KTT BRICS Plus di Kazan, Rusia, menjadi sorotan dengan kehadiran Menteri Luar Negeri Indonesia, Sugiono. Kehadirannya menunjukkan ketertarikan Indonesia untuk semakin mendalami kerjasama dengan aliansi tersebut. Namun, yang menarik perhatian adalah pengenalan mata uang BRICS yang digadang-gadang dapat menggantikan dominasi dolar AS di perdagangan internasional. Dalam artikel ini, kita akan menganalisis dampak ekonomi dan politik dari kemungkinan keikutsertaan Indonesia dalam BRICS dan pengaruhnya pada posisi ekonomi Indonesia di masa depan.
BRICS (Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan) telah menjelma menjadi salah satu forum global paling berpengaruh, yang menantang dominasi ekonomi dan politik Barat. Pada 2024,Posisi Indonesia dalam Diplomasi Global
Indonesia selama ini berpegang pada prinsip diplomasi bebas aktif, yang menekankan posisi netral dalam urusan geopolitik internasional. Namun, ketertarikan terhadap BRICS menunjukkan pergeseran dalam diplomasi global Indonesia yang semakin ingin terlibat dalam blok negara berkembang. BRICS menawarkan platform bagi Indonesia untuk memperkuat pengaruhnya tanpa harus terikat pada blok Barat atau Timur. Aliansi ini memberikan kesempatan kepada Indonesia untuk menegosiasikan posisinya di panggung global tanpa harus kehilangan netralitas yang dipegang teguh.
Indonesia tampak lebih mempertimbangkan BRICS daripada aliansi ekonomi Barat seperti G7, karena BRICS lebih mendukung negara-negara berkembang dan memberikan suara yang lebih besar kepada negara-negara yang biasanya kurang terwakili di forum global. Indonesia juga bisa memanfaatkan BRICS untuk menyeimbangkan hubungan diplomatiknya dengan kekuatan besar lainnya seperti AS dan Uni Eropa. Peran ini memungkinkan Indonesia untuk tidak sekadar menjadi penerima kebijakan internasional, tetapi juga sebagai pemain aktif dalam merumuskan kebijakan global yang lebih adil bagi negara berkembang.
Manfaat Ekonomi bagi Indonesia
Di bidang ekonomi, BRICS menawarkan potensi besar bagi Indonesia dalam hal perdagangan, investasi, dan pembiayaan infrastruktur. Negara-negara BRICS, terutama Tiongkok dan India, menawarkan pasar yang luas bagi komoditas ekspor Indonesia. Sebagai negara berkembang dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara, Indonesia memiliki posisi strategis untuk mendapatkan keuntungan dari aliansi ini. Terlebih lagi, BRICS mendukung penguatan kerjasama antarnegara berkembang yang lebih fleksibel dalam hal kebijakan ekonomi dibandingkan dengan blok Barat yang cenderung memberlakukan standar ekonomi yang lebih ketat.
Yang paling signifikan dari KTT BRICS 2024 adalah pengenalan mata uang BRICS, yang diproyeksikan akan menggantikan dominasi dolar AS dalam perdagangan internasional antarnegara BRICS. Jika ini berhasil diimplementasikan, mata uang ini dapat mengurangi ketergantungan Indonesia pada dolar, yang sering kali menempatkan Indonesia pada risiko volatilitas nilai tukar, terutama dalam perdagangan komoditas global seperti minyak dan gas. Dengan adanya mata uang BRICS, Indonesia bisa lebih stabil dalam melakukan transaksi perdagangan, terutama dengan negara-negara BRICS lainnya, tanpa harus bergantung pada fluktuasi nilai tukar dolar yang sering kali menekan ekonomi domestik.
Namun, pertanyaan besar yang muncul adalah apakah Indonesia siap untuk beralih dari sistem yang sangat bergantung pada dolar. Sistem ekonomi dunia saat ini, terutama perdagangan dan investasi, masih sangat bergantung pada dolar sebagai mata uang cadangan global. Pergeseran ke mata uang BRICS memerlukan transisi besar dalam kebijakan moneter Indonesia, serta kesiapan sektor keuangan dan perbankan untuk beradaptasi dengan sistem baru. Meski begitu, jika dikelola dengan baik, transisi ini dapat mengurangi risiko global yang disebabkan oleh dominasi satu mata uang, serta memberikan Indonesia lebih banyak fleksibilitas dalam mengelola kebijakan ekonominya sendiri.
Tantangan Politik dan Geopolitik
Keterlibatan Indonesia dalam BRICS bukan tanpa risiko politik dan geopolitik. BRICS sering dianggap sebagai blok kekuatan yang berseberangan dengan kebijakan dan nilai-nilai Barat, terutama Amerika Serikat dan Uni Eropa. Jika Indonesia semakin aktif dalam BRICS, ada kekhawatiran bahwa hal ini akan merenggangkan hubungan Indonesia dengan negara-negara Barat yang selama ini menjadi mitra ekonomi dan politik penting. AS, misalnya, adalah salah satu sumber utama investasi asing langsung di Indonesia, dan hubungan yang kurang harmonis dapat berdampak pada pengurangan investasi tersebut.
Namun, Indonesia memiliki kesempatan unik untuk menggunakan keterlibatannya dengan BRICS sebagai alat untuk menyeimbangkan kekuatan geopolitik global. Indonesia dapat memanfaatkan posisinya di BRICS untuk menegosiasikan hubungan yang lebih adil dengan negara-negara Barat, sambil tetap menjaga hubungan yang baik dengan Tiongkok dan Rusia. Dengan memainkan peran sebagai mediator antara blok kekuatan global yang bersaing, Indonesia dapat memperkuat posisinya sebagai pemain kunci di panggung diplomasi internasional, serta meningkatkan daya tawarnya dalam negosiasi perdagangan dan kerjasama internasional.
Indonesia juga harus berhati-hati terhadap dinamika internal di BRICS. Tiongkok dan Rusia sering kali dianggap sebagai pemimpin de facto dalam aliansi ini, dan ada risiko bahwa negara-negara seperti Indonesia akan kehilangan suara atau pengaruh dalam keputusan strategis yang diambil oleh blok tersebut. Oleh karena itu, Indonesia perlu memastikan bahwa keterlibatannya dalam BRICS benar-benar memberikan manfaat yang signifikan dan tidak hanya menjadi pengikut kebijakan negara-negara besar.
Pengaruh terhadap ASEAN dan Regional
Keterlibatan Indonesia dalam BRICS juga akan berdampak pada peran strategisnya di ASEAN. Indonesia adalah negara terbesar di ASEAN dan memegang peran kunci dalam menjaga stabilitas politik dan ekonomi di kawasan. Jika Indonesia semakin terlibat dalam BRICS, hal ini bisa menciptakan dinamika baru di ASEAN, terutama dalam hubungan dengan negara-negara yang lebih dekat dengan Barat seperti Singapura dan Filipina. Beberapa negara ASEAN mungkin melihat keterlibatan Indonesia di BRICS sebagai ancaman terhadap posisi mereka dalam hubungan dengan negara-negara Barat.
Namun, Indonesia juga bisa menggunakan BRICS sebagai alat untuk memperkuat integrasi ekonomi regional. Melalui BRICS, Indonesia bisa mendorong lebih banyak investasi dan kerjasama dalam bidang infrastruktur di Asia Tenggara. Aliansi ini juga memberikan Indonesia leverage lebih besar dalam memperkuat posisinya sebagai pemimpin ASEAN, dengan menggunakan dukungan negara-negara BRICS untuk memperkuat pengaruhnya di kawasan.
Kesimpulan
Indonesia memiliki banyak alasan kuat untuk mempertimbangkan keikutsertaannya dalam BRICS, terutama dari perspektif ekonomi yang menawarkan peluang besar untuk pertumbuhan dan stabilitas. Dengan pengenalan mata uang BRICS pada KTT 2024, Indonesia berpotensi untuk mengurangi ketergantungan pada dolar AS dan memperkuat kebijakan ekonomi domestiknya. Namun, tantangan politik dan geopolitik juga harus diperhitungkan dengan cermat. Indonesia harus cermat dalam menjaga keseimbangan antara keterlibatannya dengan BRICS dan komitmennya terhadap hubungan baik dengan negara-negara Barat serta perannya di ASEAN.
Jika dikelola dengan baik, keterlibatan Indonesia dalam BRICS dapat memberikan banyak manfaat, baik secara ekonomi maupun geopolitik. Indonesia dapat menjadi pemain kunci dalam merumuskan kebijakan global yang lebih adil dan menguntungkan bagi negara-negara berkembang, sambil tetap menjaga keseimbangan diplomatik yang kritis di antara kekuatan-kekuatan besar dunia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H