Mohon tunggu...
Irfan Hamonangan Tarihoran
Irfan Hamonangan Tarihoran Mohon Tunggu... Penulis - Dosen

Menulis karya fiksi dan mengkaji fenomena bahasa memunculkan kenikmatan tersendiri apalagi jika tulisan itu mampu berkontribusi pada peningkatan literasi masyarakat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kambing Berpantang untuk Kurban

17 Juni 2024   21:44 Diperbarui: 18 Juni 2024   11:37 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber gambar Pixabay.com/sasint

Si tukang ojek sudah tahu dimana tempat menjual kambing yang cepat. Ya, si juragan kambing yang terkenal di kampung itu adalah orangnya. Tidak ada yang tahu kalau kambing-kambing hasil curian pun banyak yang dibayar oleh si juragan. Dia menjadikan si ojek menjadi tangan kanannya untuk mencarikan kambing curian yang ingin dijual.

Beberapa pecinta kambing hias dan kambing adu, banyak yang memesan sesuai kriteria yang diinginkan. Mereka berani membayar mahal pada si juragan. Biasanya, tak lama kambing-kambing itu berada di penampungan karena langsung diangkut si pembeli.

Sejumlah uang diterima si ojek dari si juragan. Harga kambing setara motor mengagetkannya. Dia harus segera menyerahkan uang hasil jualan sebelum Daryana dan Prayoga pulang dari acara. Dia pun mendapat bayaran Rp. 500.000,- untuk jasa penjualan kambing itu.

Saat pulang ke rumah, Prayoga berteriak histeris dan marah-marah karena kambing kesayangannya sudah tak ada di tempat. Pamannya panik dan ikut mencari. Bibinya berpura-pura kaget tidak tahu tentang kehilangan kambing itu. Dia juga berakting seolah sudah mencari ke sekeliling kampung.

Sampai menjelang matahari tenggelam, drama hilangnya kambing Prayoga sangat bagus dimainkan oleh bibinya. Setingan kerjasama dengan tukang ojek berjalan dengan lancar.

Prayoga jatuh sakit. Sudah 3 hari dia tidak bernafsu makan. Dia berkurung di dalam kamar dan terus memanggil kambingnya. Walau sudah dibujuk untuk membeli kambing yang baru, Prayoga tetap tidak mau. Pamannya pun pusing memikirkan jalan apa lagi untuk bisa menenangkan anak yatim piatu yang sangat dia sayangi itu.

Seminggu tidak pernah mau makan dan minum membuat kondisi Prayoga semakin parah. Dia pun dirawat di rumah sakit dan mendapatkan jarum infus. Badannya kurus dengan wajah pucat. Air matanya terus menetes di pipi. Kali ini dia tidak memanggil kambingnya lagi seperti biasa.

“Ayah__,Ibu__,” ucap bibirnya yang semakin membiru.

Daryana hanya bisa mengelus rambut bocah laki yang malang itu. Dia merasa kasihan karena Prayoga kecil kehilangan orangtua, tak dianggap oleh bibinya, selalu dibuli di kelas, dan harus kehilangan kambing yang membahagiakannya setiap hari.

“Yoga__, Yoga…, bangun Nak,” teriak pamannya saat Prayoga sudah menutup mata.

Digoyang-goyangkannya badan Prayoga namun anak itu sudah tak bernyawa. Napas terakhirnya memanggil orang tua membuat Daryana merasa terpukul. Janji untuk menjaga Prayoga tidak bisa dia tunaikan pada abangnya. Seakan ada yang merobek jantung dan kantong matanya, air mata pun berurai deras. Dia tak menghiraukan lagi sedang berada di depan keluarga pasien lain dalam ruangan yang sama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun