Di sana aku duduk dan berdoa untuk para ahli kubur, khususnya buat almarhun guruku, KH Masruri yang wafat pada tahun 2011.
Tak lupa aku berdoa di pemakaman yang sangat luas itu agar segera mendapat kesempatan ke Raudhah.
Usai berzikir dan berdoa aku menyusuri jalanan paving blok di tengah pemakaman. Di suatu titik, ditengah-tengah pemakaman tampak ramai para peziarah. Rupanya mereka sedang mengelilingi makam sayyidina Utsman. Aku berdiri menyeruak di antara para peziarah untuk bisa leluasa melihat makam sahabat nabi yang bergelar dzunnurain itu.
Aku ambil buku panduan haji yang selalu aku bawa di tas paspor. Aku selalu membawanya karena tidak sempat menghafal semua doa di dalam buku panduan haji dan umroh yang sangat banyak itu. Lalu kubaca doa dan salam khusus untuk beliau dan diakhir hadiah fatihah untuk beliau.
Usai berdoa tiba tiba seorang jamaah afrika yang tinggi besar memintaku membuka kembali doa dan bacaan salamku untuk shabat Usman yang barusan aku baca. Akupun menurutinya, lalu ia memfoto dengan hapenya. Sebelum ia bergeser menjauh dariku ia mengucapkan terima kasih dalam bahasa arab.
“Sukran ya Indonisi..syukran” ujarnya sambil terseenyum
“ afwan ya syaikh.”balasku juga sambil tersenyum.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H