Aku masih ingat ketika setiap tanggal merah yang berurusan dengan perihal hari besar islam, seperti 1 Muharram, Isra' Mi'raj  dan bulan ramadhan selalu memiliki cerita masing-masing yang sungguh tak bisa terlupakan oleh kami semua dimasa kecil kala itu.
Bapak Tumino dan semua guru ngaji yang lain selalu memiliki cara tersendiri dalam mengisi hari kebesaran itu dengan baik, seperti mengadakan lomba adzan, bacaan surat pendek, lomba pidato, MTQ hingga cerdas cermat. Semua acara lomba itu dilakukan secara random dan ditentukan oleh para guru dan pengurus surau kala itu yang diikuti oleh semua murid mengaji.
Acara itu dilakukan untuk mengasah segala kemampuan yang selama ini telah kami pelajari bersama, kami akan melakukan kompetisi dengan sungguh-sungguh dan mengeluarkan segala kemampuan yang kami miliki. Setiap tahun acara lomba ini selalu menemani mengisi waktu libur dengan cara yang bermanfaat, kami tak akan pernah lupa pada moment ini.
Guru mengaji dengan pengurus surau (yang sekarang sudah menjadi masjid) selalu berkoordinasi dan bekerja sama dalam perkembangan pendidikan anak-anak, sehingga wajar acara ini selalu dilakukan setiap tahunnya dan tidak pernah absen dan selalu berubah-ubah tema pertandingan dan perlombaannya.
Aku masih ingat ketika itu dalam memperingati acara 1 muharram, kami mengikuti beberapa loba seperti diatas dengan sekaligus. Para peserta yang ikut adalah seluruh murid yang mengaji di surau, kami menyambut acara itu dengan suka cita dan bahagia. Hadiah yang diberikan lumayan menarik berupa alat tulis, seperti buku, pena dan pensil serta kotak pensil.
Setiap murid boleh mengikuti beberapa lomba yang mereka sanggupi, sehingga lebih menarik antusias murid lebih bersemangat untuk mengikutinya. Hampir semua murid mengikuti semua lomba yang dipertandingkan karena kemmapuan kami hampir sama karena kami belajar secara bersama-sama hingga berhasil. Wajar jika semua murid mengikuti semua lomba yang di pertandingkan.
Paling menarik dari perlombaan ini adalah Penyelenggaraan Shola Jenazah, semua peserta tidak akan pernah menyangka jika perlombaan itu idsertai dengan jenazah replica buatan guru mengaji kami. Semua murid merasa ketakutan dan menyangka bahwwa itu jenazah sungguhan, padahal itu adalah buatan dari kumpulan bantal dan guling yang di balut dengan kain kafan yang menyerupai jenazah sesungguhnya.
Apa yang terjadi setelah itu ? ada satu dua murid yang lupa dengan hafalan bacaannya, ada yang menggigil ketakutan seakan jenazah didepan akan bangkit hahahahaha, dan ada juga murid yang mundur karena ketakutan dan tidak sanggup dalam mengikuti lomba penyelenggaraan sholat jenazah.
Untuk penutupan acara lomba biasanya diisi dengan Tabligh Akbar yang mengundang Ustadz Kondang di daerah kami, dulu yang paling terkenal adalah Bapak Ali Muchsin. Ceramahnya yang transparan, kua akan sarat nilai agama dan nasehat membuat warga nyaman dan betah berlama-lama untuk duduk mendengarkan ceramah tausiah dengan khidmat. Ustadz Ali Muchsin juga seorang yang humoris, setiap tausiahnya selalu ada guyonan dan cerita lucu yang diangkat sebagai contoh dalam isi tausiahnya. Sehingga acara lebih cair dan hangat dengan kebersamaan ukhwah Islamiyah.
Acara pengumuman sengaja dibuat pada akhir acara, sehingga membuat anak-anak tetap berada dalam ruang surau dan menyimak tausiah dengan sungguh-sungguh. Hal yang paling bikin semangat adalah ketika Ustadz memberikan sebuah pertanyaan dan kami berlomba-lomba untuk menjawabnya karena mendapatkan hadiah khusus dari beliau.
Acara ini selalu ramai yang datang dan ikut serta didalamnya, semua anak-anak dengan bangga membawa hadiah yang telah kami dapatkan dari setiap perlombaan yang diadakan. Namun ada satu hal yang paling penting yang diperlihatkan dan diajarkan oleh bapak/ibu guru ngaji kami, anak-anak yang tidak menang juga mendapatkan hadiah Cuma-Cuma sehingga tidak ada anak-anak pulang dengan rasa kecewa dan sedih tidak mendapatkan hadiah.
Jika dilihat hari ini kembali, hal seperti diatas jarang kita temui saat sekarang. Anak-anak lebih banyak bermain dengan dunianya sendiri, sehingga untuk hal urusan dengan Tuhan mereka lupakan. Jika ada pun pasti yang ikut hanya segelintir orang, tidak semua yang mau untuk ikut andil dan mau tampil untuk mengikuti berbagai macam perlombaan seperti kami lakukan dimasa kecil dulu.
Aku dan teman-teman merasa sangat beruntung pada waktu itu, memiliki dunia masa anak-anak yang bahagia, memiliki guru ngaji yang luar biasa dalam mendidik dan mengayomi kami dalam menuntut ilmu agama. Aku dan teman-teman dulu pasti akan merasa rindu dan kangen kembali mengingat masa-masa itu untuk terulang kembali, karena kami semua bersemangat dalam berkompetisi dan mengikuti berbagai perlombaan yang di adakan.
Wajar jika kami mengikuti perlombaan di luar daerah surau, kami mewakili atas nama pengurus dan guru untuk mengikuti perlombaan antar masjid dan mushala. Tidak ada satu pelombaan kami tidak ikuti, pasti kami akan ikut serta dan membawa pulang trofi pemenang untuk surau kecil kami. Kami bukan saja hebat dalam kandang sendiri melainkan juga menpilkan yang terbaik sebabgi pemenang diluar kandang sebagai pemenang.
Nilai-nilai kompetisi dan semangat belajar selalu ditanamkan dalam diri kami oleh para guru, mereka tidak akan pernah letih dan berhenti untuk mengajarkan kami untuk menjadi pribadi yang unggul dalan segala hal. Ilmu dunia dan ilmu tentang akhirat juga harus seimbang, jangan sampai berat sebelah karena bisa menyengsarakan diri kita dan membuat kita menyesal di kemudian hari jika tidak melakukannya dengan baik.
***BERSAMBUNG***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H