Jangan Bawa Putriku Kedua Kali
"Bukankah hartamu bisa membutakan mata orang yang bisa melihat?"Â ucap bisikan gaib ke telinga mereka,
"Barangkali ada takdir yang diselipkan malaikat di tangan orang-orang di sini."
Refli sedang memotong daging ayam menjadi beberapa bagian. Matanya sembab. Sesekali dia mengusap air mata yang membasahi hidung.
Sudah seminggu berita kehilangan putrinya belum ada kabar. Fika yang berumur 3 tahun hilang saat kedua orang tuanya sedang berjualan ayam potong di pasar. Setiap hari bocah itu dibawa ke tempat mereka berjualan. Entah kenapa hari yang naas itu harus terjadi. Refli dan istrinya sedang melayani banyak pembeli. Mereka lalai buah hatinya dibiarkan berkeliaran begitu saja di sekitar pasar.
Istri Refli datang menghampiri kemudian memeluk suaminya dari belakang. Tangis tak terbendung lagi. Berdua mereka meluapkan kesedihan yang mendalam menanti si buah hati yang entah masih hidup atau sudah mati.
"Ayamnya 2 kilo, Bu," ujar seorang wanita muda yang menggendong anak kecil di tangan kirinya.Â
Istri Refli memandangi anak yang polos itu. Dia terbayang wajah putri mereka yang belum ada kabar padahal sudah lama dilaporkan ke polisi.
"Oh, iya 2 kilo ya," ucapnya.
Tak berselang lama, suara dering HP terdengar dari dalam tas Refli. Kali ini nomor yang memanggil bukan dari polisi yang biasa dia hubungi. Semangat untuk mengangkat telepon pun surut. Dia abaikan panggilan telepon yang sudah 3 kali berdering itu dan kembali melanjutkan pekerjaannya.