“Ia bu, terimakasih banyak, jadi ngerepotin nih” Jawabku sambil malu-malu untuk mengambil.
Disela obrolan, terselip keheningan saat saya berhenti bertanya. Secara perlahan kuseruput teh hangat yang disajikan sambil menikmati suasana teduh selepas hujan reda. Sebenarnya saya menunggu-nunggu pertanyaan dari Bapak. Pertanyaan yang merupakan kode tentang keseriusan hubungan saya dengan anak gadisnya. Setelah ditunggu beberapa menit, pertanyaan tak kunjung terucap dari Bapak. Akhirnya ku beranikan diri untuk memulai obrolan serius.
“Jadi begini pak”, Ucapku untuk membuka perbincangan.
“Maksud dan tujuan saya datang kemari, bukan hanya sekedear silaturahim”, lanjutku sembari menggeser posisi duduk agar lebih tenang.
“Seperti yang sudah bapak dan Ibu ketahui, saya sudah dekat dengan anak Bapak untuk waktu yang cukup lama, kami pun merasa sudah saling cocok. Rasanya tidak etis kalau berlama-lama berhubungan tapi tidak ada status yang jelas” Tambahku.
“Oleh karena itu, saya kesini ingin meminta restu dari Bapak dan Ibu agar hubungan kami bisa berlanjut ke arah yang lebih serius. Seandainya diizinkan insyaAllah, saya dan keluarga akan kembali datang ke sini”, Ucapku sambil sedikit gemetaran karena grogi.
Suasana kembali hening. Tapi saya sedikit merasa lega, karena berhasil menyampaikan pesan substantif dari kunjungan ini yang sedari tadi tertahan. Tidak lama kemudian, Bapak akhirnya angkat bicara. Inilah yang kutunggu-tunggu.
“Ya kalau Bapak dan Ibu sih, sebetulnya tergantung sama anaknya saja. Seandainya anak sudah cocok, saling mencintai, dan saling menyayangi insyaAllah kami berdua merestui” Jawab beliau.
“Alhamdulillah” ucapku spontan. Senyum sumringah seketika terukir di ekspresi grogiku. Akhirnya secara lisan penerimaan dari Camer sudah diucapkan. Perasaan pun semakin tenang dan tertantang untuk menyegerakan akad. Tak henti-hentinya saya mengucap hamdalah setelah mendengar itu.
Selepas itu, Bapak banyak menasehati inti dari sebuah hubungan orang dewasa. Tidak hanya sekedar perasaan cinta, tapi juga komitmen untuk saling menerima dan memahami. Beliau juga mulai menggunakan kata “ Ibumu .., Bapakmu.., Masmu..” saat menceritakan ibu dan kakak calonku. Artinya, beliau sudah siap menerima kehadiranku di keluarganya. Saya sangat bersyukur, pertemuan dengan kedua Camer ternyata tidak begitu menegangkan dan begitu akrab.
Sampai saat pulang kembali ke Jakarta, senyum kemenangan senantiasa menghiasi wajahku. Sembari teringat suasana sejuk siang tadi di Rangkas. Guratan wajah manis calon teman hidup ku ingat kuat-kuat. Rasanya tak sabar untuk segera menghubungi dan memberi kabar baik ini pada calon teman hidupku.