Part 1
Kelana kembali pulang, setelah lama ia mengitari ruang dan waktu. Kepakannya masih sama, utuh, kuat, dan tak bisa digoyah oleh kerasnya badai hujan yang menerpa. Kelana telah selesai dengan tugasnya, semangat yang ia bawa melahirkan kekuatan yang mempesona. Kesabaran dan ketabahan mengajarkan ia untuk terus berlari melangkah lebih jauh lagi.Â
Kelana lupa bahwa ia telah rapuh, rapuh dalam hati yang utuh, rapuh dalam perasaan yang mungkin ia sudah lupa.Â
Kelana berharap. harapan, ia tempatkan pada setiap pijakan kaki yang menjadi cambuk keinginannya. Ia letakan harapan itu agar suatu masa nanti ia akan teringat bahwa setiap air mata, keringat dan derasnya perjuangan harus dibayar tuntas oleh kepastian. dalam hati ia menuai janji, sembari kepalanya mengadahkan ke langit ia mulai bercengkarama dengan sabda kata :Â
Pada pohon cemara yang daunnya mulai berguguranÂ
Pada ranting dahan yang mulai berjatuhanÂ
Pada akar yang tak lagi tumbuh menopang beban yang mulai runtuh
Pada semangat semoga tak menjadi rubuh
Pada tembok kuselipkan dukaÂ
Duka nestapa menggores lukaÂ
Luka hidup yang tak bisa dibacaÂ
Dibaca dengan jarum jam dan rasaÂ
Pada kertas ku menulis cintaÂ
Cinta kasih untuk semestaÂ
Terselip harap dalam do'aÂ
Supaya menjadi kekuatan sepanjang masaÂ
Pada takdir yang di penuhi tanyaÂ
Tersirat jawaban angkasaÂ
Dari hidup yang gundah gulanaÂ
Menuntun satu dari seribu isyarat untuk memenuhiÂ
Yang dijalani dan dilalui untuk diketahui
Harapan itu masih adaÂ
Selama ruh masih terpatriÂ
Mulailah tanpa spasi dengan tujuan yang pastiÂ
Agar terlukis indah kehidupan yang tak sunyiÂ
Meskipun siang dan malam silih bergantiÂ
Tapi ia tak bisa tenggelam dalam kelamÂ
Kobarkan semangat api dalam diriÂ
Seperti ibu menanak nasi dalam tungkuÂ
Yang sudah terjadi biarlah terhempas likuÂ
Kini saatnya bangkit merakit harapan baru sampai ke hulu.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H