Netflix kembali memberikan tontonan baru untuk para penikmat film yang menyukai dunia fantasi. Kali ini film terbaru yang dikeluarkan oleh Netflix merupakan film yang diadaptasi dari sebuah novel yang ditulis oleh Soman Chainani, dimana judul novel dan filmnya sama yaitu The School for Good and Evil.
Film The School for Good and Evil disutradarai langsung oleh Paul Feig. Film ini dibintangi oleh banyak pemain muda, sebut saja Sophia Anne Caruso, Sofia Wylie, Laurance Fishburne, Michelle Yeoh, Jamie Flatters, Kit Young, Peter Serafinowicz, Rob Daney, Mark Heap, Patti LuPone. Rachel Bloom, Cate Blanchett dan masih banyak lagi.
Film The School for Good and Evil memiliki durasi 2 jam 27 menit, dengan kategori usia PG 13+. Namun film ini bisa dinikmati oleh semua kalangan usia, film ini lumayan menghibur dan memiliki cerita yang menarik untuk disaksikan bersama keluarga dan orang-orang terdekat yang ada di sekitar kita.
Review Film The School for Good and Evil
Film The School for Good and Evil menceritakan tentang sebuah desa yang bernama Gavaldon, memiliki dua orang aneh dan sahabat, Sophie (Sophia Anne Caruso) dan Agatha (Sofia Wylie), berbagi ikatan yang paling tidak mungkin.
Sophie, seorang penjahit berambut emas, bermimpi untuk melarikan diri dari kehidupannya yang suram untuk menjadi seorang putri. Sementara Agatha, dengan ibunya yang cantik dan aneh, memiliki bakat sebagai penyihir sejati.
Suatu malam di bawah bulan merah darah, kekuatan yang kuat menyapu mereka ke Sekolah untuk Kebaikan dan Kejahatan (di mana kisah nyata di balik setiap dongeng besar dimulai). Namun ada sesuatu yang salah sejak awal: Sophie dimasukkan ke dalam School for Evil, dijalankan oleh Lady Lesso (Charlize Theron) yang glamor dan berlidah asam, dan Agatha di School for Good, diawasi oleh Profesor Dovey yang cerah dan baik hati (Kerry  Washington).
Seolah menavigasi kelas dengan keturunan Penyihir Jahat (Freya Parks), Kapten Hook (Gua Earl), dan Raja Arthur (Jamie Flatters) tidak cukup sulit, menurut Kepala Sekolah (Laurence Fishburne), hanya ciuman cinta sejati yang bisa  mengubah aturan dan mengirim gadis-gadis itu ke sekolah dan takdir mereka yang sah.
Tetapi ketika sosok gelap dan berbahaya (Kit Young) dengan ikatan misterius dengan Sophie muncul kembali dan mengancam untuk menghancurkan sekolah dan dunia di luar sepenuhnya - satu-satunya cara untuk akhir yang bahagia adalah dengan bertahan hidup dari dongeng kehidupan nyata mereka terlebih dahulu.
Bagaimana kelanjutan kisah ini ?
Alur cerita yang ditulis oleh  David Magee dan Paul Feig, mereka telah berusaha untuk mengembangkan alur cerita yang ada di dalam novel menjadi sebuah visual yang nyata di dalam film. Walau saya belum membaca novel dari film ini, tapi saya sangat menikmati cerita dan karakter yang ada di dalamnya.
Konflik yang dibangun oleh penulis dalam membuat sebuah plot twist yang menambahkan rasa penasaran dari seorang penonton akan menjadi bertambah ketika masuk dipertengahan cerita. Storyline film ini sangat baik dalam menampilkan karakternya diawal film hingga pertengahan.
Semua karakter yang ada di dalam film ini juga sangat unik dan memiliki ciri khas yang berbeda dari yang satu dengan yang lainnya. Mereka dibedakan dengan dua kelompok yaitu Si Baik dan Si Jahat. Latar yang digunakan dalam film ini juga unik dan sangat berbeda dengan film fantasi yang pernah ada.
Jika orang yang menyukai film fantasi seperti dunia sihir pasti akan ingat satu film yaitu Harry Potter. Tapi jika dibandingkan dengan film ini sungguh jauh beda level dan tidak bisa dibandingkan karena masing-masing film masih memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing.
Sinematografi dan visual efek yang dimainkan dalam film ini juga tidak terlalu bagus dan tidak terlalu juga jelek, biasa saja. Tidak ada yang terlalu istimewa dari tampilan visual yang akan diberikan sutradara dalam membuat film ini tampil lebih baik sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pembaca buku atau penikmat dari film yang ingin melihat film ini.
Seperti yang saya bilang diawal sebelumnya, saya memiliki penilaian baik untuk film Harry Potter dalam menggambarkan visual magic yang sesuai dengan apa yang dipikirkan oleh penontonnya sehingga siapa pun yang belum atau sudah baca novelnya, melihat film tetap takjub dan merasakan pengalaman yang luar biasa setelah menontonnya.
Namun di dalam film ini saya tidak begitu takjub dan masih okay untuk ditonton bersama keluarga. Film The School for Good and Evil lumayan menghibur untuk penonton yang ingin menikmati sebuah film yang ringan dan mudah untuk dinikmati bersama orang-orang tercinta yang ada di sekitar kalian.
Sound dan musik dalam film ini juga tidak terlalu wah dan megah dengan dentuman suara alunan musik orchestra yang megah seperti biasanya. Saya hanya suka bagian dalam film ini ketika lagu Toxic yang di populerkan oleh Britney Spears dimasukkan ke dalam film ini ketika ada pertarungan antara sekolah baik dan buruk di sebuah aula.
Alunaan aransemen dari lagu tersebut diubah dengan sangat baik tapi mengingatkan saya kembali dengan musik yang dimainkan di dalam film Pitch Perfect 3 diawal film dan akhir film. Jika pembaca pernah menonton film yang saya sebutkan pasti akan tahu, yang membedakan hanya saja bit lagu dibuat slow motion.
Secara keseluruhan film The School for Good and Evil saya hanya bisa kasi rating 7/10. Untuk film fantasi saya memiliki ekspetasi yang lebih untuk sebuah visual yang menakjubkan dan banyaknya kejutan. Namun di dalam film ini tidak terlalu banyak yang istimewa tapi lumayan okay untuk menghibur dan menjadi sebuah tontonan keluarga.
Ada Dua Sisi Didunia dan Persahabatan Segalanya
Dalam film The School for Good and Evil kita bisa menangkap tentang dua hal yaitu baik dan buruk. Sebuah dua sisi kehidupan yang tidak bisa dipisahkan di dalam kehidupan kita sehari-hari. Begitu juga dengan pesan yang disampaikan dalam film ini juga menarik untuk membuat kita kembali sadar akan tentang dua hal ini.
Pada film ini telah digambarkan dengan kondisi sebuah sekolah yang diperuntukkan untuk seseorang yang akan berubah menajdi jahat dan baik. Semua itu tergantung dari sisi kemanusian yang ada di dalam diri manusia itu sendiri. Hal ini dibuktikan langsung oleh dua karakter penting dalam film ini yaitu Agatha dan Sophie.
Dua orang gadis muda ini memiliki persamaan di dalam kehidupannya sehari-hari. Mereka selalu dianggap aneh dan berbeda dari orang-orang yang memiliki usia yang sama dengan dirinya. Dengan sebuah pertemuan yang tidak disengaja, mereka tumbuh saling melengkapi dan menjalin sebuah hubungan persahabatan.
Persahabatan mereka diuji ketika berada di sekolah yang memisahkan kedudukan mereka. Pencarian jati diri dan pengorbanan untuk sebuah persahabatan sangatlah dipertaruhkan selama mereka berada di sekolah tersebut. Namun kekuatan jalinan persahabatan menguatkan mereka dan memberikan sebuah keajaiban yang tiada tara nilainya.
Pesan yang diangkat dalam film ini sesungguhnya baik. Tapi ada salah satu adegan yang membuat saya kembali memikirkan tentang isu sosial yang ditonjolkan di dalam film ini. Menurut saya pun jika film ini ditayangkan di bioskop mungkin akan diangkat isu sosial ini untuk tidak bisa tayang. Sangat disayangkan sih, tapi dengan tayang di platform OTT jadi aman.
Film The School for Good and Evil sudah bisa disaksikan lansung di platform streaming Netflix. Film ini rilis pada tanggal 21 Oktober 2022 dan semua orang bisa mengaksesnya di mana pun dan kapan pun. Pembaca bisa menikmati film ini bersantai di rumah bersama keluarga dan orang-orang terdekat dengan melihat film terbaru dari Netflix.
Selamat menonton dan salam inspirasi, Irfan Fandi
Pekanbaru, 05 November 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H