Mohon tunggu...
Irfan Fauzi
Irfan Fauzi Mohon Tunggu... wiraswasta -

Warga Bekasi yang cinta nusantara

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bikers: Pahlawan Tanpa Tanda Jasa

16 Desember 2014   03:12 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:14 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Saya menulis tulisan ini sebetulnya karena miris membaca berita tentang tragedi kecelakaan yang dialami oleh Soni Lesmana (39 tahun) bersama 4 anaknya. Soni dengan dua anaknya yaitu; Stanley Kenedi (12 tahun) serta Noval (9 tahun) tewas terlintas truk. Sedangkan dua anak Soni lainnya yaitu Jofan Jonathan (6 tahun) dan Willian (3 tahun) mengalami kritis.

Mereka mengalami kecelakaan ketika sepeda motor yang mereka tumpangi hilang kendali saat melewati jalan yang bergelombang didaerah Cakung Cilincing, Jakarta Utara. Niat Soni cukup mulia. Dia mengantarkan anak sulungnya Stanley ke sekolah. Namun karena di rumah tidak ada orang yang menjaga maka 3 anak lainnya diajak serta.

Fungsi sepeda motor karena masuk kategori kendaraan tidak aman, harusnya hanya sebagai kendaraan lingkungan. Radius pergerakannya harus dibatasi maksimal 10 kilometer persegi. Tidak seperti saat ini, sepeda motor dapat bergerak melebihi radius itu. Bahkan dapat dijadikan kendaraan antar provinsi.

Bahkan UU No.22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta PP No.55 Tahun 2012 Tentang Kendaraan, tidak mengatur secara jelas tentang fungsi, kemanan dan batasan pergerakan sepeda motor.

Lucunya di negara produsen sepeda motor, kepemilikan sepeda motor diatas 50cc dibuat sangat ketat. Populasi sepeda, malah lebih banyak dibanding motor. Kalaupun ada sepeda motor, justru banyak beredar yang 50cc, dibandingkan diatas itu. Lagi lagi bangsa Indonesia harus mau berkorban bagi bangsa lain.

Pilihan bersepeda motor sebagai kendaraan transportasi jarak jauh, bisa diubah andai kendaraan umun cukup aman, nyaman dan ga bikin pegel kaki saat menunggu. Apalagi menunggu di halte transjakarta yang tanpa toilet, kita dilatih bersabar jika kebelet pipis. Mungkin masih lama atau bisa tidak terwujud sama sekali peralihan itu. Tergantung berapa lama pemerintah pro kepada bisnis dan menghidupi bangsa lain, daripada nasib 26 ribu orang bikers yang menunggu dengan harap harap cemas, giliran masuk dalam kategori korban dalam setiap tahunnya.

Semua tadi mungkin cuma angka statistik. Apalagi stok manusia hidup di Indonesia masih banyak. Sekitar 270juta orang. Makanya pemerintah masih enggan melakukan MORATORIUM terhadap sepeda motor.

Pemerintah seharusnya menenangkan bikers dengan memberikan gelar Pahlawan Tanpa Tanda Jasa. Daripada mereka cemas dalam menjalankan kehidupan dalam masa waktu satu tahun.

Jika perlu badan kependudukan memasukan bikers sebagai bagian dari program pengendalian penduduk. Saya usul taglinenya adalah : 2 motor cukup, mahal atau murah sama saja.

Toh kematian 26 ribu lebih biker pertahun bagi pemerintah, tidak terlalu meresahkan, dibandingkan kematian akibat penyakit atau lainnya, yang "angkanya masih dibawah itu".

Selamat menikmati subuh meresap

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun