Mohon tunggu...
Irfan Hamonangan Tarihoran
Irfan Hamonangan Tarihoran Mohon Tunggu... Penulis - Dosen

Menulis karya fiksi dan mengkaji fenomena bahasa memunculkan kenikmatan tersendiri apalagi jika tulisan itu mampu berkontribusi pada peningkatan literasi masyarakat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Jangan Bawa Putriku Kedua Kali

3 Juli 2024   06:52 Diperbarui: 3 Juli 2024   19:33 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber gambar Pixabay.com/Iechenie-Narkomanii

Sekitar 2 jam lamanya Refli harus menunggu di sebuah cafe yang dijanjikan si penelpon. Dia menunggu lebih awal karena sangat antusias mendengar kabar tentang puteri kesayangannya. Istrinya menyusul diantar oleh supir pribadi. Seorang bayi mungil digendong oleh baby sitter terlihat mengikuti dari belakang. Ya bayi itu adalah anak kedua mereka.

Sudah jam 4.30 namun sosok yang ditunggu belum juga muncul. Refli kembali menelepon balik tapi tak juga diangkat. Sudah 3 kali Refli menambah kopinya. Seorang wanita pelayan cafe sibuk bolak-balik mengantarkan makanan yang dipesan oleh pelanggan. Sesekali wanita yang matanya tidak bisa melihat itu menghibur Refli yang terlihat murung sejak dari siang.

Jam sudah menunjukkan 21.00 tapi orang yang ditunggu tidak kunjung datang. Nomor telepon yang dihubungi pun sudah tak aktif lagi.

"Pa, kita pulang saja sudah malam. Kasihan si kecil lama menunggu," ujar si istri sambil menyusui bayinya.

Refli bersikukuh  menunggu di cafe. Mereka pun larut berbincang-bincang dengan pelayan cafe yang ramah. Tak terasa mereka menunggu yang tak pasti karena gelak tawa dari cerita lucu gadis itu.

 "Maaf ya, kalo Tante lancang. Mata kamu tidak bisa melihat, kenapa?" tanya istri Refli penasaran.

"Ya itu Bu, dulunya bandel gak bisa diam. Kata ayah sih, mataku buta terpercik air soda api saat bermain dekat tukang cat."

"Ayahmu ada disini?"

"Beliau lagi sakit keras, Bu. Ada di rumah sakit," jawabnya, "Sebenarnya ayah yang punya cafe ini. Saya adalah puteri beliau."

"Oh, gitu. Ibumu ada?" tanya Refli.

Gadis muda yang bernama Ririn itu hanya menggelengkan kepala sambil tersenyum. Bola matanya tetap terlihat cantik walau tak bisa melihat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun