Mohon tunggu...
Irfan Kurnia
Irfan Kurnia Mohon Tunggu... Lainnya - Business Development Lead di Trustmedis

Business Development Lead di Trustmedis, Surabaya. Berminat dalam bidang teknologi, e-learning, bisnis, penyiaran, dan musik. Hubungi di hello@irfankurnia.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

5 Hal yang Saya Pelajari dari Tahun Pertama Saya sebagai UX Researcher

6 April 2021   15:59 Diperbarui: 6 April 2021   16:04 721
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Artikel ini pertama kali dipublikasikan dalam bahasa Inggris di Medium. Diterjemahkan oleh Irfan Kurnia.

Sudah banyak blogger dan kompasianer lain yang sudah membagikan kisah tahun pertamanya bekerja di bidang User Experience (UX). Kebanyakan dari mereka merupakan lulusan sekolah desain atau bekerja langsung setelah mengikuti suatu bootcamp. Saya jadi terpikir untuk membagikan cerita saya bekerja di bidang UX tanpa memiliki pengalaman desain profesional selain mendesain website menggunakan WordPress untuk UMKM semasa kuliah.

Saya memiliki gelar sarjana di bidang Manajemen. Pernah magang di bidang pemasaran pada sebuah startup. Dan saya juga pernah bekerja sebagai penyiar radio. Jadi (sampai saat ini) saya berpikir bahwa saya adalah seorang generalist yang tidak memiliki spesialisasi di bidang tertentu.

Ketika saya melamar kerja di Trustmedis (salah satu perusahaan teknologi kesehatan di Surabaya, Jawa Timur) sebagai seorang UX Researcher, Head of Product disana bertanya mengenai pengalaman saya waktu magang di bidang pemasaran. 

Saya mengatakan bahwa saya sering berbicara dengan pelanggan, mendapat sudut pandang, dan melakukan berbagai macam aktivitas eksploratif. Dan dia meminta saya untuk membuat satu wireframe sederhana menggunakan Figma untuk pertimbangan lebih lanjut. Kemudian saya diterima bekerja sebagai UX Researcher.

Meskipun saya masih harus belajar tentang design thinking, teori-teori, proses, sistem, dan masih banyak lagi, saya merasa pengalaman saya sebelumnya memiliki kelebihan tersendiri. Setahun kemudian, ini yang saya pelajari.

1. Selalu tanyakan "Kenapa?"

Kecenderungan untuk mempercayai sesuatu tanpa adanya bukti yang pasti akan mengarah pada kegagalan. Sebagai UX Researcher, sangat penting untuk menelusuri akar dari suatu masalah. Ketika kamu tidak menerima begitu saja dan menggali lebih dalam, kamu akan terkejut betapa banyaknya sudut pandang baru yang bisa menjadi faktor penting dalam menyelesaikan suatu masalah dan merancang suatu solusi secara berkelanjutan.

Ada satu pengalaman sederhana ketika saya mengunjungi satu rumah sakit untuk menelusuri keseharian perawat dan petugas administrasi rumah sakit. Saya menemukan bahwa karyawan yang usianya lebih tua sering menemukan kesulitan dalam menggunakan komputer. Ketika saya tanya apa masalahnya, mereka akan mengatakan seperti "Saya tidak bisa melihat teks secara jelas karena ukurannya terlalu kecil." Pikiran pertama saya waktu itu adalah "Ya sudah, kita perbesar saja ukuran font nya."

Setelah banyak iterasi dan banyak bertanya "kenapa", saya menemukan bahwa ukuran font bukanlah masalah utama. Mereka bingung karena informasi yang disajikan tidak selaras dengan pengetahuan serta terminologi yang sering mereka gunakan dalam pekerjaan sehari-harinya.

2. Hati-hati dalam memilih metode riset

Pada saat saya masih mengerjakan skripsi saya, saya memilih metode yang paling mudah untuk melakukan riset. Ternyata ini berbahaya ketika diaplikasikan dalam UX research. Kita harus belajar tentang industri, pengguna kita, serta hal-hal yang terlibat di dalamnya.

Tentu sangat mudah untuk tergoda dengan apa yang dilakukan oleh kompetitor dan jiplak desainnya. Seringkali kita mendengar "Desain mereka sukses loh dalam membuat penggunanya senang, kita jiplak saja!" Ini sangat salah. Kamu harus punya alasan tersendiri ketika memilih dan merancang produk.

Terlebih lagi, mempercayai bahwa survey adalah "cara paling akurat" untuk memahami pengguna adalah suatu hal yang umum karena ukuran sampel yang besar, serta hasil survey adalah hal yang biasa kita dengar di berita-berita. Tetapi dalam UX Research, pertanyaan-pertanyaan follow-up nya lah yang seringkali membuka sudut pandang yang lebih jauh dan yang benar-benar dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas desain produk. Hal ini membawa saya ke poin selanjutnya.

3. Kembangkan koneksi antar manusia

Benar-benar berbicara kepada pengguna aplikasi yang kita desain adalah cara yang sangat baik untuk memahami kesulitan dan tujuan mereka. Akan sangat berguna untuk benar-benar memasuki pikiran pengguna. Wawancara pengguna dan field visit (kunjungan lapangan) adalah dua dari banyak cara untuk mendapatkan sudut pandang dari mereka. Meskipun sedikit memakan waktu, namun metode tersebut efektif untuk mengeliminasi asumsi tentang apa yang diinginkan oleh pengguna. Atau lebih buruknya, berpikir kita sudah memiliki apa yang dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah mereka tanpa bertanya.

Tapi...

Kita harus sadari juga bahwa wawancara dan kunjungan lapangan ini ibarat memprediksi cuaca. Metode ini tidak memberikan jawaban yang konklusif. Kita harus melakukan validasi apa yang pengguna katakan dan apa yang mereka benar-benar lakukan. Karena seringkali, bisa jadi dua hal tersebut berbeda.

4. Dokumentasi berantakan? Tidak apa-apa!

Bekerja di bidang desain membuat kita tergoda untuk membuat segala sesuatu rapi dan tertata. Baik itu file Figma, issues di Jira, dan berkas-berkas lainnya yang kita simpan di Google Drive. Akan sangat mudah untuk terpelatuk ketika hal-hal kecil ini tidak berada pada tempat semestinya.

Dari pengalaman saya, kamu pasti akan memiliki sticky notes yang menempel di meja dan di lantai, atau catatan-catatan digital yang tersebar di berbagai aplikasi. Daripada menghabiskan waktu untuk merapikan segala hal sebelum mendapatkan informasi baru. Menurut saya, masih lebih baik untuk mendokumentasikan sebanyak mungkin temuan yang didapat. Kemudian baru rapikan semuanya.

Terutama sebagai UX Researcher, kita harus belajar untuk menerima informasi dalam satu waktu. Banyak sekali hal-hal yang akan dilihat, didengar, dan dicatat dalam waktu bersamaan. Jadi, anggap situasi berantakan tersebut sebagai teman kamu.

5. Jangan Malas

Ini bisa jadi salah satu hal terberat yang saya pelajari, karena saya sendiri sering mengulur waktu . UX Research terdiri dari banyak aktivitas yang berulang seperti membangun persona, berbicara kepada pengguna, dan membangun serta menguji purwarupa aplikasi. Ini bukanlah aktivitas sekali jalan, melainkan harus diperlakukan sebagai sesuatu yang dilakukan secara kontinu.

Kamu akan terus-menerus membangun, mengukur, dan mempelajari (Build-Measure-Learn), dan mengulangnya lagi (setidaknya dari titik tertentu). Kamu harus banyak membaca blog, buku, mendengarkan podcast, dan menonton video-video tentang user experience karena industri ini bergerak cepat dan menuntut disiplin tinggi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun