transfer pemain. Seperti yang bisa kita duga, ketika si pemilik klub begitu kaya, ia bisa membeli berbagai pemain bintang dan kemungkinan negatifnya bakal terjadi ketimpangan kompetisi. Tentu persaingan semacam ini tidak sehat dan merusak nilai-nilai sportifitas kompetisi.

Untuk menegakkan FFP ini, UEFA membentuk Badan Pengawas Keuangan Klub atau The Club Financial Control Body (CFCB). Tugas dari CFCB ini adalah untuk mengawasi neraca keuangan suatu klub. Intinya adalah, sebuah klub harus memiliki neraca keuangan yang sehat. Hal itu ditandai dengan seimbangnya pemasukan dan pengeluaran suatu klub sepak bola dalam semusim. Klub tidak boleh memiliki pengeluaran yang lebih besar daripada pemasukannya. Nah, biasanya di pertengahan musim antara bulan Desember hingga Januari, CFCB akan mengeluarkan laporan yang menyatakan suatu klub itu telah melanggar aturan FFP atau tidak berdasarkan laporan keuangan yang klub buat. Aturan FFP memang membuat suatu klub sepak bola menjalankan operasinya selayaknya sebuah perusahaan.

Apa sanksi yang di dapat klub apabila melanggar FFP?

Ada beberapa level sanksi yang diterapkan terhadap suatu klub yang kedapatan melanggar aturan ini. Dalam rincian regulasinya, setidaknya ada 8 hukuman terpisah yang bisa dijatuhkan berdasarkan tingkat pelanggarannya, antara lain: teguran/peringatan, denda, pengurangan poin, pemotongan pendapatan dari kompetisi UEFA, larangan untuk mendaftarkan pemain baru untuk kompetisi UEFA, pembatasan jumlah pemain yang bisa didaftarkan klub untuk kompetisi UEFA, dan hukuman terberatnya adalah diskualifikasi dari kompetisi eropa yang sedang berlangsung dan pengeluaran dari kompetisi musim berikutnya.

Seperti yang ramai dibicarakan, larangan berkompetisi di kompetisi antarklub eropa (Liga Champions, Liga Europa, Piala Super Eropa) itulah yang kini harus diterima oleh Manchester City. Rilis laporan CFCB itulah yang menyatakan bahwa Manchester City telah melanggar aturan FFP. Dalam keterangan UEFA, Manchester City telah melanggar aturan FFP dengan memanipulasi pendapatan dari sponsor dalam laporan keuangan yang dikirimkan kepada UEFA antara tahun 2012 hingga 2016. City juga diduga tidak kooperatif dalam proses investigasinya.

Anak asuhan Pep Guardiola pun hanya punya kesempatan memenangkan trofi Liga Champions musim ini saja. Pasalnya untuk 2 musim kedepan (2021 & 2022) Man. City dilarang ikut serta dalam kompetisi UEFA. The Citizen memang melanggar aturan FFP cukup berat. Walaupun masih punya kesempatan untuk mengajukan banding ke Court of Arbitration for Sports (CAS), namun saya rasa kesempatannya juga kecil apalagi sanksi yang dibebankan pada Man. City juga yang paling berat. Tak cukup dilarang ikut serta kompetisi antarklub eropa seperti Liga Champions, The Citizen juga dikenai denda sebesar 30 juta euro.

Man. City terancam sanksi FFP dari larangan tampil di Liga Champions hingga denda. (sumber foto: metro.co.uk/Getty images)
Man. City terancam sanksi FFP dari larangan tampil di Liga Champions hingga denda. (sumber foto: metro.co.uk/Getty images)

Menurut berbagai sumber yang penulis pelajari dari Sky Sports, CNBC, hingga Goal Indonesia, Man. City diduga memperbesar angka pendapatan dari sponsor mereka yaitu Etihad Airways. Sedikit informasi, Etihad Airways merupakan maskapai penerbangan milik pemda Abu Dhabi. Pemiliknya adalah keluarga kerajaan Abu Dhabi asal Uni Emirat Arab dan Sheikh Mansour bin Zayed Al Nahyan selaku pemilik City juga anggota kerajaan itu. Nah CEO Etihad ini juga memiliki jabatan di jajaran direktur Man. City. Memang sejak diakuisisi oleh Sheikh Mansour, City menjelma jadi klub super kaya dengan kemampuan finasial mumpuni untuk membeli pemain bintang dan dana-dana segar itu di dapat dari berbagai bisnis Sheikh Mansour.

Man. City sudah sejak 2011 lalu ketika FFP diterapkan telah mendapat pengawasan UEFA dan CFCB. Hal ini wajar karena biaya transfer pemain City cukup gila. Bisa dikatakan biaya pengeluaran The Citizen banyak namun mereka tidak kolaps. Kecurigaan sejak 2011 ini akhirnya mendapat hasil sejak investigasi intensif dari akhir tahun 2018 lalu yang berawal dari temuan majalah Der Spiegel atas publikasi email dan dokumen yang bocor. Dalam dokumen dan email yang bocor itu, diduga Etihad hanya membayar sponsorship sebesar 8 juta euro saja namun digelembungkan hingga 67,5 juta euro dimana dana sisanya tersebut diduga berasal dari perusahaan Abu Dhabi United Group (ADUG) milik Sheikh Mansour. Artinya, bisa jadi sponsor utama The Citizen bukan Etihad tapi ADUG yang dananya bisa jadi dari kantong Sheikh Mansour sendiri.

Melihat kepemilikian perusahaan-perusahaan itu, tentu gelontoran dana ke Man. City tidak wajar apalagi bisa dianggap suatu negara (UEA) yang memiliki kekuatan finansial lebih dari sebuah perusahaan telah mensponsosri suatu klub. Tentunya hal semacam ini telah merusak sportifitas kompetisi. Inilah maksud Platini ketika ia membuat gagasan agar setiap klub di eropa bersaing secara sehat dan kekuatan finansial seorang pemilik klub dibatasi demi sehatnya kompetisi.

Aturan FFP sebetulnya cukup sederhana. Apalagi dalam aturan FFP kerugian juga masih ditoleransi hingga 30 juta euro selama 3 musim dan jumlah kerugian itu harus diturunkan di tahun-tahun berikutnya secara bertahap. Lalu kenapa City begitu takut kena FFP sampai menggelembungkan data? Nah penulis duga apabila tak dilakukan sudah sejak dulu City terkena sanksi. Tapi memang di musim 2014-2015, The Citizen juga sudah pernah terkena sanksi pengurangan jumlah pemain di kompetisi UEFA. Lewat pengalaman itu seharusnya bisa jadi bahan evaluasi manajemen untuk menyehatkan kondisi finansial klub bukannya malah melakukan pembohongan data keuangan.

Bisa jadi pengeluaran Man. City selama ini jauh lebih tinggi daripada pemasukannya. Pertanyaannya sebesar apa kerugiannya hingga berani memanipulasi data? Sekedar info, biaya pengeluaran suatu klub bola itu seperti biaya transfer pemain hingga beban gaji klub, sementara pemasukannya adalah dari merchandise, hadiah kompetisi, hak siar, sponsor, hingga tiket. Nah, seperti yang sudah beberapa kali diberitakan, Stadion Etihad ketahuan beberapa kali sepi penonton. 

FFP walaupun bertujuan baik namun juga tetap menimbulkan pro dan kontra. Korban dari aturan FFP ini juga bukan hanya The Citizen saja. Duo klub Milan, Inter dan AC Milan juga pernah terkena sanksi FFP. Inter patut bersyukur pasalnya mereka kini sudah lebih sehat keuangannya, itu juga ditandai dengan gelontoran uang Inter dalam bursa transfer pemain kemarin. Sementara saudara tuanya, AC Milan masih dalam pengawasan CFCB dan musim lalu pun posisi mereka di Liga Europa harus diganti oleh Torino karena Milan melanggar FFP sehingga tidak diperbolehkan mengikuti kompetisi tersebut.

Salah satu cara sederhana untuk bisa keluar dari sanksi FFP adalah dengan menjual pemain dan mengurangi beban gaji seperti yang Inter lakukan beberapa musim lalu. Ketika itu Inter dibawah Erick Thohir menjual beberapa pemain muda potensial mereka dengan harga tinggi untuk menyeimbangkan neraca keuangan mereka. Hasilnya beban gaji pemain juga berkurang dan hutang juga berkurang. Sehatnya neraca keuangan juga menguntungkan untuk bisnis klub sepak bola itu sendiri. Dengan keuangan yang sehat, sponsor dan investor baru mau menyuntikkan dana segarnya karena tidak terberatkan oleh hutang masa lalu. Itulah kenapa Suning Group akhirnya berani membeli kepemilikan mayoritas Inter. Cara lain untuk menghemat pengeluaran klub adalah dengan transfer pemain dengan opsi peminjaman. 

Dalam sepakbola modern dimana sepak bola sudah menjadi bisnis, aturan FFP memang penting keberadaannya. Walaupun menimbulkan pro dan kontra tapi nyatanya FFP bisa menyelamatkan klub dari kebangkrutan dan mencegah klub kaya berlaku suka-suka. Mourinho dan Wenger pernah berpendapat agar FFP dihapus saja karena hanya melindungi klub-klub kaya namun memberatkan klub kecil tapi nyatanya sekarang Man. City yang begitu kaya terkena sanksi FFP bukan?

Sanksi kepada Man. City membuka mata pemerhati sepak bola bahwasanya aturan FFP ini memang bertujuan mulia seperti yang digagas Platini dulu. Mungkin saja aturan FFP ini bisa diadaptasi oleh PSSI agar tidak ada lagi kasus klub Indonesia yang bangkrut atau gagal membayar gaji pemainnya. FFP juga membuat klub untuk berhati hati soal keuangan klub, maka dari itu di masa sekarang banyak klub bola yang merekrut ahli keungan di klub mereka.

Terlepas dari pro dan kontranya, sanksi FFP bisa menjadi lebih berat sesuai dengan investigasi lanjutan pasca sanksi. Nah, menurut berbagai surat kabar kenamaan seperti Goal hingga dailymail, Man. City bisa terkena sanksi pengurangan poin oleh FA bahkan menurut The Star, Man. City bisa saja turun kasta dari Premier League.

Aturan FFP memang akan menimbulkan efek domino. Tentunya efek domino ini tergantung seberat apa pelanggaran dan sanksinya. Yang pasti kini The Citizen tidak bisa ikut Liga Champions 2 musim dan akan jadi sejarah apabila mereka berhasil juara musim ini tapi musim depannya mereka absen dari Liga Champions. Namun itu hanya sebatas kemungkinan, yang pasti sanksi FFP ini akan mengusik Pep dan pemain bintang City untuk mencari klub baru. Sudah banyak yang mengira-ngira akan kemanakah para pemain bintang City musim depan. Pun sama dengan Pep, ia sudah erat dikaitkan dengan beberapa klub besar seperti Juventus yang meminatinya.

Sanksi FFP ini juga akan menjadi ujian loyalitas bagi fans Manchester City. Apakah benar fans The Citizen adalah fans plastik yang hanya mendukung klub setelah menjadi kaya dan sukses? Kita tunggu saja jawabannya di kemudian hari dan semoga saja segera ada hasil dari banding City ke CAS. Oiya akibat dari sanksi yang Man. City terima, netizen banyak mendukung UEFA untuk menginvestigasi tim kaya lainya yaitu PSG. Hmm... menarik bukan efek domino sanksi FFP ini?

Sekian. Salam sepak bola.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun