Mohon tunggu...
Irfan Fauzi
Irfan Fauzi Mohon Tunggu... wiraswasta -

Warga Bekasi yang cinta nusantara

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ikhtiar, Pasrah, dan Takdir

23 Desember 2017   02:09 Diperbarui: 23 Desember 2017   05:37 5263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pasti sulit untuk mengurai judul diatas. Perlu penilaian dan pemahaman yang jernih. Tiga hal dasar itu adalah kunci dari kehidupan. Andai rahasia kehidupan itu dapat dipecahkan, mungkin tidak ada lagi profesi ahli "penginderaan" laku dicari banyak orang.

IKHTIAR

Wujud dari sebuah pemikiran dan perencanaan adalah ikhtiar. Sebuah laku tindakan yang terukur dan terarah. Tahapan yang ada sudah diperhitungkan dengan matang. Baik itu resiko maupun targetan minimal dan maksimal. Resiko-resiko yang diprediksi akan muncul, di antisipasi dengan solusi-solusi atau jalan keluar. Sehingga bila terjadi, kita sudah siap menghadpi. Itulah yang dinamakan berpikir. Selalu antisipatif terhadap resiko dalam berencana.

Kemudian tahapan-tahapan yang dilalui harus dinilai target pencapaiannya. Penilain yang dilakukan dibutuhkan untuk mengetahui apakah sesuai dengan perencanaan. Tahapan yang mencapai target, hanyalah sebuah keberhasilan kecil dari targetan utama. Jadi dibutuhkan kewaspadaan dan konsistensi tinggi untuk tetap "dijalan yang benar" dalam mewujudkan sebuah perencanaan.

Waspada dan konsistensi menjadi penting karena setiap tahapan pada hakekatnya mempunyai ujiannya sendiri. Butuh kecermatan dan kematangan berpikir dalam menilai situasi dan kondisinya.

Terakhir, sebuah IKHTIAR butuh bahan bakar ekstra lengkap. Bahan bakar tersebut adalah semangat, daya juang, wawasan, pengetahuan, ketelitian, kecerdikan, sabar dan insting rasa. Semua bahan bakar tersebut wajib ada. Karena saling kait mengait. Andai salah satu tidak dimiliki, maka bisa dipastikan akan terasa sekali ketimpangannya. Insting rasa misalnya. Menjadi penting dikala kita membutuhkan sebuah keputusan cepat dan tepat. Ini bisa terkait peluang, kesempatan atau sela sebuah jalan keluar. Cepat munculnya. Cepat pula hilangnya. Maka dari itu dibutuhkan sebuah keputusan cepat dan tepat.

Rasa yang akan membimbing naluri bathin untuk menstimulus akal. Lalu akal akan mendorong ide. Pikiran akan menangkap ide menjadi sebuah gagasan, perencanaan, analisa dan tindakan. Cepat dan tepat. Presisi atau tidaknya tergantung dari keyakinan atau keraguan kita.

PASRAH

Pasrah ibarat spedometer kendaraan. Jika jarum penanda sudah mentok atau maksimal pada angka terakhir yang tertera, ikhtiar kita sudah maksimal.

Namun pertanyaannya, apakah perjuangan IKHTIAR kita sudah berakhir????

Tidak, sekali-kali tidak (hiperbolik ). Belum berakhir. Pasrah itu ada banyak lapisannya. Jika pasrah hanya satu lapis, sudah tentu manusia tidak akan mencapai tujuan-tujuan perencanaannya. Manusia jadi mudah menyerah mengatasnamakan pasrah. Cita-cita tidak akan bertemu dengan perwujudannya.

Saya selalu membayangkan perjalanan hidup menuju sebuah tujuan itu, seperti kita menentukan jalan menuju sebuah kota.

Anggap saja kota Jogyakarta. Kota itu kita andaikan adalah tujuan hidup kita. Untuk menuju kesana kita mempunyai banyak pilihan jalan. Bisa lewat jalan pantura, lintas tengah atau selatan Jawa. Bahkan bisa lewat Bali, Kalimantan, Sumatera, dsb. Semua pilihan jalan itu punya resiko dan hambatan sendiri-sendiri. Sesusai dengan situasi dan kondisi masing-masing. Semua tergantung dari kematangan dan kesanggupan kita dalam menjalani jalan mana yang kita pilih. Makin kita cermat dan teliti dalam menilai situasi dan kondisi jalan mana yang kita pilih, maka kita dapat meminimalisir resiko dan efisien dalam menentukan waktu tempuh.

Tapi andai tidak cermat, kita akan memilih jalan yang tidak tepat. Jalan itu penuh hambatan dan rintangan. Daya juang, semangat, kesabaran dan fokus kita diuji habis-habisan. Fisik dan psikis kita diuji daya tahannya.

Masing-masing orang mempunyai stamina berbeda-beda. Hal itu yang akan menentukan penilaian obyektif terhadap situasi dan kondisi yang ada. Apakah spedometer kita sudah maksimal atau belum. Kemaksimalan itu yang menentukan kesanggupan melewati tantangan dan rintangan untuk mencapai tujuan. Jika sudah maksimal dan tenyata kita tidak sanggup menyelesaikan perjalanan sampai tujuan, dibutuhkan jiwa besar untuk mengakui kepasrahan kita terhadap kegagalan.

Dan pengakuan kegagalan itu dapat menjadi modal untuk dapat mengulang dari awal mewujudkan tujuan kita. Tentu dengan pilihan JALAN berbeda.

Paparan diatas secara sederhana dapat diartikan keberhasilan atau kegagalan mempunyai jalan pasrah masing-masing. Pilihan pasrah kita, sudah pasti akan berkonsekuensi terhadap jalan pasrah lainnya.

Apakah kita pasrah menyerah atau pasrah berjuang, akan berkonsekuensi kepada TAKDIR yang didapat....

TAKDIR

Takdir bisa dikatakan sebagai sebuah capaian dari sebuah perjalanan ikhtiar. Jadi takdir, bukan hanya capaian dari tujuan akhir ikhtiar. Takdir juga dapat berlaku di dalam perjalanan ikhtiar.

Hal ini mesti kita pahami. Karena kadang kita salah menilai antara pencapaian perjalanan dengan pencapaian tujuan ikhtiar. Pencapaian perjalanan itu yang dinamakan hasil dari tahapan perjalanan ikhtiar. Lalu tahapan yang akan menentukan hasil akhir ikhtiar atau target atau cita-cita.

Sederhananya hasil tahapan perjalanan dan hasil akhir target utama perjalanan, mempunyai takdirnya sendiri-sendiri. Belum tentu, takdir perjalanan kita gagal, serta merta target atau tujuan hidup kita akan mengalami takdir gagal juga. Semua kembali kepada rumus : salah-ulang dari awal.

Sebuah takdir ditentukan dari kepasrahan dalam perjalanan ikhtiar kita. Bila dalam perjalanan pasrah berjuang dalam menghadapi tantangan dan rintangan, maka kemungkinan kita dapat meraih takdir : BERHASIL (Sesuai yang kita harapkan dan targetkan). Kemungkinan itu peluangnya dapat menjadi besar tergantung pada keyakinan dan daya juang kita.

Namun sebaliknya kita dapat takdir : GAGAL, jika kita pasrah menyerah dalam menghadapi tantangan dan rintangan. Atau pasrah gagal karena kita sudah "kalah oleh bayangan" beratnya tantangan dan rintangan yang akan dihadapi.

PENUTUP

Ikhtiar, pasrah dan takdir semua adalah tahapan dari laku diri untuk mencapai tujuan hidup rasa kemanusiaan kita.

Semuanya dapat bermanfaat atau tidak, tergantung dari kedalaman dalam memahami hakekat hidup itu sendiri. Apakah hidup hanya persoalan capaian kegagalan atau kerbehasilan pribadi saja??? Atau bermanfaat atau tidak bermanfaat terhadap sesama dan semesta alam???

Hidup itu pilihan....

Pilihan itu yang akan menentukan ikhtiar, kepasrahan dan takdir kita

Selamat menikmati #SubuhMeresap

-----------------------

Sudut Bekasi, 211217-0551

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun