Hari Ke 2
Jumat, 17/6/2022.
Usai shalat subuh hari kedua aku keluar lewat pintu nomor 46, yang mengarah ke pelataran belakang masjid Nabawi. Aku melewati ruangan sebelah kanan roudhah yang pintunya berjejeran dengan pintu babussalam. babussalam adalah pintu masuk bagi jamaah yang mau melakukan ziarah Rasul.
sayangnya aku tidak bisa masuk pintu tersebut karena terhalang pembatas dan dijaga petugas. Lalu akupun ikut gelombang jamaah yang bergegas bergerak entah mau ke mana. Aku tak tahu.
Aku ikut saja ke mana para jemaah bergerak dan mulai memasuki jalur antrian. Antrian ini berbeda dengan antrean masuk Raudhah yang macet dan tersendat. Antrean ini terus bergerak, mengalir tanpa macet. Ternyata antrean panjang dengan jalur diatur sedemikian rupa itu sekedar mengurai jamaah yang menuju ke titik pintu masuk babussalam.
"oh ini to yang disebut babusssalam" gumamku dalam hati saat mulai berdesakan di mulut pintu yang dijaga asykar.
Sebelummemasuki babussalam aku melepas sendal mengikuti apa yang dilakukan jamaah lainnya. Kami mulai usel-uselan dan dorong mendorong pun tak terhindarkan.
Di sini kamera hape boleh digunakan. Sambil melantunkan berbagai macam zikir dan salam, para jamaah banyak yang mengabadikan area mimbar masjid, Raudah dan makam nabi.
Mula mula aku melewati ruangan di sebelah barat raudhoh. terlihat banyak jamaah lelaki di sana sedang sibuk berzikir pasca shalat subuh. Lalu aku melewati Raudhah dengan ciri khas pilar pilar berwarna putih dan pernak pernik lampu hias yang tampak mengkilap dan mewah. Sayangnya pagi itu tertutup pembatas, swhingga aku tak bisa melihat karpetnya yang katanya berwarna hijau. Mungkin sedang ada jamaah wanita di dalamnya.
Setelah melewati area raudah kamipun sampai di hadapan tiga makam; Rasulullah SAW, Abu Bakar dan Umar. Di hadapan makam sang nabi, para jamaah banyak yang melakukan vc kepada saudara saudaranya. Lalu melalui hape mereka menyampaikan salam untuk rasul dan kedua sahabatnya.
di depan makam nabi, praktis aku hanya diam saja dan baru bergerak jika ada dorongan dari jamaah dibelakangku.
Berulang kali Aku menyampaikan salam dan tahhiyat sambil terbata bata menahan tangis yang tiba tiba tak kuasa aku tahan.
asaalamualaika ya rasulallah
asalamu'alaina wa 'ala ibadillahissahiin....
Usai ziarah aku keluar melalui satu satunya pintu yg tersedia di ujung lorong bernama Babul Baqi'.
Sebelum balik ke hotel, aku istirahat bersender di pembatas jalan berselfi dengan backgroud babul baqi dan kubah hijau di atas Raudhoh.
Plong rasanya sudah melakukan ziarah rasul dan menyampaikan salam dari orang-orang yang titip salam untuk baginda Rasul.
Usai sarapan pagi, aku buru buru berangkat dalam acara tour sekitaran masjid nabawi. Acara dimulai jam 8 dengan jalan kaki. Tetapi aku dan istriku terlambat, sehingga kami tertinggal. Aku kehilangan jejak pak kyai dan para jamaah lainnya yang menghilang entah ke mana. Saat kami memasuk gerbang 238 aku sudah tidak melihat mereka.
Aku berjalan berduaaan saja sama istri, mengitari halaman dalam masjid nabawi. Alhamdulillah di tengah jalan kami bertemu dengan lima orang rombongan petugas kloter 17 JKS, yaitu Ketua kloter, tpih, dan Bu dokter, dan perawat, serta tphd. Ternyata mereka juga kehilangan jejak pak kyai.
Akhirnya aku dan istriku bergabung dengan tim petugas kloter tersebut mengelilingi masjid nabawi.
Kami melewati pintu 25 21 dan seterusnya hingga sampai sejajar dengan pintu 46 yang subuh tadi aku lewati. lalu kami melewati pelataran yg lurus dengan raudhah yang kubah hijaunya tampak jelas di pagi jumat yang cerah itu. Kami terus berjalan menuju baqi melewati pintu 38, 37, dan 36 yang cukup jelas dari tempat kami berjalan.
Posisi Baqi sendiri berada di sisi kiri halaman belakang masjid nabawi.
Saat mau memasukinya, petugas berseragam melarang jamaah wanita masuk pemakaman. Maka istriku dan bu dokter pun langsung pulang ke hotel. sementara kami yang lelaki masuk pemakaman Baqi.
Sejak di tanah air aku telah berazam untuk dapat berziarah ke Baqi, khususnya untuk mendoakan Abah Masruri. Selain itu di Baqi juga ada pemakaman Siti Aisyah dan juga beberapa sahabat terkenal, termasuk Usman bin Affan.
Sebenarnya aku ingin berlama-lama di baqi, mencari makam abah masruri, namun aku urungkan karena rekan rekan petugas kloter hanya berfoto foto sebentar di sekitar gerbang lalu melanjutkan "tour dalam" mengelilingi masjid nabawi.
Setelah keluar dan melewati pemakaman Baqi yang berada di sisi kiri masjid, kami akhirnya sampai di pintu gerbang bernomor 239 yang sejajar dengan gerbang 238.
kami keluar dari pelataran masjid menuju pelataran hotel melalui pintu tersebut.
Saat melewati pertokoan menuju hotel, Aku mampir ke sebuah toko oleh-oleh di mana di dalamnya ada kitab kitab yang bisa dibeli. Di sinilah aku jajan untuk pertama kali di Madinah. Jajanku kali ini adalah dua buku berbahasa arab; pertama tentang Tajwid, yang kedua tentang haji dan umrah dengan total harga 22 reyal.
Ikut Mengusung Jenazah
Aku penasaran ingin merasakan sensasi shalat dan berdoa di Raudhoh. Istriku sudah ke Raudhoh. Pa ubaed juga katanya bersama pak kyai habis asar kemarin sudah ke sana.
Maka aku bulatkan tekadku agar bisa ke raudhah secepatnya. Jadi, habis shalat jamaah asar di hari keduaku di Madinah tanpa ragu aku kembali berpanas-panas ria dibawah terik matahari asar kota Madinah untuk ikut ngantri ke Raudhoh.
Saat sudah di dalam antrean dan baru bergerak 5 atau 10 meteran, aku melihat ada tiga jenazah yang sedang ditandu menuju pemakaman Baqi. Tanpa pikir panjang, aku langsung mengejar pengusung jenazah itu lalu ikut mengusungnya masuk ke Baqi.
Aku teringat pesan pak Kyai Saerozi ketika di pendopo kabupaten, “ kalau mau ziarah ke Baqi, ikutlah mengusung jenazah, maka kamu bisa sepuasnya di dalam pemakaman tersebut. “ Begitu pesan pak kyai.
Aku ikut mengusung jenazahnya sampai ke liang lahat. Setelah jenazah dimakamkan, aku berkeliling mencari makam Abah Masruri. Tanpa bantuan pemandu tentu saja makam beliau tak kunjung ku temukan.
Sempat aku tanya via WA ke teman yang pernah ziarah ke makam beliau, namun jawabannya justru membuatku bingung. Bagaimana tidak, semua makam jemaah haji di Baqi tanpa diberi batu nisan dengan nama jenazah seperti makam di Indonesia. Jadi aku memutuskan untuk duduk di kursi di tempat yang agak teduh yang berada dekat tembok keliling.
Di sana aku duduk dan berdoa untuk para ahli kubur, khususnya buat almarhun guruku, KH Masruri yang wafat pada tahun 2011.
Tak lupa aku berdoa di pemakaman yang sangat luas itu agar segera mendapat kesempatan ke Raudhah.
Usai berzikir dan berdoa aku menyusuri jalanan paving blok di tengah pemakaman. Di suatu titik, ditengah-tengah pemakaman tampak ramai para peziarah. Rupanya mereka sedang mengelilingi makam sayyidina Utsman. Aku berdiri menyeruak di antara para peziarah untuk bisa leluasa melihat makam sahabat nabi yang bergelar dzunnurain itu.
Aku ambil buku panduan haji yang selalu aku bawa di tas paspor. Aku selalu membawanya karena tidak sempat menghafal semua doa di dalam buku panduan haji dan umroh yang sangat banyak itu. Lalu kubaca doa dan salam khusus untuk beliau dan diakhir hadiah fatihah untuk beliau.
Usai berdoa tiba tiba seorang jamaah afrika yang tinggi besar memintaku membuka kembali doa dan bacaan salamku untuk shabat Usman yang barusan aku baca. Akupun menurutinya, lalu ia memfoto dengan hapenya. Sebelum ia bergeser menjauh dariku ia mengucapkan terima kasih dalam bahasa arab.
“Sukran ya Indonisi..syukran” ujarnya sambil terseenyum
“ afwan ya syaikh.”balasku juga sambil tersenyum.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H