Mohon tunggu...
Irfan Fauzi
Irfan Fauzi Mohon Tunggu... wiraswasta -

Warga Bekasi yang cinta nusantara

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bikers: Pahlawan Tanpa Tanda Jasa

16 Desember 2014   03:12 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:14 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kalau saya jadi Presiden pasti para Bikers akan saya berikan predikat Pahlawan Tanpa Tanda Jasa. Kriteria Pahlawan Tanpa Tanda Jasa itu menurut saya, ketika ada perseorangan, kelompok, profesi atau lainnya yang banyak berjasa kepada banyak orang tanpa pamrih. Contohnya adalah Guru. Bikers mungkin ga sadar tentang posisi mereka itu yang sangat berjasa seperti Guru. Hampir di berbagai sendi penghidupan bikers berjasa. Tren satu motor satu orang membuat sepeda motor menjadi gaya hidup bertransportasi. Dugaan saya populasi sepeda motor di Indonesia hampir melingkupi dari kurang lebih 50% jumlah penduduk negeri kita. Sementara Data resmi dari Kepolisian : 60juta sepeda motor yang resmi terdaftar. Berarti yang tidak resmi banyak yang tidak terpantau. Masyarakat pedesaan agak enggan mengurus jika umur STNK sudah lewat batas. Jadi satu sepeda motor satu orang, merupakan hal yang sudah lumrah. Terlebih dengan DP murah, motor idaman mudah didapat.

Kenapa banyak orang sekarang keranjingan bersepeda motor??? Banyak pilihan jawabannya. Mungkin sebagian akan menjawab jika bersepeda motor lebih mudah menjangkau banyak tempat. Irit di kantong. Mudah blusukan. Selap selip. Tanpa harus "sauna masal" kalau naik kendaraan umum. Atau bergoyang berjamaah kalau kendaraan umum mengerem mendadak. Terlebih kalau naik motor dapat menikmati AC, Angin Cepoy cepoy gratis. Sebagian lagi ada yang menganggap motor juga merupakan sarana penentu status sosial dan mencari pergaulan. Lihat saja saat ini banyak bertumbuh klub/Gank sepeda motor. Mulai dari yang namanya gagah perkasa, seram sampai imut. Semua gandrung berkomunitas. Agenda traveling, paling favorit dan dinanti setiap anggotanya.

Berombongan dengan berbagai atribut mereka menuju tempat yang lumayan jauh dari titik start. Coba saja cek di seputar Puncak, Bogor mulai hari Jumat sampai Minggu. Berbagai type motor mulai dari kelas Underground (Vespa Ceper Khusus anak Punk), bebek, sport, Moge sampai Ngarley Ngadpison, mengular wara wiri turun naik bergantian. Semua minta privacy di jalan yang dilalui. Jika pengendara non motor menghalangi atau protes, siap siap di hujat. Keasikan ini bisa dinikmati bagi muda mudi, orang berumur, keluarga sampai kakek nenek.

Selain itu dalam keseharian, motor juga banyak berfungsi membantu si empunya. Mau pergi bekerja pakai motor. Mau antar barang pakai motor. Beli sesuatu di warung pakai motor. Antar anak sekolah pakai motor. Pacaran pakai motor. Pulang kampung pakai motor. Sampai-sampai mau "lari dari kenyataan sejenak" atau hilangin pusing, muter muter kampung pakai motor.

Mudah, cepat, praktis dan ga bikin pegal kaki. Manusia sekarang kakinya sangat dimanjakan. Fungsi kaki sebagai penegak tubuh ketika berdiri dan sebagai penggerak langkah, semakin sedikit jangkauannya. Tubuh karena sedikit bergerak, akhirnya jarang berkeringat. Tidak heran sekarang banyak orang terserang "perut gendut massal".

Bikers banyak menanam jasa. Baik langsung atau tidak langsung. Awal membeli kendaraan, bikers sudah membantu menafkahi ribuan sales sepeda motor. Uang yang masuk kemudian menghidupi showroom sepeda motor. Pemilik showroom dapat menghidupi karyawan dengan keuntungan yang ada. Showroom juga menyetor hasil penjualan kepada produsen sepeda motor. Dari hasil setoran para showroom, produsen dapat menghidupi ribuan karyawan mereka. Belum sub produsen produk mereka. Sub produsen tersebut tentu juga memiliki karyawan yang juga kebagian rezeki dari para bikers.

Hebatnya bikers juga menghidupi sebagian penduduk negara lain. Bayangkan hasil penjualan yang mereka dapati di Indonesia selama puluhan tahun, mereka bawa ke negara mereka masing-masing. Berbagai merk sepeda motor di Indonesia hampir semuanya merupakan milik negara lain. Ini bukan bentuk penjajahan model baru loh. Tapi ini cara atau metode orang Indonesia dalam beramal. Kita yang beli, kita yang beresiko dan mereka yang menikmati. Hebat bukan para bikers Indonesia.

Tadi baru jasa dari hulu ke hilir dari proses produksi, distribusi sampai penjualan yang diberikan para bikers. Masih ada jasa lain diluar hal yang disebutkan diatas tadi. Bikers juga menghidupi para pembuat jaket. Bikers sangat memerlukan jaket untuk menolak angin. Jikalau angin terlanjur masuk, bikers akhirnya menghidupi para produsen obat dan ramuan herbal penolak angin. Wes ewes bablas angin dan flunya. Makanya orang pintar akhirnya juga ikut minum.

Jika obat atau ramuan herbal tidak mempan, bikers butuh obat oles atau minyak gosok. Buat sekedar penghangat untuk mengeluarkan angin atau kerokan. Produsen obat oles atau minyak gosok sedikit banyak juga terhidupi oleh bikers. Saya punya keyakinan karena tiap hari bermotor, para bikers rawan masuk angin.

Bicara keamanan para bikers butuh tools tambahan. Kepala yang merupakan bagian tubuh vital, bikers butuh helm. Produsen helm, karyawannya dan pengecer helm pinggir jalan juga kebagian berkah para bikers. Kemudian produsen beserta karyawan sarung tangan, jas hujan, sepatu bikers, pelindung dada dan produsen aksesoris sepeda motor turut menikmati rejeki. Belum lagi bengkel motor resmi dari masing-masing brand atau bengkel tidak resmi juga diperhatikan oleh para bikers yang budiman.

Bahkan yang tidak terkait dengan bikers juga kecipratan rejeki. Seperti tukang parkir, tukang tambal ban, warung pinggir jalan beserta tempat cuci motor. Sekarang malah banyak muncul ide kreatif terkait bikers. Mulai dari tempat penitipan motor, modifikasi, menebar paku dijalan, sampai adu cepat dan strategi antara cara melindungi motor dengan mencuri motor. Ckckckckck bikers benar benar pahlawan bagi banyak orang.

Sementara manfaat positif sepeda motor bagi bikers sendiri adalah sarana menempa diri. Ia betul menempa diri. Orang yang tadinya tidak kreatif, jika mengendarai motor pasti bisa jadi kreatif. Otomatis saat jadi bikers, kita harus mampu mencari celah jalan tanpa hambatan dengan cepat. Kalau perlu naik trotoar atau hal kreatif lainnya.

Orang yang tadinya tidak peka dengan mengendarai motor pasti bisa peka. Setiap hari selalu berlatih feeling untuk mengasah kepekaan dengan berselap selip diantara kendaraan lainnya. Biasanya pada tahap latihan, dengkul bisa jadi korban. Wajar jika dalam waktu 1 bulan dengkul memar memar.

Kemudian orang yang tadinya pemalu dan tidak percaya diri, jika mengendarai motor, tiba tiba jadi orang yang cukup punya kepercayaan diri berlebihan. Gimana tidak, setiap hari para bikers tidak malu malu menerobos rambu lalu lintas dan banyak menghalalkan segala cara agar dapat melaju tanpa hambatan. Lampu lalulintas saat ini sudah dianggap lampu taman. Tidak pengaruh warna yang menyala apa.

Kerennya lagi bikers ternyata mempunyai keyakinan yang cukup kuat terhadap ilmu ikhlas. Bikers mengikhlaskan keselamatan dirinya kepada para pengendara lainnya. Jika bikers sedang Selap selip diharapkan para pengendara lainnya menjaga keselamatan dirinya. Kalaupun ada salah mereka ikhlas dimaki atau diumpat. Yang penting motor terus melaju tanpa kaki menapak turun.

Bikers juga sangat tawaqal kepada Sang Pencipta. Hidup matinya sudah dikhlaskan berdasar takdir Tuhan. Salah melaju pilihannya cuma 3 : jatuh lalu meninggal berarti sudah takdir, jatuh terluka berarti nasib sial dan dengkul memar berarti belum jago.

Selanjutnya bikers ternyata juga ikut memberi manfaat bagi Pemerintah. Beberpa program pemerintah ikut disukseskan.

Program pemerintah untuk mencari solusi transportasi massal tidak perlu dilanjutkan. Cukup murahkan DP dan permudah persyaratan kredit motor, maka setiap orang mudah menyediakan sarana transportasi bagi diri sendiri. Jadi tiang tiang monorel yang terlanjur dibangun pada akhirnya, memang bermanfaat untuk tempat memasang iklan. Atau kasus seperti pengadaan bus trans jakarta tidak terulang. Kalau perlu kementerian dan BUMN yang terkait transportasi dibubarkan. Fungsi dan manfaatnya sudah tidak diperlukan. Pemerintah sudah sukses membuat masyarakat memenuhi sendiri kebutuhan alat transportasi bagi dirinya.

Bikers juga ikut menyukseskan program pengentasan kemiskinan Pemerintah. Standar kategori kemiskinan walau berbeda beda antar lembaga pemerintah, tapi ada titik persamaannya. Yaitu kriteria berpenghasilan dibawah 10ribu perhari dan hanya mempunyai rumah berlantai tanah. Jika mempunyai sepeda motor berarti sudah tidak miskin lagi. Begitu kata Pemerintah. Sedangkan yang Pemerintah tidak tahu, sepeda motor itu didapat dari kredit seumur hidup. Serta memiliki sepeda motor sudah menjadi gaya hidup dikalangan masyarakat menengah bawah. Bukan lagi berdasar kebutuhan.

Terakhir ini yang membuat saya takjub sekaligus miris dengan pengorbanan para bikers. Pengendara roda dua bermesin ini, secara tidak langsung ikut menyukseskan Program Pengendalian Penduduk. Program ini bisa dianggap sukses jika penduduk Indonesia, yang lahir dengan yang mati minimal berimbang. Sehingga tidak ada lagi pertambahan penduduk secara signifikan. Posisi dukungan bikers terhadap program ini terletak dari tingginya angka kecelakaan sepeda motor yang mengakibatkan kematian.

Menurut data kepolisian yang dilansir BPS (http://bps.go.id/tab_sub/view.php…) angka kematian pada kecelakaan yang melibatkan sepeda motor mencapai 26.416 orang pada tahun 2013. Jika ditarik dalam rentang 5 tahun kebelakang, rata rata korban meninggal sebesar lebih dari 25 ribu orang. Artinya perhari ada 72 orang bikers yang meninggal akibat kecelakaan. Atau 3 orang bikers per jam meninggal. Rata rata umur bikers yang meninggal adalah diumur produktif 15 s/d 45 tahun. Andai mereka berpenghasilan rata rata 3 juta rupiah perbulan, ada potensi kerugian (umur produktif bikers yang meninggal, akibat kecelakaan) sebesar kurang lebih 1 Trilyun rupiah pertahun. Belum kerugian properti pribadi yang rusak. Andai satu motor dihargai rata rata 15 juta rupiah, potensi kerugian properti sebesar kurang lebih 400 milyar rupiah pertahun. Belum lagi potensi kerugian dari biaya perawatan bagi korban luka luka.

Saya percaya angka korban yang ditampilkan sebenarnya bisa lebih besar 20-30% dari angka yang dipublikasikan.

Saya menulis tulisan ini sebetulnya karena miris membaca berita tentang tragedi kecelakaan yang dialami oleh Soni Lesmana (39 tahun) bersama 4 anaknya. Soni dengan dua anaknya yaitu; Stanley Kenedi (12 tahun) serta Noval (9 tahun) tewas terlintas truk. Sedangkan dua anak Soni lainnya yaitu Jofan Jonathan (6 tahun) dan Willian (3 tahun) mengalami kritis.

Mereka mengalami kecelakaan ketika sepeda motor yang mereka tumpangi hilang kendali saat melewati jalan yang bergelombang didaerah Cakung Cilincing, Jakarta Utara. Niat Soni cukup mulia. Dia mengantarkan anak sulungnya Stanley ke sekolah. Namun karena di rumah tidak ada orang yang menjaga maka 3 anak lainnya diajak serta.

Fungsi sepeda motor karena masuk kategori kendaraan tidak aman, harusnya hanya sebagai kendaraan lingkungan. Radius pergerakannya harus dibatasi maksimal 10 kilometer persegi. Tidak seperti saat ini, sepeda motor dapat bergerak melebihi radius itu. Bahkan dapat dijadikan kendaraan antar provinsi.

Bahkan UU No.22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta PP No.55 Tahun 2012 Tentang Kendaraan, tidak mengatur secara jelas tentang fungsi, kemanan dan batasan pergerakan sepeda motor.

Lucunya di negara produsen sepeda motor, kepemilikan sepeda motor diatas 50cc dibuat sangat ketat. Populasi sepeda, malah lebih banyak dibanding motor. Kalaupun ada sepeda motor, justru banyak beredar yang 50cc, dibandingkan diatas itu. Lagi lagi bangsa Indonesia harus mau berkorban bagi bangsa lain.

Pilihan bersepeda motor sebagai kendaraan transportasi jarak jauh, bisa diubah andai kendaraan umun cukup aman, nyaman dan ga bikin pegel kaki saat menunggu. Apalagi menunggu di halte transjakarta yang tanpa toilet, kita dilatih bersabar jika kebelet pipis. Mungkin masih lama atau bisa tidak terwujud sama sekali peralihan itu. Tergantung berapa lama pemerintah pro kepada bisnis dan menghidupi bangsa lain, daripada nasib 26 ribu orang bikers yang menunggu dengan harap harap cemas, giliran masuk dalam kategori korban dalam setiap tahunnya.

Semua tadi mungkin cuma angka statistik. Apalagi stok manusia hidup di Indonesia masih banyak. Sekitar 270juta orang. Makanya pemerintah masih enggan melakukan MORATORIUM terhadap sepeda motor.

Pemerintah seharusnya menenangkan bikers dengan memberikan gelar Pahlawan Tanpa Tanda Jasa. Daripada mereka cemas dalam menjalankan kehidupan dalam masa waktu satu tahun.

Jika perlu badan kependudukan memasukan bikers sebagai bagian dari program pengendalian penduduk. Saya usul taglinenya adalah : 2 motor cukup, mahal atau murah sama saja.

Toh kematian 26 ribu lebih biker pertahun bagi pemerintah, tidak terlalu meresahkan, dibandingkan kematian akibat penyakit atau lainnya, yang "angkanya masih dibawah itu".

Selamat menikmati subuh meresap

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun