Mohon tunggu...
Irfandy Dharmawan
Irfandy Dharmawan Mohon Tunggu... Lainnya - Freelancer

Mengarungi Samudra Hukum, berlabuh di Dermaga Filsafat, dan Berlayar di Lautan Politik. Seorang Sarjana Hukum yang sedang menambahkan cerita di Perpustakaannya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Menapaki Jejak Geologis Selat Muria dan Tantangan Hidrologi Masa Kini pada Fenomena Banjir Kota Semarang

14 Maret 2024   20:30 Diperbarui: 14 Maret 2024   20:32 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Banjir di Semarang

Kota Semarang merupakan ibu kota Provinsi Jawa Tengah Indonesia, dalam beberapa hari terakhir ini terjadi bencana banjir yang yang melanda sebagian besar wilayah Ibu Kota Jawa Tengah. Berdasarkan Monitoring Satelit Klimatologi BMKG wilayah yang terdampak cuaca ekstrem ini antara lain yakni Kota Semarang, Kabupaten Kendal, Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, Sebagian wilayah Kabupaten Demak, dan Kabupaten Grobogan.

Bencana Banjir yang belakangan ini terjadi karena hujan lebat disertai angin kencang yang turun sejak hari Minggu 10 Maret 2024, Akibat dari cuaca ekstrem yang melanda wilayah Kota Semarang mengakibatkan sebagian besar jalan di Kota Semarang mengalami kelumpuhan karena luapan air yang meluap setinggi 15-80cm.

Fenomena banjir ini tidak hanya dipicu oleh hujan lebat yang turun dalam periode singkat, tetapi juga oleh kombinasi dari beberapa faktor kompleks lainnya. Salah satu isu kritis yang dihadapi kota ini adalah land subsidence (penurunan tanah), yang terjadi dengan kecepatan yang cukup signifikan di beberapa bagian kota, terutama di area pesisir. Penurunan tanah ini, bersamaan dengan pasang surut air laut, memperburuk risiko banjir, terutama di wilayah pesisir dan daerah rendah lainnya.

Urbanisasi yang cepat dan tidak terkontrol telah mengubah lanskap alami, mengurangi area penyerapan air, dan meningkatkan aliran permukaan, yang semuanya berkontribusi terhadap risiko banjir. Selain itu, sistem drainase yang tidak memadai dan pendangkalan sungai karena sedimentasi berlebih menambah kompleksitas masalah, menghambat aliran air hujan ke laut dengan efektif.

Banjir yang terjadi di Kota Semarang dan sebagian besar wilayah di Sekitarnya membuat sebagian besar masyarakat mengkaitkannya dengan 'kembalinya selat muria'. Apa itu sebenarnya selat muria?

Teori Selat Muria

Selat Muria adalah sebuah teori geologis yang menyatakan bahwa ribuan tahun yang lalu, mungkin terdapat sebuah selat yang memisahkan Gunung Muria dari daratan utama Pulau Jawa. Menurut teori ini, area yang sekarang dikenal sebagai Semarang dan sekitarnya, pada suatu masa, berada di bawah air atau merupakan bagian dari selat tersebut. Proses geologis seperti aktivitas vulkanik, tektonik, dan sedimentasi secara bertahap mengisi selat tersebut, menghubungkan Gunung Muria dengan daratan Jawa dan membentuk topografi yang kita lihat saat ini.

Keberadaan Selat Muria yang hipotetis ini menarik karena memberikan wawasan tentang bagaimana perubahan geologis besar-besaran telah membentuk lanskap Jawa sepanjang masa. Pemahaman tentang proses geologis ini penting karena dapat memberikan konteks tentang bagaimana fitur-fitur geografis yang ada sekarang, seperti sistem sungai, pola aliran air, dan topografi, mempengaruhi distribusi dan manajemen air, termasuk risiko banjir di wilayah tersebut.

Meskipun hubungan langsung antara teori Selat Muria dan banjir terkini di Semarang mungkin tidak langsung terlihat, pemahaman tentang sejarah geologis dapat memberikan perspektif berharga tentang kerentanan alami wilayah tersebut terhadap banjir. Selain itu, mempertimbangkan perubahan lanskap jangka panjang dan interaksinya dengan faktor-faktor manusia modern adalah penting dalam merencanakan dan mengimplementasikan solusi untuk mengurangi risiko banjir di Semarang dan area sekitarnya.

Teori keberadaan Selat Muria adalah salah satu teori geologis yang menarik, menggambarkan bagaimana bentang alam Pulau Jawa telah mengalami transformasi dramatis sepanjang sejarah geologisnya. Menurut teori ini, pada masa lalu, diperkirakan ada selat yang memisahkan Gunung Muria dari daratan utama Pulau Jawa, membentuk pulau yang terpisah atau semenanjung.

Bukti Geologis:

  1. Formasi Batuan: Salah satu bukti utama yang mendukung teori Selat Muria adalah jenis dan distribusi formasi batuan di sekitar Gunung Muria dan daerah sekitarnya. Batuan vulkanik dan sedimen yang ditemukan di kedua sisi yang diasumsikan sebagai bekas selat menunjukkan perbedaan yang mencolok, yang dapat menunjukkan adanya pemisahan oleh air pada masa lalu.
  2. Fosil: Fosil adalah alat penting dalam memahami kondisi lingkungan masa lalu. Di wilayah yang diyakini sebagai bekas Selat Muria, fosil tertentu mungkin menunjukkan kondisi lingkungan yang lebih basah atau bahkan bawah air, berbeda dari wilayah sekitarnya yang mungkin memiliki fosil yang menunjukkan lingkungan darat.
  3. Struktur Geologi: Pola pengendapan dan erosi, serta struktur geologi seperti lipatan dan sesar di wilayah ini, juga dapat memberikan petunjuk tentang adanya Selat Muria. Perbedaan pola struktur ini di kedua sisi wilayah bisa menjadi indikasi adanya perubahan lingkungan besar seperti yang disebabkan oleh adanya selat.

Pendapat Ahli Geologi:

Pendapat para ahli geologi tentang teori Selat Muria bervariasi, namun banyak yang sepakat bahwa bukti yang ada menunjukkan adanya perubahan besar dalam lanskap Pulau Jawa sepanjang sejarah geologisnya. Beberapa ahli mendukung teori ini dengan mengaitkan dengan proses geologi regional yang lebih luas, seperti aktivitas tektonik Lempeng Indo-Australia yang mempengaruhi morfologi Pulau Jawa secara keseluruhan.

Namun, ada juga skeptisisme terhadap teori ini, terutama karena kurangnya bukti langsung dan konkret yang dapat secara definitif menunjukkan adanya Selat Muria. Kritik ini sering berfokus pada kebutuhan akan data geologi dan paleontologi yang lebih rinci dan spesifik, yang dapat secara langsung menghubungkan struktur geologis dan fosil dengan keberadaan selat purba.

Secara keseluruhan, walaupun masih menjadi subjek perdebatan dan penelitian lebih lanjut, teori Selat Muria menawarkan perspektif yang menarik tentang dinamika geologis yang telah membentuk Pulau Jawa. Studi lebih lanjut, terutama yang menggunakan teknologi dan metodologi penelitian modern, dapat memberikan wawasan lebih lanjut tentang kebenaran dan detail teori ini.

Perubahan Lanskap dan Pengaruhnya Terhadap Hidrologi

Proses geologis seperti sedimentasi, tektonik lempeng, dan vulkanisme telah memainkan peran penting dalam membentuk lanskap Pulau Jawa, termasuk mengisi apa yang dikenal sebagai Selat Muria dan membentuk topografi saat ini. Perubahan ini memiliki dampak yang signifikan terhadap sistem hidrologi di Jawa, termasuk aliran sungai, penyerapan air tanah, dan potensi banjir, terutama di wilayah perkotaan seperti Semarang.

Proses Geologis dan Pengaruhnya terhadap Lanskap Jawa:

  1. Sedimentasi: Proses sedimentasi, yaitu penumpukan material yang dibawa oleh air, angin, atau es, telah mengisi lembah-lembah dan cekungan, termasuk yang diyakini sebagai Selat Muria. Lapisan sedimen bertindak sebagai reservoir air tanah dan mempengaruhi aliran permukaan, yang keduanya penting dalam manajemen sumber daya air.
  2. Tektonik Lempeng: Gerakan lempeng tektonik telah membentuk dan terus mengubah topografi Jawa. Pulau Jawa, berada di zona pertemuan lempeng Indo-Australia dan lempeng Eurasia, mengalami banyak aktivitas tektonik yang menyebabkan pembentukan pegunungan, pergeseran jalur sungai, dan perubahan dalam pola drainase.
  3. Vulkanisme: Aktivitas vulkanik yang tinggi di Jawa berkontribusi terhadap pembentukan topografi melalui penumpukan material vulkanik. Vulkanisme juga memperkaya tanah dengan mineral, yang mendukung vegetasi padat yang dapat membantu penyerapan air hujan dan mengurangi aliran permukaan.

Dampak terhadap Sistem Hidrologi dan Tantangan Hidrologi di Semarang:

  1. Aliran Sungai dan Penyerapan Air Tanah: Perubahan topografi mempengaruhi jalur aliran sungai dan kapasitas penyerapan air tanah. Di wilayah perkotaan seperti Semarang, urbanisasi telah mengubah lanskap alami, mengurangi area terbuka yang dapat menyerap air dan meningkatkan risiko banjir.
  2. Land Subsidence: Semarang menghadapi masalah penurunan tanah yang signifikan, terutama di area pesisir, yang diperparah oleh ekstraksi air tanah berlebihan. Land subsidence meningkatkan kerentanan kota terhadap banjir, terutama selama pasang tinggi.
  3. Perubahan Pola Curah Hujan: Perubahan iklim global berkontribusi terhadap perubahan pola curah hujan, dengan periode hujan lebat yang lebih sering dan intens, meningkatkan volume air yang harus dikelola sistem drainase.

Faktor-Faktor yang Memperberat Kondisi:

  1. Urbanisasi: Ekspansi perkotaan yang cepat di Semarang telah mengurangi lahan hijau dan area penyerapan air, meningkatkan volume aliran permukaan dan tekanan pada sistem drainase kota.
  2. Penggundulan Lahan: Deforestasi di daerah hulu sungai mengurangi kapasitas daerah tersebut untuk menyerap dan menyimpan air hujan, meningkatkan aliran permukaan ke daerah hilir seperti Semarang.
  3. Perubahan Iklim: Perubahan iklim global menyebabkan perubahan pola cuaca, termasuk peningkatan intensitas dan frekuensi hujan lebat, yang menantang kapasitas kota untuk mengelola aliran air dan mengurangi risiko banjir.

Untuk mengatasi tantangan hidrologi ini, diperlukan pendekatan terintegrasi yang melibatkan manajemen sumber daya air, reboisasi daerah hulu, perbaikan infrastruktur drainase, dan pengelolaan ekstraksi air tanah. Pendekatan adaptif dan mitigatif terhadap perubahan iklim juga penting untuk mempersiapkan kota menghadapi pola cuaca ekstrem di masa depan.

Kesimpulan

Sejarah geologis Pulau Jawa, dengan lanskapnya yang terbentuk dari proses sedimentasi, tektonik lempeng, dan vulkanisme, memiliki hubungan yang kompleks dan mendalam dengan tantangan hidrologi yang dihadapi oleh kota-kota di pulau ini, termasuk Kota Semarang. Refleksi atas hubungan ini membuka pemahaman bahwa kondisi hidrologi masa kini tidak dapat sepenuhnya dipisahkan dari konteks geologisnya. Sejarah geologis memberikan kerangka kerja untuk memahami bagaimana lanskap saat ini terbentuk dan bagaimana fitur-fitur tersebut mempengaruhi aliran air, penyerapan, dan kapasitas penyimpanan air tanah.

Dalam konteks Kota Semarang, tantangan seperti banjir tahunan, penurunan tanah (land subsidence), dan perubahan pola curah hujan, meskipun dipengaruhi oleh faktor manusia seperti urbanisasi dan penggundulan lahan, juga terkait erat dengan karakteristik geologis wilayah tersebut. Misalnya, land subsidence yang menjadi masalah kritis di Semarang tidak hanya disebabkan oleh ekstraksi air tanah yang berlebihan tetapi juga diperburuk oleh karakteristik geologi dasar yang lembut dan proses sedimentasi yang telah berlangsung selama ribuan tahun.

Memahami hubungan ini, pengetahuan tentang sejarah geologis dapat menjadi kunci dalam merumuskan solusi untuk mengatasi masalah banjir dan tantangan hidrologi lainnya. Misalnya, pemahaman tentang distribusi sedimen kuno dapat membantu dalam merencanakan lokasi infrastruktur baru, memastikan bahwa pembangunan dilakukan di atas tanah yang stabil dan kurang rentan terhadap penurunan. Demikian pula, pengetahuan tentang pola aliran sungai kuno dan proses sedimentasi dapat membimbing upaya-upaya dalam memulihkan jalur air alami dan meningkatkan kapasitas penyerapan tanah.

Pada akhirnya, pendekatan terintegrasi yang mempertimbangkan konteks geologis, sosial, dan ekonomi diperlukan untuk mengatasi masalah hidrologi di Semarang. Solusi seperti pengelolaan sumber daya air yang berkelanjutan, reboisasi daerah aliran sungai, adaptasi terhadap perubahan iklim, dan perencanaan kota yang cerdas, harus didasarkan pada pemahaman yang mendalam tentang lanskap alami dan sejarah geologis wilayah tersebut. Dengan demikian, pengetahuan tentang sejarah geologis bukan hanya konteks akademis tetapi juga alat praktis yang penting dalam menghadapi tantangan hidrologi masa kini dan mendatang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun