Namun, wacana dari FIFA tersebut malah membuat kontroversi baru sebelum diresmikan. Bagaimana tidak, jumlah peserta Piala Dunia Antarklub akan ditambah hingga 24 tim dan nantinya Piala Dunia Antarklub akan diadakan tiap empat tahun sekali dan diadakan antara bulan Juni-Juli.
Wacana ini sangat diprotes UEFA, karena dalam rencana tersebut, UEFA diminta mengirim hingga 8 wakilnya (bahkan bisa lebih) ke ajang Piala Dunia Antarklub.Â
Sekedar informasi, format baru ini akan digunakan pada ajang Piala Dunia Antarklub 2021 di Cina. Tetapi, apabila benar diresmikan jelas akan merubah banyak jadwal kompetisi sepakbola dunia dan membuat makin padatnya jadwal yang bisa berimbas ke performa pemain.
Gengsi yang tinggi dan dominasi klub Eropa membuat FIFA mengeluarkan wacana tersebut. Tak heran memang, klub eropa sangat mendominasi, sementara yang mampu mengalahkan mereka hanya tim asal Amerika Selatan, itupun cuma 4 kali. Klub asal konfederasi Asia, Afrika, Concacaf, atau bahkan Oseania belum mampu mengusik dominasi mereka.
Menurut penulis, selama 15 edisi, ada 3 edisi Piala Dunia Antarklub paling menarik, yaitu terjadi pada tahun 2005, 2006, dan 2012. Ketika itu, klub asal Eropa gagal menjadi juara setelah kalah dengan skor identik, 1-0 dari juara Copa Libertadores di tahun tersebut.Â
Di tahun 2012, Chelsea yang secara mengejutkan menjadi juara Liga Champions Eropa kandas di final Piala Dunia Antarklub dari Corinthians. Chelsea yang secara dramatis menjadi juara Liga Champions 2012 dibawah asuhan Roberto Di Mateo gagal mengulang kisah heroik mereka di ajang Piala Dunia Antarklub.
Di tahun 2006, Barcelona yang kala itu masih diperkuat Ronaldinho, Deco, hingga Carles Puyol secara mengejutkan kalah dari Internacional di partai final. Namun akibat Piala Dunia Antarklub tersebut, nama Alexandre Pato melambung berkat penampilan impresifnya yang berujung transfer ke AC Milan.
Tahun 2005 lebih tragis lagi. Kala itu, Liverpool yang membuat keajaiban di Istanbul gagal mendapat predikat klub terbaik dunia. Di partai final, Liverpool harus mengakui kekalahan dari Sao Paolo. Hasil itulah yang sebetulnya tak ingin diulang Juergen Klopp dan anak asuhannya di tahun 2019 ini.
Daripada menyoroti kesuksesan klub Eropa, sebagai orang Asia, penulis lebih tertarik dengan kiprah tim-tim asal AFC. Selama 16 edisi, juara AFC Champions League hanya mampu menjadi runner-up dua kali saja dan belum pernah menjadi juara.Â
Kashima Antlers (2016) dan Al-Ain (2018) mejadi wakil Asia yang sukses mencapai babak final. Tetapi hasil serupa dipastikan gagal diraih di tahun 2019 ini setelah Al-Hilal dan Al-Sadd (tuan rumah) sudah terlebih dulu kandas. Tetapi, hasil wakil Asia terus membaik dengan mencapai babak final di 3 edisi terakhir.