Mohon tunggu...
IrfanPras
IrfanPras Mohon Tunggu... Freelancer - Narablog

Dilarang memuat ulang artikel untuk komersial. Memuat ulang artikel untuk kebutuhan Fair Use diperbolehkan.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Memahami Kerja Jurnalis Lewat Film "Spotlight"

12 Februari 2020   10:30 Diperbarui: 12 Februari 2020   10:30 1241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Poster film Spotlight (2015). sumber foto: catholicleague.com)

Akhir-akhir ini pemberitaan media ramai dengan berita kemenangan film Parasite asal Korea Selatan yang sukses memenangi Academy Awards for Best Picture (film terbaik) 2019.

Namun, penulis tidak akan membahas film Parasite yang menggemparkan itu. Balik lagi ke gelaran Academy Awards 2015, di tahun itu yang memenangi kategori Best Picture adalah film Spotlight. Nah, film inilah yang akan dibahas karena banyak hikmah dan pelajaran penting yang bisa kita petik.

Spotlight adalah film drama kriminal asal Amerika Serikat yang disutradarai oleh Tom McCarthy di tahun 2015 lalu. Naskah film tersebut di tulis oleh Tom McCarthy dan Josh Singer berdasarkan kisah nyata yaitu kasus pelecehan seksual terhadap anak yang dilakukan oleh beberapa pastur gereja Katolik di kota Boston yang berhasil diungkap oleh sekumpulan jurnalis investigasi dalam tim "Spotlight" dari kantor berita The Boston Globe.

Cerita bermula ketika di tahun 2001 The Boston Globe mempekerjakan editor baru yaitu Marty Baron yang diperankan oleh Liev Schreiber. Dalam rapat pertamanya di kantor, ia menyinggung sebuah berita yang ditulis oleh Eileen McNamara tentang pengacara Mitchell Garabedian yang menyatakan bahwa Uskup Agung Boston, Kardinal Law mengetahui bahwa seorang pastur dilingkungannya, John Geoghan diduga melakukan pelecehan seksual terhadap anak namun ia tidak melakukan tindakan apapun atas dugaan itu.

Marty lalu meminta tim Spotlight yang diketuai Walter "Robby" Robinson yang diperankan oleh Michael Keaton untuk melakukan investigasi lanjutan atas kasus John Geoghan tersebut. Robby kemudian menyampaikannya kepada tim Spotlight yang berisi 4 jurnalis investigasi, yaitu Michael Rezendes yang diperankan oleh Mark Rufallo, Sacha Pfeiffer yang diperankan oleh Rachel McAdams, Matt Carroll yang diperankan Brian d'Arcy James, dan Robby sendiri yang bertugas sebagai jurnalis sekaligus editor bagi tim Spotlight.

Setelah mendapat tugas untuk menginvestigasi kasus John Geoghan, masing-masing anggota tim Spotlight melakukan jobdesk-nya masing-masing. Michael Rezendes kemudian menemui Mitchell Garabedian seorang pengacara yang menangani aduan korban pelecehan John Geoghan. 

Dalam tugas jurnalisnya, Michael menemui banyak rintangan untuk mewawancarai Mitchell Garabedian dan kliennnya. Dalam tugasnya, tim Spotlight juga harus rutin menyampaikan perkembangan investigasi mereka kepada editor Ben Bradlee Jr. yang diperankan oleh John Slattery.  

Pekerjaan tim Spotlight mendapat titik terang setelah mewawancarai Phil Saviano, ketua kelompok korban pelecehan oleh pastur. Lewat keterangan Phil yang digali Sacha Pfeiffer, diperkirakan ada 13 pastur di Boston yang diduga melakukan pelecehan seksual terhadap anak-anak. 

Namun ternyata dugaan ini kurang tepat. Berdasarkan keterangan sumber kedua mereka, Richard Sipe, seorang psikoterapis yang menangani rehabilitasi pastur pedofilia, menyatakan bahwa berdasarkan penelitiannya, diduga ada 6% dari total pastur di Boston yang terlibat kasus pelecehan seksual.

Tim Spotlight pun memperluas investigasi mereka, dari keterangan korban hingga mencari daftar nama pastur yang diduga terlibat. Tim Spotlight bahkan harus lembur setiap malamnya untuk mengecek daftar nama pastur yang bertugas di Boston dari tahun ke tahun. Akhirnya mereka mendapat data daftar pastur yang diduga melakukan pelecehan seksual hingga 87 nama, tepat seperti yang disampaikan Richard Sipe.

Kendala bagi tim Spotlight muncul ketika terjadi tragedi 9/11. Ketika itu semua media pemberitaan fokus untuk mengabarkan tragedi naas itu. Investigasi pun sempat tersendat dan tanggal rilis berita kasus pelecehan yang mereka investigasi ditunda hingga pertengahan awal Januari 2002. 

Akhirnya, berita dengan judul "Church allowed abuse by priest for years" terbit pada tanggal 6 Januari 2002 di harian Boston Sunday Globe. Pemberitaan itupun menyita perhatian banyak pihak dan keesokan paginya tim Spotlight menerima banyak telpon dari para korban pelecehan pastur yang menceritakan kisah mereka.

Dari film Spotlight ini kita bisa mendapat beberapa pembelajaran penting. Salah satunya bagaimana kekuatan pers dalam mengungkap sebuah kasus. Terbukti, tim Spotlight akhirnya mampu mengungkap kasus pelecehan seksual terhadap anak oleh beberapa pastur di kota Boston yang ternyata sudah terjadi bertahun-tahun lamanya. 

Bahkan setelah terbitnya investigasi mereka, didapat jumlah korban pelecehan yang mencapai lebih dari 1000 orang dan 249 pastur dan biarawan yang didakwa oleh Keuskupan Boston atas dugaan kasus pelecehan seksual.

Tak disangka bukan, bahwa investigasi jurnalis yang membutuhkan waktu berbulan-bulan itu berbuah manis, dan setahun kemudian tim Spotlight mendapat anugerah Pulitzer Prize for Public Service, sebuah penghargaan tinggi di Amerika Serikat atas kerja jurnalisme dalam pelayanan publik.  

Dari film Spotlight kita juga bisa melihat betapa beratnya perjuangan tim Spotlight dalam melakukan investigasi. Bukan hanya membutuhkan waktu berbulan-bulan namun mereka juga butuh kesabaran dan ketelitian dalam mencari sumber berita. 

Setelah terbit pun, berita yang mereka buat mendapat tanggapan keras dari Kardinal Law dan komunitas Katolik di Boston karena bagaimanapun mereka dianggap menuntut gerja Katolik walau mereka juga seorang Katolik.

Saya tak paham soal kode etik jurnalistik di Amerika Serikat, namun tim Spotlight memperlihatkan bahwa mereka bekerja sesuai kode etik jurnalistik. Kode etik jurnalistik di Indonesia yang ditetapkan oleh Dewan Pers setidaknya memuat 11 pasal. Dari seluruhnya itu, jurnalis Spotlight mengajarkan kepada penontonnya bahwa jurnalis harus independen, profesional, tidak menerima suap, menghormati hak narasumber, dan tidak membuat berita bohong atau hoax.

Dalam filmnya, diperlihatkan Marty Baron bertemu dengan Kardinal Law pimpinan keuskupan di Boston. Ketika itu Kardinal Law menawarkan bantuan kepada Marty, namun dengan halus ia menjawab bahwa surat kabar akan befungsi secara maksimal jika berkerja secara independen dan tidak menerima suap dalam bentuk apapun. 

Tokoh Robby juga memperlihatkan hal serupa. Dalam perkerjannya menginvestigasi kasus lewat beberapa pengacara yang menangani kasus pelecehan oleh pastur, ia sempat ditawari untuk menghentikan saja investigasinya dan memintanya untuk berdamai. 

Hal itu karena pekerjaan tim Spotlight cukup riskan sebab bisa dianggap menggugat gereja Katolik. Tapi pada akhirnya Robby tetap profesional dan mengulik informasi lebih dalam dari para narasumbernya.

Dalam film Spotlight juga diperlihatkan perjuangan keras dari Michael Rezendes untuk mendapat segala sumber pemberitaan untuk kasus pelecehan seksual itu. Bahkan ia harus memohon kepada pengacara Mitchell untuk mau dimintai keterangan. Namun, ia tetap menjaga martabat dan kesopanannya, tidak mengancam atau memaksa Mitchell secara berlebihan. 

Dalam proses investigasinya, tim Spotlight juga berusaha mencari sumber berita dari dokumen resmi di pengadilan. Hal ini memperlihatkan pekerjaan jurnalis yang berusaha mendapat referensi dari sumber terpecaya. Tak hanya itu, dalam melakukan proses wawancara terhadap korban pelecehan, para jurnalis tim Spotlight juga berusaha menjaga nama baik korban dengan tidak mencantumkan nama korban apabila tidak mendapat persetujuannya.

Menurut saya pribadi, film Spotlight ini mengajarkan kepada penontonnya bagaimana sesungguhnya para jurnalis bekerja di balik layar. Selama ini mungkin kita hanya paham ketika berita itu terbit namun tak paham bagaimana proses sebuah kejadian/kasus hingga menjadi berita yang berbobot. Bisa diambil kesimpulan bahwasanya film Spotlight ini juga meminta para penontonnya untuk lebih menghargai pekerjaan jurnalis dan mengapresiasi pekerjaan mereka.

Apa yang film Spotlight ajarkan juga relevan dengan pers di Indonesia. Kalau tak ada pers atau media dan surat kabar, tak mungkin kita tau ada kasus-kasus korupsi yang menelan kerugiaan negara. Tak mungkin juga kita bisa tau ada berbagai macam kasus kriminal hingga kasus pelecehan serupa seperti yang terjadi di Boston. 

Maka dari itu, kita sebagai pembaca setia, penikmat setia berita yang disuguhkan insan pers Indonesia harus lebih menghargai para jurnalis yang telah bekerja mengolah berbagai berita selama ini. Tak luput juga, saya berpesan kepada para jurnalis dan seluruh insan pers Indonesia agara mencontoh para tokoh di film Spotlight agar tetap dan selalu bekerja sesuai dengan kode etik jurnalistik.

Walapun kini teknologi semakin maju dan penyebaran berita bisa semakin cepat, namun segala bentuk aktivitas jurnalisme harus tetap dalam kode etiknya. Pers harus tetap bisa menjaga kepercayaan publik. Adanya internet dan teknologi yang mempercepat proses penerbitan bukanlah solusi untuk menyebarkan berita secara cepat namun perlu dipastikan terlebih dahulu kebenarannya. 

Seperti yang tim Spotlight lakukan, sebelum berita resmi terbit, mereka meminta pendapat Keuskupan Boston terlebih dahulu. Intinya, jangan sampai majunya teknologi informasi justru mempercepat penyebaran hoax dan melunturkan kepercayaan publik. Pers juga harus bekerja independen dan jangan sampai disetir pihak-pihak tertentu agar tetap profesional dalam memberitakan kejadian.

Akhirnya saya mengucapkan Selamat Hari Pers Nasional 2020. Semoga pers Indoensia semakin maju dan profesional serta tidak ada lagi kasus kekerasan terhadap pers. Tak luput juga semoga pers Indonesia bisa bekerja independen terpecaya sehingga segala beritanya bisa dipertanggung jawabkan. Terima kasih. Sekian. Salam hangat!   

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun